Kamis, 19 Juli 2012

Membentuk Khilafah Sesuai dengan Tuntunan Islam


“Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa tetap kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An-Nur: 55)

Penjelasan Beberapa Mufradat Ayat
‘Allah telah berjanji’, maknanya adalah Allah telah menjanjikan. Dan telah menjadi ketetapan Allah bahwa Dia tidak akan mengingkari janji-Nya.
 
‘Kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang shalih’, mereka adalah orang-orang yang tegak dengan keimanannya, yaitu keimanan yang harus dimiliki setiap muslim berupa tauhid dengan segala konsekuensinya dan juga beramal shalih. Mereka adalah orang-orang yang senantiasa beramal dengan mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
 
‘Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi’, maknanya Allah pasti memberikan khilafah kepada mereka dan dengan kekhilafahan itu mereka bisa berbuat seperti perbuatan para raja di muka bumi. (Lihat Tafsir Fathul Qadir, 4/47; Tafsir Al-Baidhawi, 4/197)
 
‘Sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa’, yaitu sebagaimana telah diberikan khilafah kepada orang-orang sebelum mereka dari kalangan Bani Israil dan umat-umat sebelumnya yang lain. (Lihat Fathul Qadir, 4/47 oleh Al-Imam Asy-Syaukani)
 
‘Dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka’. Yang dimaksud dengan tamkin adalah mengokohkan, yaitu menjadikannya kokoh dengan silih bergantinya mereka dalam menduduki kekuasaan. Tidak hanya bersifat sebentar dan sementara waktu lalu menghilang dengan cepat. Yang dimaksud agama yang diridhai adalah Islam, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:
 
“Dan Aku telah ridha Islam menjadi agama kalian.” (Al-Maidah: 5) [Lihat Fathul Qadir, 4/47, karya Al-Imam Asy-Syaukani]
 
‘Dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa.’ Yaitu dihilangkannya rasa takut yang dahulu mereka rasakan akibat gangguan para musuh Islam, hingga mereka hanya takut kepada Allah saja.

Penjelasan Makna Ayat
 
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di berkata: “Ayat ini termasuk di antara janji-janji Allah yang (pasti) benar, yang telah disaksikan kenyataannya dan kandungan beritanya. (Allah) telah berjanji kepada orang yang menegakkan iman dan beramal shalih dari kalangan umat ini bahwa Dia akan memberikan kepada mereka khilafah di muka bumi. Mereka akan menjadi para khalifah di atasnya, yang mengatur urusan-urusan mereka dan mengokohkan agama -yang mereka ridhai- untuk mereka, yaitu agama Islam yang telah mengalahkan seluruh agama karena keutamaan, kemuliaan dan kenikmatan Allah atasnya. Mereka leluasa dalam menegakkannya dan menegakkan syariat baik yang zhahir maupun yang batin baik pada diri mereka maupun selain mereka. Sebab, orang-orang selain mereka dari kalangan para pemeluk agama selain (Islam) telah terkalahkan dan terhinakan. Dan Allah menggantikan keadaan mereka dari rasa takut yang menyebabkan mereka tidak mampu menampakkan agama dan menegakkan syariat disebabkan gangguan dari orang-orang kuffar, serta jumlah kaum muslimin yang sangat sedikit bila dibandingkan dengan selain mereka, dan seluruh penduduk bumi memusuhi dan menentang mereka dengan berbagai kerusakan.
 
Allah menjanjikan hal-hal tersebut untuk mereka pada saat turunnya ayat ini, namun kekhalifahan di bumi dan kekokohannya belum dapat disaksikan saat itu. Yang dimaksud dengan kekokohan adalah kekokohan agama Islam, keamanan yang sempurna di mana mereka hanya menyembah kepada Allah, tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu dan mereka tidak takut kecuali hanya kepada Allah. Maka tegaklah generasi awal umat ini, dengan iman dan amal shalih yang menyebabkan mereka berada di atas umat lainnya, maka Allah kuasakan kepada mereka berbagai negeri dan manusia, serta dibukakan kekuasaan dari timur ke barat sehingga terwujud keamanan dan kekokohan yang sempurna.
 
