Senin, 16 April 2012

Wanita Berjilbab VS Wanita Pesolek

Buku Karya : Ibrahim bin Fathi bin Abd Al-Muqtadir
Judul Asli : Munazharah Mubhijjah Baina Muhajjabah wa Mutabarrijah
Penerbit: Dar Al-Aqidah
Penerjemah : Khasan Aedi,ss.

PERSEMBAHAN

·         Untuk orang yang mengira pohon besar Islam telah layu dan minuman lezatnya telah mengering , dan mengira bahwa jilbab ketinggalan zaman...

Jangan siapkan kain kafanku, hai pencelaku
Sungguh aku terikat janji dan konvensi dengan fajar

·         Untuk cucu-cucu ideologis Asma’ dalam mengemban kesopanan, kesucian, dan kemurnian.
·         Untuk wanita-wanita suci, yang murni, bertakwa dan menjaga diri
·         Untuk wanita-wanita yang mengikuti jejak Nasibah yang antusias menutup diri seantusias Ummu Salamah
·         Untuk setiap wanita yang takut kepada Tuhannya, lantas menutup tubuhnya dan menjaga kehormatannya.
·         Untuk wanita-wanita yang terpesona dengan hiasan-hiasan palsu dari Barat dan Timur
·         Untuk wanita-wanita yang silau dengan peradaban orang-orang terbelakang
·         Untuk setiap wanita yang membangkang kepada Tuhannya dan merobek tabir penutup ruang khususnya, lalu keluar dari rumah dengan berpakaian namun telanjang, sembari berjalan melenggak-lenggokkan kaki dan tubuhnya dengan menebar pesona fitnah.
·         Kepada setiap wanita yang bersemangat menjaga kehormatan umat dan harkat wanita-wanitanya, ingin kami katakan :
Kujaga kehormatanku dengan hartaku
Dan tak akan ku mengotorinya
Sebab tidak ada keberkahan dari Allah setelah kehormatan

Untuk mereka semua kami lontarkan teriakan peringatan dan kami persembahkan buku ini. Semoga Allah membukakan jiwa mereka untuk menerima karya ini Aamiin.
Abu Ismail

PENDAHULUAN

Jilbab

Jilbab adalah titel bagi sekumpulan hukum-hukum sosial yang berhubungan dengan posisi wanita dalam sistem Islam yang disyariatkan Allah agar menjadi benteng yang kokoh yang mampu melindungi kaum wanita, menjadi pagar dan menjadi framework yang mengatur fungsi wanita sebagai pelahir generasi, pembentuk umat masa depan dan lebih lanjut sebagai penyumbangsih kemenangan dan kekokohan Islam di muka bumi.

Syarat-Syarat Jilbab

Ada beberapa syarat wajib yang harus dipenuhi agar pakaian bisa disebut hijab/ jilbab syar’i, antara lain:
1.    Menutupi seluruh tubuh (QS. Al-Ahzab(33): 59)
2.   Terbuat dari bahan kain yang tebal dan tidak tipis menerawang, karena tujuan hijab adalah menutupi sehingga jika tidak menutupi maka ia tidak disebut hijab, mengingat ia tidak bisa mencegah pandangan mata orang lain.
3.    Tidak menjadi hiasan by desaign atau overdecorated dengan berbagai warna menyolok yang membuat mata melirik. (QS. An-Nur(24):31). Jika busana hijab sudah berubah fungsi menjadi hiasan by desaign, maka ia tidak boleh dipakai dan idak dapat dinamakan hijab, karena hijab adalah busana yang menutupi perhiasan dari (pandangan) orang lain.
4.     Longgar, tidak ketat, tidak memperlihatkan lekuk-lekuk badan, tidak menonjolkan aurat, dan tidak memperlihatkan bagian-bagian tubuh yang memancing fitnah/ pesona seksual.
5.   Tidak disemprotkan parfum yang dapat membangkitkan gairah lai-laki. Hal ini didasarkan hadits Nabi saw. “Sesungguhnya apabila seorang wanita memakai parfum, kemudian melintas dihadapan kaum laki-laki agar mereka mencium aromanya, maka ia adalah wanita pezina” 1
6.    Tidak menyerupai busana laki-laki. Ini didasarkan pada Hadits Abu Hurairah ra. Nabi melaknat laki-laki yang berpakaian ala busana wanita dan wanita yang berpakaian ala pakaian laki-laki.”2 semoga Allah menyelamatkan kita dari mereka.
7.   Bukan pakaian kebesaran. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw: “Barangsiapa yang mengenakan busana kebesaran di dunia, maka Allah akan mengenakan pakaian kehinaan di hari kiamat, dan menyalakan api di dalamnya.”3. Adapun yang dimaksud pakaian keb esaran adalah pakaian yang dimaksudkan untuk mrncari ketenaran dan reputasi di tengah masyarakat, baik busana mahal yang dipakai untuk memamerkan kekayaan ataupun  busana gembel yang dipakai untuk dinilai zuhud dan riya’
8.   Tidak mirip dengan pakaian wanita kafir. Hal ini didasarkan sabda Nabi: “Barangsiapa meniru-niru (menyerupai) suatu kaum, maka ia adalah bagian dari mereka4

