Ukhuwah Islamiyah adalah
bagian dari ajaran Islam yang begitu indah dan penuh berkah. Ukhuwah merupakan
nikmat Allah yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman. Nikmat ukhuwah
ini tidak terbatasi oleh suku, negara, ras, partai, organisasi dan berbagai
ikatan keduniaan lainnya. Ia murni ikatan cinta karena Allah saja. Oleh karena
itu tidak boleh ada yang membatasinya dengan wilayah maupun organisasi. Selama
seseorang berpredikat muslim maka ia adalah ikhwah fillah yang layak mendapat
hak-hak persaudaraan yang telah diatur dalam Islam.
Dengan ukhuwah Islamiyah seperti
ini terbukti telah mempersatukan manusia yang mempunyai latar belakang yang
begitu beragam, meninggikan derajat manusia yang tertindas dan menciptakan
kehidupan yang harmonis, rukun dan aman (sesuai dengan fitrah manusia). Islam
pada awal masa dakwah di Makkah hingga masa jaya khilafah Islamiyah selama
beberapa abad (Masa Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam, khulafaur raasyidin, khilafah Umawiyah, Khilafah
Abbasiah, dan Khilafah Utsmaniah, dengan total masa + 1000 tahun lebih) telah
menyatukan berbagai bangsa suku dan klan yang memiliki latar belakang geografis,
demologis, ekonomi, budaya, bahasa dan pendidikan yang berbeda-beda.
Betapa bangsa Arab di
Jazirah Arab, bangsa Syam, bangsa Turki, bangsa Persia, bangsa Asia Tengah,
bangsa Afrika, dan lainnya menyatu sebagai satu bangsa, bangsa MUSLIM. Tidak
ada perbedaan dan kesenjangan diantara mereka, karena memang semuanya merasa
sebagai saudara seiman.
Mari sejenak kita rasakan
kenikmatan ini (walaupun hnya bisa dibayangkan saja) seandainya kita berada di
jaman itu, Apabila seorang muslim di Maroko, misalnya berpergian ke Syam, maka
ia akan mendapatkan kemudahan penginapan, jamuan, jaminan keamanan dan kebutuhan-kebutuhan
lainnya dari seluruh umat Islam di berbagai daerah dan negeri-negeri yang ia
lalui dan kunjungi. Bukan karena ia seorang penguasa yang berkantong tebal,
melainkan semata-mata karena ia adalah seorang muslim yang harus diperlakukan
sebagai saudara sendiri oleh seluruh umat Islam yang bertemu dengannya (sesuai
dg yang telah Allah perintahkan bagi setiap muslim terhadap saudara seiman),
meski sebelumnya mereka tidak pernah bertemu dan belum saling kenal. Seandainya
Ia kehabisan bekal dalam perjalanan pun, ia tak perlu khawatir. Toh baitul mal
umat Islam telah menyediakan dana zakat untuk musafir seperti dirinya, sehingga
ia tetap akan sampai di rumahnya kembali dengan selamat, tanpa harus menanggung
hutang satu rupiah pun.
Ke negri Muslim manapun ia berpergian, ia tak perlu
mengeluarkan uang yang sangat banyak + sistem yang berbelit-belit untuk
mengurus visa, paspor, dan surat-surat kelengkapan resmi lainnya. Karena muslim
adalah saudara, ke negeri muslim manapun ia berpergian. Tidak ada sekat batas
teritorial di antara negeri-negeri muslim. Kewarganegaraan mereka adalah
muslim, apapun negeri yang mereka huni; Mesir, Hijaz, Syam, Turki, India, atau
Uzbekistan sekalipun. Itulah wujud ukhuwah Islamiyah pada masa tegaknya syari’at
Islam di sepertiga muka bumi; Afrika Utara, Afrika Timur, Asia Barat Daya, Asia
Tengah, Aseia Selatan, Sebagian Eropa Barat, Eropa Timur dan Rusia.
Ketika negara-negara
Imperialis Eropa mulai menjajah dunia islam pada abad 17-20M, yaitu pada masa
kemuduran dunia Islam, maka ukhuwah Islamiyah merupakan salah satu bagian dari
syar’at Islam yang paling gencar dihancurkan oleh penjajah Eropa. Untuk tujuan
itu mereka melakukan siasat-siasat licik yang samar dengan nama-nama dan
slogan-slogan palsu seperti nasionalisme, materialisme, sekulerisme,
liberalisme, dan humanisme. Yang pada hakikatnya bertujuan untuk memecah-belah
umat Islam dunia dalam kotak-kotak negara kecil yang dipisah-pisahkan oleh
batas-batas teritorial yang samar-samar. Akibatnya, dibelakang hari kerap kali
menimbulkan perpecahan dan perang saudara sesama umat Islam yang
mengatasnamakan ‘patriotisme’ dan ‘harga diri bangsa’ (na’udzubillah).
Materialisme semakin
memecah-belah persaudaraan umat Islam. Umat Islam diajak untuk bersaudara dan
bekerjasama dengan orang-orang yang mampu memberikan keuntungan secara materi,
walau mereka adalah orang-orang kafir yang memerangi Islam sekalipun.
Sebaliknya materialisme menghalangi umat Islam untuk membina hubungan dengan
umat Islam lainnya, selama tidak ada keuntungan duniawi yang bisa diraih dari
hubungan tersebut.
Sekularisme menelanjangi
umat Islam dari pakaian ‘syari’at’ yang mereka kenakan selama ini. Sekularisme
membiarkan umat Islam melaksanakan sholat, shaum, zakat, dan haji. Tapi urusan
politik, ekonomi, kebudayaan, pendidikan, militer, dan bidang-bidang kehidupan
lainnya harus dipastikan steril dari aturan syari’at. Maka muncul bapak haji
berdasi yang menekuni ekonomi ribawi, menerapkan demokrasi sekuler Barat,
tunduk pada tuan besar AS dan sekutu-sekuunya. Mereka memperjuangkan hak
laki-laki dan perempuan, muslim dan non muslim, dalam semua bidang kehidupan
(yang sudah sangat jelas Allah menetapkan ketidaksamaannya) Inilah salah satu
bentuk penentangan terselubung atas hukum Ilahyah (na’udzubillah). HAM versi
Nashrani dan Yahudi Internasional dijunjung tinggi-tinggi, sementara syari’at
Islam (yang berasal langsung dari Allah
pemilik alam semesta) dikebiri dan pembela-pembelanya diperangi dan dihujani
dengan propaganda dan fitnah. Mereka bersaudara dan bekerja sama (baca:
memperbudakkan diri sendiri) dengan bangsa-bangsa yang oleh Allah dan Rasulnya
ditegaskan sebagai MUSUH ABADI; dan terbukti telah menjajah dan menzalimi umat
Islam selama tidak kurang dari empat abad. Inilah nasib ukhuwah Islamiyah pada
tataran keumatan secra Internasional. Lalu bagaimana dengan ruang lingkup yang
jauh lebih kecil lagi. Tak sanggup jari-jari menguraikannya.
Semoga Allah memperbaiki
keadaan kaum muslimin. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa. Aamiin.
Wallahua’lam bi showab.
[Diketik ulang dengan
beberapa penambahan redaksional dari Buku “Mizanul Muslim” Jilid I Cetakan ke III Bab VIII Mizanul Ukhuwah, halaman 521-522,
Karya Abu Ammar Abu Fatiah Al Adnani]