Ini termasuk tanda-tanda kekuasaan Allah yang menakjubkan. Dan hal tersebut akan senantiasa berlangsung hingga (mendekati) hari kiamat. Selama mereka menegakkan iman dan amal shalih pasti mereka akan mendapatkan apa yang telah Allah janjikan untuk mereka.
Namun terkadang orang kafir dan munafiqin menguasai mereka dan mengalahkan kaum muslimin disebabkan kelalaian kaum muslimin dalam menegakkan iman dan amalan yang shalih.” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman hal. 573)
 
Al-Imam Asy-Syaukani berkata: “(Ayat) ini merupakan janji Allah bagi orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih berupa pemberian khilafah bagi mereka di muka bumi sebagaimana yang telah diberikan kepada orang-orang sebelum mereka dari umat-umat sebelumnya. Janji ini mencakup seluruh umat. Ada yang berkata: ‘Ayat ini khusus untuk para shahabat.’ Namun hal itu tidak benar, karena beriman dan beramal shalih tidaklah terkhusus untuk mereka. Bahkan hal tersebut mungkin terjadi pada siapa saja dari kalangan umat ini. Maka barangsiapa yang mengamalkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya maka sungguh dia telah menaati Allah dan Rasul-Nya.” (Fathul Qadir, 4/47)
 
Ibnul Qayyim berkata: “(Ayat) ini mengabarkan tentang ketetapan dan kebijaksanaan Allah terhadap makhluk-Nya yang tidak akan mungkin berubah, bahwa barangsiapa yang beriman dan beramal shalih maka Allah akan mengokohkannya di muka bumi dan memberikan khilafah kepadanya, tidak membinasakan dan menghancurkan mereka sebagaimana (Allah) membinasakan orang-orang yang mendustakan para rasul dan menyelisihi mereka. Allah mengabarkan kebijaksanaan dan muamalah-Nya terhadap orang yang beriman kepada para rasul dan membenarkan mereka bahwa Allah akan memperlakukan mereka sebagaimana Allah memperlakukan orang-orang sebelum mereka dari para pengikut rasul.” (Jala`ul Afham hal. 287, karya Ibnul Qayyim)

Perwujudan Janji Allah di Masa Generasi Salaf
 
Apa yang telah dijanjikan pada ayat ini telah dirasakan oleh orang-orang yang senantiasa menjalankan persyaratan yang disebutkan Allah berupa iman dan mentauhidkan Allah serta mengikuti Sunnah Rasulullah. Juga senantiasa berada di atas jejak beliau sehingga Allah memberikan kekuasaan kepada mereka di berbagai negeri dan menundukkan negara-negara besar seperti Persia dan Romawi.
 
Perhatikanlah sirah (perjalanan hidup, red) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau tidak meninggal dunia kecuali Allah telah memberikan kemenangan kepada beliau dengan ditaklukkannya kota Makkah, Khaibar, Bahrain, seluruh negeri Arab dan seluruh negeri Yaman. Beliau memberlakukan penarikan jizyah (upeti) dari bangsa Majusi di Hajar dan sebagian daerah pesisir Syam.
 
Heraklius, Raja Romawi, meminta berdamai kepada beliau. Demikian pula penguasa Mesir dan penguasa Iskandariah yang digelari Muqauqis. Juga raja-raja Oman dan raja Najasyi, penguasa Habasyah yang menjadi raja setelah ‘Ashimah.
 
Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal, pemerintahan dilanjutkan oleh para khalifah setelah beliau. Tidak lama setelah kematian beliau, Abu Bakar Ash-Shiddiq melanjutkan kekuasaan dan mengirim pasukan Islam ke Persia, dipimpin Khalid bin Al-Walidz. Kaum muslimin menaklukkan sebagian wilayah Persia dan membunuh sebagian tentara mereka. Pasukan lain yang dipimpin Abu Ubaidah dan para pemimpin lainnya bersamanya menuju Syam. Pasukan ketiga pimpinan ‘Amr bin Al-’Ash menuju Mesir. Allah memberikan kemenangan bagi pasukan yang menuju Syam dan berhasil menguasai Bashrah, Damaskus, dan masih tersisa darinya negeri Hauran dan sekitarnya hingga Allah mewafatkannya dan memberikan pilihan kemuliaan baginya.

Selasa, 17 Juli 2012

Kontes The World Muslimah Beauty?