Kebiasaan

Suatu hari, sebagaimana kebiasaannya setiap minggu, ukhti Aisyah bersama sang suami, Akhi Muhammad –semoga Allah menjaga keduanya- pergi mengunjungi keluarganya. Dan sebelum keluar rumah ia berdiri di depan cermin untuk memperhatikan penampilan dirinya dan memperhatikan busana yang ia kenakan untuk bertemu dengan orang.

Ia berdiri di depan cermin bukan untuk memakai kosmetik, manicure, maupun olesan-olesan penghias lainnya yang membangkitkan nafsu, na’udzubillah. Ukhti Aisyah bukanlah sosok demikian. Sepanjang pengetahuan kami, ia berkomitmen menjaga keislamannya, sebagaimana wanita-wanita mulia di masa lalu selalu menjaga sifat malu, iffah dan wibawa. Ia berdiri dicermin untuk mengencangkan hijabnya , ia berdiri di depan cermin untuk melihat apakah masih tersisa perhisannya yang haram dilihat oleh orang lain.

Ia berdiri di depan cermin untuk melihat apakah pakaian yang dipakainya diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya.

Ia berdiri di depan cermin untuk merealisasikan firman Allah soal pakaian, dalam QS. Al-Ahzab (33): 59. Ia berdiri di depan cermin untuk menghindarkan dirinya dari larangan Alla, dalam QS. Al-Ahzab (33) : 33.

Ia berdiri di depan cermin untuk mempersiapkan dirinya keluar dengan penampilan terbaik, dimana seharusnya wanita muslimah keluar dengan penampilan demikian.

Ketika ia yakin bahwa pakaian yang dikenakannya secara syariat benar. Ia pun lantas memasrahkan dirinya kepada Tuhan dan keluar dari rumahnya. Tidak lupa ia memanjatkan doa keluar rumah, seperti yang diajarkan Rasulullah saw.
“Dengan meneyebut nama Allah. Aku berserah diri kepada Allah. Tidak ada daya dan upaya dari Allah. Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepadamu agar jangan sampai tersesat atau disesatkan, tergelincir atau digelincirkan, berbuat zalim atau dizalimi, dan membodohi atau dibodohi.”5

Ia tidak lupa melafalkan doa tersebut karena ia sadar dan percaya bahwa bila doa tersebut diucapkan saat keluar rumah, maka ada yang berkata “Engkau diberi petunjuk, dicukupi dan dilindungi”. Setan akan meninggalkannya. Apabila ada setan lain yang akan mengganggunya atau membisikkan keburukan kepadanya, maka setan yang pertama tadi akan berkata, “bagaimana kamu akan mengganggu Aisyah, padahal ia telah diberi petunjuk, dicukupi dan dilindungi.”

Setelah mengucapkan doa ini, Aisyah pun keluar dari rumahnya dalam penjagaan Allah ditemani suaminya menuju rumah keluarganya.