Pertanyaan 
Assalamualaikum
ada yang saya ingin tanyakan, Bagaimana dengan ajang kontes muslimah beauty 2011. Dengan persyaratan : wanita Berjilbab usia 18-24 tahun?Berprestasi, Bisa mengaji dan Berkepribadian menarik? Ikuti pemilihan Muslimah Beauty & Jadilah Duta Fesyen Muslim Indonesia..
Bagaimana menurut anda dgn kontes seperti ini? apakah dibolehkan?
#Balqis

Senin, 16 Juli 2012

Ukhuwah dalam Realita Kehidupan Sejarah Kaum Muslimin

Ukhuwah Islamiyah adalah bagian dari ajaran Islam yang begitu indah dan penuh berkah. Ukhuwah merupakan nikmat Allah yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Nikmat ukhuwah ini tidak terbatasi oleh suku, negara, ras, partai, organisasi dan berbagai ikatan keduniaan lainnya. Ia murni ikatan cinta karena Allah saja. Oleh karena itu tidak boleh ada yang membatasinya dengan wilayah maupun organisasi. Selama seseorang berpredikat muslim maka ia adalah ikhwah fillah yang layak mendapat hak-hak persaudaraan yang telah diatur dalam Islam.

Dengan ukhuwah Islamiyah seperti ini terbukti telah mempersatukan manusia yang mempunyai latar belakang yang begitu beragam, meninggikan derajat manusia yang tertindas dan menciptakan kehidupan yang harmonis, rukun dan aman (sesuai dengan fitrah manusia). Islam pada awal masa dakwah di Makkah hingga masa jaya khilafah Islamiyah selama beberapa abad (Masa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, khulafaur raasyidin, khilafah Umawiyah, Khilafah Abbasiah, dan Khilafah Utsmaniah, dengan total masa + 1000 tahun lebih) telah menyatukan berbagai bangsa suku dan klan yang memiliki latar belakang geografis, demologis, ekonomi, budaya, bahasa dan pendidikan yang berbeda-beda.

Betapa bangsa Arab di Jazirah Arab, bangsa Syam, bangsa Turki, bangsa Persia, bangsa Asia Tengah, bangsa Afrika, dan lainnya menyatu sebagai satu bangsa, bangsa MUSLIM. Tidak ada perbedaan dan kesenjangan diantara mereka, karena memang semuanya merasa sebagai saudara seiman.

Mari sejenak kita rasakan kenikmatan ini (walaupun hnya bisa dibayangkan saja) seandainya kita berada di jaman itu, Apabila seorang muslim di Maroko, misalnya berpergian ke Syam, maka ia akan mendapatkan kemudahan penginapan, jamuan, jaminan keamanan dan kebutuhan-kebutuhan lainnya dari seluruh umat Islam di berbagai daerah dan negeri-negeri yang ia lalui dan kunjungi. Bukan karena ia seorang penguasa yang berkantong tebal, melainkan semata-mata karena ia adalah seorang muslim yang harus diperlakukan sebagai saudara sendiri oleh seluruh umat Islam yang bertemu dengannya (sesuai dg yang telah Allah perintahkan bagi setiap muslim terhadap saudara seiman), meski sebelumnya mereka tidak pernah bertemu dan belum saling kenal. Seandainya Ia kehabisan bekal dalam perjalanan pun, ia tak perlu khawatir. Toh baitul mal umat Islam telah menyediakan dana zakat untuk musafir seperti dirinya, sehingga ia tetap akan sampai di rumahnya kembali dengan selamat, tanpa harus menanggung hutang satu rupiah pun.
Ke negri  Muslim manapun ia berpergian, ia tak perlu mengeluarkan uang yang sangat banyak + sistem yang berbelit-belit untuk mengurus visa, paspor, dan surat-surat kelengkapan resmi lainnya. Karena muslim adalah saudara, ke negeri muslim manapun ia berpergian. Tidak ada sekat batas teritorial di antara negeri-negeri muslim. Kewarganegaraan mereka adalah muslim, apapun negeri yang mereka huni; Mesir, Hijaz, Syam, Turki, India, atau Uzbekistan sekalipun. Itulah wujud ukhuwah Islamiyah pada masa tegaknya syari’at Islam di sepertiga muka bumi; Afrika Utara, Afrika Timur, Asia Barat Daya, Asia Tengah, Aseia Selatan, Sebagian Eropa Barat, Eropa Timur dan Rusia.

Ketika negara-negara Imperialis Eropa mulai menjajah dunia islam pada abad 17-20M, yaitu pada masa kemuduran dunia Islam, maka ukhuwah Islamiyah merupakan salah satu bagian dari syar’at Islam yang paling gencar dihancurkan oleh penjajah Eropa. Untuk tujuan itu mereka melakukan siasat-siasat licik yang samar dengan nama-nama dan slogan-slogan palsu seperti nasionalisme, materialisme, sekulerisme, liberalisme, dan humanisme. Yang pada hakikatnya bertujuan untuk memecah-belah umat Islam dunia dalam kotak-kotak negara kecil yang dipisah-pisahkan oleh batas-batas teritorial yang samar-samar. Akibatnya, dibelakang hari kerap kali menimbulkan perpecahan dan perang saudara sesama umat Islam yang mengatasnamakan ‘patriotisme’ dan ‘harga diri bangsa’ (na’udzubillah).

Materialisme semakin memecah-belah persaudaraan umat Islam. Umat Islam diajak untuk bersaudara dan bekerjasama dengan orang-orang yang mampu memberikan keuntungan secara materi, walau mereka adalah orang-orang kafir yang memerangi Islam sekalipun. Sebaliknya materialisme menghalangi umat Islam untuk membina hubungan dengan umat Islam lainnya, selama tidak ada keuntungan duniawi yang bisa diraih dari hubungan tersebut.

Sekularisme menelanjangi umat Islam dari pakaian ‘syari’at’ yang mereka kenakan selama ini. Sekularisme membiarkan umat Islam melaksanakan sholat, shaum, zakat, dan haji. Tapi urusan politik, ekonomi, kebudayaan, pendidikan, militer, dan bidang-bidang kehidupan lainnya harus dipastikan steril dari aturan syari’at. Maka muncul bapak haji berdasi yang menekuni ekonomi ribawi, menerapkan demokrasi sekuler Barat, tunduk pada tuan besar AS dan sekutu-sekuunya. Mereka memperjuangkan hak laki-laki dan perempuan, muslim dan non muslim, dalam semua bidang kehidupan (yang sudah sangat jelas Allah menetapkan ketidaksamaannya) Inilah salah satu bentuk penentangan terselubung atas hukum Ilahyah (na’udzubillah). HAM versi Nashrani dan Yahudi Internasional dijunjung tinggi-tinggi, sementara syari’at Islam  (yang berasal langsung dari Allah pemilik alam semesta) dikebiri dan pembela-pembelanya diperangi dan dihujani dengan propaganda dan fitnah. Mereka bersaudara dan bekerja sama (baca: memperbudakkan diri sendiri) dengan bangsa-bangsa yang oleh Allah dan Rasulnya ditegaskan sebagai MUSUH ABADI; dan terbukti telah menjajah dan menzalimi umat Islam selama tidak kurang dari empat abad. Inilah nasib ukhuwah Islamiyah pada tataran keumatan secra Internasional. Lalu bagaimana dengan ruang lingkup yang jauh lebih kecil lagi. Tak sanggup jari-jari menguraikannya.

Semoga Allah memperbaiki keadaan kaum muslimin. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa. Aamiin.
Wallahua’lam bi showab.

[Diketik ulang dengan beberapa penambahan redaksional dari Buku “Mizanul Muslim” Jilid I Cetakan ke III  Bab VIII Mizanul Ukhuwah, halaman 521-522, Karya Abu Ammar Abu Fatiah Al Adnani]

Minggu, 15 Juli 2012

Adab Berbusana bagi Muslimah


SP Dauroh Ad-Diin

Sabtu, 7 Juli 2012
Ustadz Hafidzuddin

Adab Berbusana bagi Muslimah

Qs Al-A’rat ayat 31
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.

Maksud dari “di setiap (memasuki) masjid” bersifat umum, karena seorang muslim maupun muslimah memiliki batasan-batasan aurat.

Qs Al-Ahzab ayat 59
Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.

Pengertian Adab
Suatu tata cara/etika/ kaifiyah

Pengertian Busana Muslimah
Suatu kain/pakaian yang digunakan untuk menutupi aurat wanita muslimah agar tidak bertabarruj di hadapan bukan mahramnya.

Rosululloh SAW bersabda:
“Seorang wanita itu adalah aurat, jika ia keluar maka syaitan akan menghiasinya”
(HR. At-Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).