Perjumpaan 
Begitu kendaraan umum datang, Aisyah dan suaminya langsung naik. Di dalam secara tidak sengaja ia bertemu dengan teman lamanya. Di dalam secara tidak sengaja ia bertemu dengan teman lamanya, Layla yang melanjutkan studinya di sekolah umum yang bercampur baur antara pria dan wanita (coeducation), berbeda dengan Aisyah yang memilih sekolah khusus wanita. Ayahanda Aisyah –semoga Allah merawat dan melindunginya- adalah sosok yang taat beragama. Ketika ia telah menstruasi dan memulai masa kedewasaannya, ia dipingit di rumah. Ia pun mampu menyelesaikan hafalan al-Qur’annya dan sebuah kitab fikih dengan bimbingan orangtuanya. Kemampuan baca dan pengetahuannya selalu mengalami kemajuan hingga ia dikaruniai seorang suami saleh dan berkecukupan. Ia menikah dan melahirkan lima orang anak. Sementara Layla yang suka bersolek dan menjadi wanita karier masih belum menikah.

Layla selalu menghabiskan waktu sejam penuh duduk di depan cermin. Ia duduk di depan cermin tidak untuk melakukan apa yang dilakukan oleh Aisyah. Akan tetapi ia berdiri di depan cermin hanya untuk memilih jenis kosmetik yang sesuai dengan warna gaunnya. Ia berdiri di depan cermin untuk memilih jenis pantofel yang selaras dengan celana jeans barunya.

Ia berdiri di depan cermin untuk memilih gaya sisiran rambutnya yang lembut dan panjang, yang begitu ia sayang dan perhatikan betul perawatannya.

Ia berdiri di depan cermin untuk memilih satu di antara sekian jenis celana ketat dan menempel dengan kulit.

Ia berdiri di depan cermin seolah-olah ia hendak pergi untuk menari di panggung.

Baru setelah melakukan bermacam proses untuk mempercantik dirinya ini, ia akan keluar dari rumahnya. Kesibukan mengurusi dirinya pun membuatnya lupa untuk memanjatkan doa keluar rumah sebagaimana yang biasa diucapkan Aisyah –semoga Allah merawat dan melindunginya-

Begitu keluar, setan langsung membuntutinya. Ia pun menjadi objek mata-mata liar, menjadi fokus pandangan-pandangan nista, dan menjadi tumpahan dambaan hati para lelaki hidung belang.
Ia keluar dengan perhiasan yang sempurna lengkap dengan kegenitannya agar setiap orang melihatnya tertarik dan mengaguminya tanpa mau menundukkan pandangan darinya, sehingga mereka pun beroleh dosa satu, sementara ia sendiri memanen dosa sejumlah orang yang memandanginya.

Ketika melihat daging terbuka yag ditampilkan teman lamanya, Layla, di hadapan laki-laki hidung belang dan mata-mata jelalatan penuh nafsu, Aisyah merasa sangat sedih dengan temannya yang ia lihat begitu jatuh dan turun dari level kehormatan diri dan kemanusiaan ke level kenistaan yang tidak sesuai dengan kapasitasnya.

Tekad dan Niat

Aisyah bertekad mengingatkan teman dan saudaranya seiman, Layla, akan Allah dan bersumpah kelak di hadapan –Nya. Ingin ia ingatkan kepadanya bahwa seorang wanita tidak boleh keluar rumah dengan rupa seperti itu. Ia tidak boleh memperlihatkan perhiasan yang terbuka, tubuh yang bahenol, rambut yangpanjang, kecuali kepada suami atau mahramnya. Ia pun bertekad kuat untuk menegurnya.
Setelah sedikit berbasa-basi, maka terjadilah dialog berikut ini:

Aisyah : Ukhti Layla, kita, kaum wanita, kelak akan menjadi ibu yang mengasuh anak-anak. Kita adalah pencipta generasi dan garba pelahir para pahlawan, ibu orang-orang besar, dan pendidik para pemimpin terkemuka, kita adalah kebanggaan zaman, dasar bangunan dan inti masyarakat. Jika kita baik, seluruh masyarakat akan menjadi baik dan seluruh generasi akan hidup berbahagia. Namun jika kita bobrok, na’udzubillah, akan runtuhlah entitas umat Islam dan hancurlah bangunannya. Kita adalah tulang punggung bangunan di mana penopang-penopang kebaikan tegak di atasnya. Kita adalah pendidik generasi yang akan memimpin umat Islam di masa mendatang.

Karena itu, senantiasa belajar dan begadang malam unuk menuntut ilmu dmi mengharap ridha Allah dan kebahagiaan akhirat. Perlu kita camkan, Layla, di fase usia kapanpun kamu hidup dan melintasi satu jalan kebahagiaan kamu sesungguhnya tengah hidup dalam keasingan di mana kebenaran jarang dijumpai dan orang yang menapakinya pun sedikit, sementara kebodohan dan kefasikan merajalela dan beragam pula media-media pembujuk. Jalan-jalan kesesatan beraneka macam sementara kebaikan dan kebajikan begitu sedikit.