Tabarruj
Yaitu menampakkan perhiasan dan keindahan yang menghiasi wanita di hadapan nonmahram.
Qs Al-Ahzab ayat 33
dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.

Aurat Wanita
Semua anggota tubuhnya kecuali muka dan telapak tangan.
Qs An-Nur ayat 31
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.


Qs Al-Ahzab ayat 53
Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (wanita-wanita), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini istri-istrinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah.

Suatu ketika Asma’ binti Abu Bakar ra masuk ke rumah Rosululloh SAW, ketika itu Rosululloh berpaling daripadanya dan berkata, “Wahai Asma’ sesungguhnya apabila seorang wanita itu sudah baligh maka haruslah menutup auratnya kecuali ini dan ini (Beliau menunjuk ke muka dan telapak tangan).” (HR Abu Dawud dengan sanad dha’if)

Cadar
Terdapat perselisihan dari kalangan para ‘ulama.
Abu Malik dalam kitabnya shahih fiqh sunnah, menyimpulkan:
1.      Para ulama bersepakat bahwasanya wajib bagi para wanita menutup auratnya
2.      Untuk menutup wajah terjadi perselisihan di kalangan para ulama
3.      Ulama yang tidak mewajibkan menutup muka, berpendapat: adapun yang paling afdhol adalah menutup wajah apalagi di zaman fitnah. Mereka berpendapat hukumnya sunnah.

Wanita di dalam rumah
Diperbolehkan bagi wanita jika di depan mahramnya untuk menampakkan bagian yang biasa terlihat darinya, seperti rambut, leher, tangan, dan bagian yang tidak khusus lainnya.

Syarat-Syarat Busana Muslimah
Dikutip dari makalah karya Syaikh Al-Albani:
1.      Meliputi seluruh badan selain yang dikecualikan (QS. An-Nur [24] :31)
2.      Bukan berfungsi sebagai perhiasan
3.      Berbahan tebal/ tidak tipis
4.      Harus longgar, tidak membentuk lekuk tubuhnya
5.      Tidak diberi wewangian
6.      Tidak menyerupai pakaian laki-laki
7.      Tidak menyerupai pakaian wanita-wanita kafir
8.      Bukan pakaian untuk mencari popularitas (pakaian kebesaran)

Kamis, 12 Juli 2012

Ringkasan Catatan Dauroh

Ringkasan Dauroh

Tema : Ibadah
Penyampai : Ust. Hafidudin Hafidzahullah
Tempat : Masjid Jamiat Taqwa Bandar Lampung
Hari/tgl : Rabu/ 4 Juli 2012
Pukul : 09.00-11.00

Tujuan Penciptaan Manusia

Allah berfirman, 
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. Az-Zariyat 51: 56)
أَيَحْسَبُ الإنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى 
Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung-jawaban)? (QS. Al-Qiyamah 75: 36)

Imam syafi’i dalam fathul Majid menerangkan ayat diatas bahwa dengan begitu manusia hidup dengan adanya perintah dan larangan dari Allah, yang kelak akan dimintai pertanggungjawabannya apakah perintah-perintah tersebut dikerjakan dan larangan-larangan-Nya ditinggalkan oleh manusia.

Pengertian Ibadah
Ibadah secara bahasa
Pengertian ibadah dari segi bahasa adalah merendahkan, tunduk, patuh.
Imam Al-Qurtubi menyatakan bahwa ibadah adalah ketundukan dan kerendahan

Ibadah secara istilah, terdapat beberapa pendapat diantaranya:
  1. Syaikh Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa Ibadah adalah ketaatan kepada Allah yaitu dengan menjalankan perintah Allah sesuai dengan lisan para Rasul (ala assunnati rasul), dan juga menjauhi larangannya.
  2. Imam Ibnu Katsir mengatakan bahwa ibadah adalah ketaatan kepada Allah dengan menjalankan apa yang diperintahkan dan menjauhi perkara yang dilarang.
  3. Secara umum ibadah adalah setiap nama yang mencakup segala hal yang dicintai Allah baik berupa ucapan maupun perbuatan  yang nampak maupun yang tidak nampak.

Macam-Macam Ibadah
  1. Ibadah Lisaniyah (perkataan/ ucapan), Contoh : dzikir, tilawah Qur’an, menjaga lisan, berkata benar, dll.
  2. Ibadah Jasadiyah (Fisik), Contoh : sholat, zakat, shoum, jihad, dll
  3. Ibadah Qolbiyah (hati), Contoh : rodja, khouf, sabar, tawakal, mahabah, ikhlas dll.

Rukun Ibadah
Imam Ibnu Qoyyim (dalam kitabnya), menyebutkan bahwa ibadah dibangun atas dua hal, yakni:
1.    Al-hubbu al kamil (Kecintaan yang sempurna).
Artinya ketika kita melakukan Ibadah maka ibadah tersebut haruslah menunjukkan rasa kecintaan dengan sempurna (total/fokus) hanya untuk Allah, tidak untuk selainnya.
Dalil:

Allah berfirman,
"Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS. At-Taubah 9: 24)

 "Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat lalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal)." (QS. Al-Baqarah 2: 165)

2.  Ketundukan secara sempurna
Melapangkan hati untuk menerima hukum-hukum dan ketentuan Allah.
Dalil :
Allah ta’ala berfirman dalam beberapa ayat Al-Qur’an mengenai hal ini, diantaranya:
 
"Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya." (QS. Al-Baqarah 2: 60)

 "Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu." (QS. Al-Baqarah 2: 61)


"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (QS. Al-Baqarah 2: 65)

 Mengenai hal ini Imam malik mengatakan bahwa segala hal yang diibadahi (baik hanya dengan niat ataupun perbuatan) selain Allah dinamakan Thagut.

Syarat-Syarat Ibadah
Ada 2 syarat diterimanya ibadah seorang hamba kepada Rabb-nya.
1.    Niat Ikhlas hanya ditujukan kepada Allah ta’ala
Dalil :
Allah berfirman mengenai hal ini dalam ayat al-Qur’an berikut:

"Katakanlah: "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa". Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya". (QS. Al-Kahfi 18: 110)

2.    Mengikuti Sunnah Rasul (I’tiba’ Rasul)
Banyak dalil Al-Qur’an dan sunnah yang memerintahkan manusia (umat muslim) untuk mengikuti Rasul, baik dalam ibadah maupun segala aspek dalam kehidupan, diantaranya:
  • QS. An-Nisa 4 : 115
  • QS. Al-Maidah 5: 104
  • QS. Al-A’raf 7 : 157-158
  • QS Al-Ahqaf 46 : 9
  • Hadits : “an ummil mu’miniin ummi ‘abdillah ‘Aisyah radhiallahuanha qoolat: “Qoola Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Man ‘amila ‘amala laysa ‘alayhi amrunaa fahuwa roddu” (HR. Muslim)
 Syaikh Utsaimin rahimahullah menambahkan syarat yang juga harus dilakukan seseorang dalam beribadah yakni bersungguh-sungguh dan tekad yang kuat.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Seorang mukmin yang kuat lebih dicintai dari mukmin yang lemah, meskipun pada keduanya terdapat kebaikan.”

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
اِحْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وِاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلا تَعْجَزْ
“Bersemangatlah untuk meraih segala hal yang bermanfaat bagimu. Mintalah pertolongan Alloh dan jangan menjadi lemah.” [HR. Muslim no.2664] 

Maka dalam beribadah pun dibutuhkan kesungguhan seorang hamba dalam melaksanakannya, agar meraih kesempurnaan dan kecintaan Allah dalam ibadahnya.

Urgensi dan Peranan Ibadah
Dalam kitab Majmu’ Tauhid ada sekitar lima belas poin, namun yang akan dibahas hanya 6 poin saja, yakni:
1. Ibadah merupakan tujuan pokok diciptakannya jin dan manusia di muka bumi (QS. Adz-zariyat 51: 56)
2. Ibadah adalah tujuan utama diutusnya para nabi dan Rasul. Dalil : QS An-Nahl 16 : 36
3. Ibadah adalah aktivitas hidup para malaikat. (QS. Al-Anbiya 21: 19-20)
4. Ibadah merupakan sifat penduduk jannah. (QS. Al-Insan 76 : 6)
5. Ibadah dapat menyelamatkan diri dari bujuk rayu syaitan (QS. Al-Hijr 15 : 42)
6. Ibadah adalah sarana untu mendekatkan diri kepada Allah (QS. Al-Anbiyaa’ 21: 73)