Sekarang ini kita hidup di dunia yang tidak mengacuhkan, tidak menghargai kita, dan tidak mengenalkan kebaikan dan keutamaan pada kita, sehingga praktis hanya saldo fitrah kita saja yang bisa membimbing kita ke jalan yang benar dan lurus. Ya kita kini hidup di dunia yang memusuhi kita habis-habisan dan menyesatkan kita melalui semua celah, jalan, lorong serta melalui stiap kanal kejahatan dan kerusakan. Dunia masa kini memasang perangkapnya dan mengirimkan bala tentara dan setan-setannya untuk memburu kita di setiap tempat untuk mengajak kita atas nama kebebasan yang menjadikan wanita Barat merintih (mengerang) karena bara apinya. Wanita Barat telah melihat dengan mata kepalanya sendiri kilauan palsu peradaban yang mereka banggakan.

Kini, Barat menggembar-gemborkan kepada kita wacana yang dahulu mereka serukan pada wanita mereka.  Bedanya mereka mengajak anda dengan label nama yang palsu dan gelar-gelar yang populer. Mereka dibantu oleh beragam media massa mereka pegang kendalinya dan mereka arahkan sesuka hati mereka. Mereka kampanyekan dan kibarkan mode, fashion, gaya hidup westernis, kebebasan, cinta, keindahan, seni, perhiasan dan dengan hal yang menggiurkan kewanitaan dengan segala label namanya. Semua ini adalah perangkap keji yang akan membunuh iffah kita, menciderai rasa malu kita, membahayakan kehormatan kita, mengotori harga diri dan kemuliaan kita, membunuh muru’ah kita, dan mengguncangkan akidah kita. Ia lantas melemparkan kita ke dalam lumpur-lumpur kehinaan, rawa-rawa kejahatan, dan jurang kehancuran.

Maka bangun dan waspadalah, saudaraku. Jangan terpedaya dengan label-label yang kering: mode, urbanisme, kemajuan, dan westernis. Jangan terpedaya dengan nama-nama yang bersinar dan popularitas gadungan. Niscaya kamu akan menangis dan menyesal seumur hidup dan menangis meminta bantuan, tanpa ada seorang pun yang mau membantu.

Coba kita pikir, apa yang diinginkan para pemilik dan redaktur majalah-majalah fashion, seni, film, dan sinetron, juga majalah-majalah porno yang memamerkan keindahan wanita dan menghiasi sampulnya dengan wanita-wanita asusila yang berlenggak-lenggok? Apa mereka menginginkan kebaikan kita? Apa mereka mengjari kita akhlak yang lurus dan etika yang baik? Apakah mereka ingin menunjukkan kebenaran kepada kita? Apakah mereka ingin menjaga dan memelihara agama, istiqomah, iffah, dan kehormatan kita?

Apakah mereka mengingatkan kita akan firman Allah yang hak.
Allah berfirman : Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliah yang dahulu. (QS. Al-Ahzab: 33)
Demi Tuhan, jelas tidak mungkin!

Sumpah demi Allah yang tiada Tuhan selain-Nya, saya sama sekali tidak meragukan kehalusan akhlak kamu, kebaikan etika kamu, dan kehormatan keluarga kamu. Kamu adalah teman studi saya selam sembilan tahun sekaligus kawan kecil saya. Tak pernah satu hari pun saya lihat kamu bobrok dan bejat . mengutip kata seorang penyair :
Tidak kulihat aib manusia padamu
Layaknya kelemahan orang yang mampu mencapai kesempurnaan.

Akan tetapi saudaraku, mengapa tidak kamu tutupi saja perhiasan yang menyolok ini? Agar kamu tidak menjadi objek perangsang naluri seksual laki-laki yang bisa-bisa saja terjerumus ke dalam hal-hal yang dilarang agama?!

Tidak sadarkah kamu bahwa dengan memperlihatkan perhiasanmu yang atraktif itu kamu berarti kamu telah menyalakan bara syahwat di hati para pemuda, bahkan bara syahwat di hatimu.