Dasar-Dasar Ibadah
1.  Al-Hubbu (kecintaan)
Ibnu Qoyyim rahimahullah menjelaskan wujud kecintaan kepada Allah sebagai berikut:
-          mencintai apa yang dicintai oleh Allah
-          membenci apa yang dibenci oleh Allah
-          mencintai orang yang dicintai Allah
-          membenci orang yang dibenci Allah

2. Al-Khouf  (Rasa Takut)
Ibnu Mas’ud radiallahu ‘anhu berkata dalam sebuah atsar,
“Cukuplah dengan ilmu orang itu akan takut kepada Allah dan cukuplah orang yang bodoh itu akan ingkar kepada Allah”

Imam Syafi’i mengatakan bahwa “Ilmu itu mengantarkan seseorang takut kepada Allah”
Takut apabila melanggar perintah dan mengerjakan larangan Allah bahkan khawatir kalau-kalau semua amalannya tidak bernilai apapun di sisi Allah.

3. Ar-Roja (Bentuk harap)
Selain hubb dan khouf dalam beribadah harus juga dibarengi dengan rasa roja (penuh harap) bahwa Allah akan menerima ibadah hamba, akan diterima taubat, dan akan diampuni dosa-dosanya, Semata karena rahmat yang Allah berikan buka karena amalnya saja. Maka ketiga hal tersebut harus ada sebagai dasar dalam melakukan ibadah kepada Allah.

Kaidah Dalam Ibadah
Ibadah sifatnya adalah tauqifiyah (berdasarkan wahyu) dari Al-Qur’an dan sunnah bukan hasil karangan/ buatan/ modifikasi akal manusia.
Dalam kaidah Ushul Fiqih:
“Hukum asal Ibadah adalah haram, kecuali ada dalil yang memerintahkannya. Sementara hukum asal muamalah (non ibadah) adalah boleh kecuali ada dalil yang melarangnya”

Jadi dalam rangka beribadah kepada Allah tidak lah benar jika kita menanyakan dalil pelarangannya, maka yang tepat adalah kita mencari tahu dalil yang memerintahkan ibadah tersebut baik yang mencakup tatacara, gerakan, lafadz, waktu, ketentuan, dan bilangannya. Semuanya harus berdasarkan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah sebagai pembawa risalah yang diutus oleh Allah. Jangan terbalik!!

Sikap Kaum Muslimin Terhadap Ibadah
Ada 3 Sikap:
1.    Meremehkan Ibadah
Mereka menganggap remeh, mengurangi atau bahkan membatasi ruang lingkup ibadah, misalnya ibadah itu hanya dimasjid saja, kalau sudah diluar itu  seperti di kantor, di sekolah, di pasar, di jalan dll maka itu tidak termasuk dalam rangka beribadah. Padahal Islam adalah agama yang sempurna mengatur seluruh aktivitas kehidupan manusia dari mulai bangun tidur sampai tidur lagi (bahkan untuk urusan seperti tidur, bangun tidur, tata cara makan, berpakaian, bercermin, mandi, buang air, duduk, bekerja, berbicara, bercanda, bermain, belajar, bersafar, berjalan, bergaul, mengurus rumah tangga, dll, semua sudah ada aturan/ adab-adab yang begitu indah yang dicontohkan oleh Rasulullah bagi yang ingin mencari tau dan mencontohnya). Oleh karena itu semua aktivitas kehidupan manusia (24 jam) bisa bernilai ibadah jika dilakukan dengan syarat-syarat yang telah disebutkan.

2. Terlalu Ekstrim (berlebih-lebihan/ ghulu’)
Sikap yang ini adalah menambah-nambahi ibadah yang sebenarnya tidak dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.

3. Sikap Pertengahan
Maksud pertengahan adalah beribadah sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah yang dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, tanpa mengurangi dan menambah-nambahi.

Penutup
Demikian sedikit dari ringkasan ilmu yang sempat tercatat saat dauroh dengan tema Ibadah. Masih banyak kekurangan dalam catatan ini terutama untuk penjelasan dan contoh-contoh realistik yang disampaikan oleh penyampai serta pertanyaan-pertanyaan para peserta dauroh yang tidak bisa dipublish dalam tulisan ini.

Semoga Allah memberikan taufiq kepada kita dan melapangkan hati-hati kita untuk menerima setiap kebenaran dari Al-Qur’an dan sunnah serta mengamalkannya dalam kehidupan. Barakallahufikum

Wallahu a’lam bishowab.