Berkobarnya api di perut bumi
Adalah perangsang kemarahan gunung berapi

Layla, tampaknya kamu telah menghabiskan waktu sejam penuh di depan cermin hanya untuk memakai kosmetik-kosmetik ini ya?!

Layla : Benar!

Aisyah: Demi Allah, sebagai makhluk yang diciptakan Allah untuk menyembah-Nya pantaskah kamu menyia-nyiakan waktu satu jam penuh untuk memasang kosmetik yang akan luntur begitu terkena percikan air? Untuk apa semua derita ini? Lupakah kamu akan pernyataan seorang penyair:

Hai pelayan tubuh,
Betapa menderitanya kamu melayaninya
Apakah kau cari laba?
Dalam sesuatu yang jelas-jelas rugi?
Songsonglah jiwa dan sempurnakanlah keutamaan-keutamaannya
Sebab kau menjadi manusia bukan karena tubuh,
Tetapi karena jiwa.6

Layla, saya harap kamu memperhatikan pakaian dan penampilanmu sesuai dengan syariat Allah. Jadikanlah Ummahatul Mukminin, istri-istri Nabi sebagai suri teladan bagimu.

Layla : (meregangkan tubuhnya di atas jok mobil sembari mengurai rambutnya hingga penggungnya memenuhi bangku itu) Aisyah, kamu ingin aku bersikap puritan sepertimu?!?

Aisyah: Aku tidak ingin kamu seperti itu! Lagi pula siapa yang mengatakan kalau jilbab itu puritan? Adakah seseorang yang mengatakan bahwa iffah itu kaku? Pantaskah kita menyebut jilbab yang diperintahkan Allah sebagai puritan? Kalau demikian, lalu mau disebut apa aksi tabarruj (berdandan menor), buka-bukaan, dan asusila?

Layla : (kemarahan tampak menyeringai di wajahnya) Aisyah, saya ini bukan wanita yang suka buka-bukaan maupun bertindak asusila. Ini adalah peradaban. Apa kamu tidak tahu, kita ini hidup di awal abad dua puluh satu, abad peradaban dan keterbukaan, bukan abad kemunduran dan keterbelakangan?!

Aisyah : (tersenyum simpatik) Tenang sayang. Apakah kamu percaya seperti saya bahwa Allah telah memerintahkan wanita muslimah untuk berjilbab sebagaimana yang difirmankan-Nya dalam ayat: Dan hendaklah kalian menutupkan kain kerudung ke dada mereka (QS. An-Nuur(24) : 31)

Layla: Pasti, memangnya siapa yang menyangkal ini?

Aisyah : Lalu, mana di antara keduanya yang lebih pantas kita sebut peradaban dan keterbukaan; perintah Allah ataukah kebobrokan abad dua puluh?!

Layla terdiam seribu bahasa dan tidak mampu menjawab sepatah katapun. Pernyataan itu sangat jelas dan tepat. Namun sejurus kemudian dia bersuara.

Layla : Akan tetapi, apa salahnya jika wanita seperti kita memperlihatkan kecantikan dan perhiasannya dan hidup dengan bebas di masa mudanya sambil menikmati kesenangan hidup?

Aisyah : Kita terhalang oleh sabda Nabi saw :
Pandangan sekilas adalah salah satu anak panah beracun dari sekian banyak anak panah Iblis7

Layla, setiap kamu singkap keelokan-keelokanmu dan keluar rumah, coba hitung berapa banyak laki-laki hidung belang yang memandangimu dalam sehari?!

Layla : Wah banyak sekali, sampai tak terhitung.

Aisyah : Taruhlah, kita pasang angka minimal seribu laki-laki. Bayangkanlah, Layla, setiap laki-laki yang memandangimu dan tidak menundukkan pandangannya mendapatkan satu dossa, sementara kamu mendapatkan satu dosa dari setiap lelaki, jadi jika mereka pulang dengan membawa satu dosa, maka kamu pulang dengan membawa seribu dosa. Kamu pulang setiap hari dengan memikul dosa-dosa dunia di atas kepalamu yang tidak kamu lakukan sendiri secara langsung, lalu di mana kamu hendak taruh wajahmu kelak saat menghadap Allah. Bagaimana Layla?

Layla: (gugup dan kebingunan) Benarkah apa yang kamu katakan?

Aisyah : Demi Allah saya tidak bohong!

Ketika setan menyadari bahwa Layla mulai terpengaruh dengan pernyataan Aisyah, ia segera membisikkan bahwa rahmat Allah terbuka luas.

Layla : Tuhan Maha Pengampun dan Maha Penyayang, Non. Rahmat-Nya meliputi segala sesuatu. Lalu mengapa kita mempersempit diri kita sendiri? Bukankah Allah telah berfirman : Kabarkan kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Aku-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Hijr (15): 49)

Aisyah : Layla, jangan keblinger dengan keluasan rahmat Allah. Hanya orang bodoh yang terpedaya dengan keluasan rahmat Allah. Rahmat berkonsensekuensi bahwa orang yang melakukan maksiat dan melanggar perintah Allah harus dimasukkan ke dalam neraka dan ia tidak diurus. Bukankah setelah ayat ini Allah langsung memfirmankan : Dan bahwa sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih. (QS. Al-Hijr (15): 50)

Allah juga berfirman : Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhada Tuhanmu Yang Maha Pemurah. (QS. Al-Infithar (82) : 6)

Manusia harus bersungguh-sungguh dalam beramal saleh dan mendambakan keluasan rahmat Allah, bukan dengan mengabaikan amal saleh namun mendambakan keluasan rahmat Allah.

Layla: Jangan bicara masalah jilbab sekarang. Kita kan masih muda. Baru jika sudah menikah atau berusia empat puluh tahun, kita boleh berpikir tentang jilbab dan memakainya.

Aisyah : Alangkah indahnya pernyataan itu bila ada satu hal yang menyertainya.

Layla: Apa itu?

Aisyah : Sertifikat jaminan dari Allah bahwa sebelum umur empat puluh tahun kamu tidak meninggal dunia.

Layla : Siapa yang menjamin hal itu, umur ada di tangan Allah dan kematian datang secara tiba-tiba.?

Aisyah : Jadi, bila kematian selalu datang secara tiba-tiba, maka kita pun harus mempersiapkannya setiap waktu, yaitu dengan berbusana tertutup, menjaga kesopanan dan kehormatan.

Layla : (Di kedua bibirnya terlukis senyum sinis) Jeng, soal ini belum waktunya dibicarakan. Sudahi saja pembincaraan tentang hal itu!

Aisyah : ( Nada suaranya meninggi, mengkhawatirkan keadaan Layla. Ia melihat Layla [seolah-olah] sedang menuruni jurang kecabulan dan kebobrokan dengan cepat) Sampai kapan, Layla?! Apa kamu berani menjamin umur? Ini bukan ucapan orang-orang yang bernalar sehat!

Layla: Aku berjanji akan memikirkan ucapanmu serta dialog yang manis dan indah ini, akan tetapi tidak ada yang lebih baik daripada keterusterangan.

Aisyah: Layla sayang, katakan semuanya. Saya harap dengan kemuliaan akhlakmu kamu bisa menerima dakwah orang yang mengajak kepada kebenaran dan mendengar seruan hati yang terdalam karena kamu adalah manusia yang berakhlak mulia dan keturunan keluarga baik-baik.

Layla: Aisyah, ada banyak hal yang harus dipertimbangkan karena jilbab bukan hanya pakaian semata. Ia bukan hanya busana yang menutupi badan, melainkanharus disertai dengan konsekuensi mengamalkannya (dalam bentuk perilaku). Jilbab, seperti yang telah kamu bilang adalah titel bagi sekumpulan hukum-hukum sosial yang berhubungan dengan posisi wanita dalam sistem Islam yang disyariatkan Allah agar menjadi benteng yang kokoh yang mampu melindungi kaum wanita, menjadi pagar dan menjadi framework yang mengatur fungsi wanita sebagai pelahir generasi, pembentuk umat masa depan dan lebih lanjut sebagai penyumbangsih kemenangan dan kekokohan Islam di muka bumi.

Aisyah : Ya Allah, alangkah menakjubkan pengetahuanmu! Tetapi mengapa kamu tidak berjilbab? Apa gerangan yang menghalangimu untuk berjilbab dan menundanya hingga detik ini?

Layla: Ada banyak hal, Aisyah.

Aisyah: Katakan padaku, barangkali kita bisa mendiskusikan dengan objektif agar kita dapat melihat titik kebenaran di dalamnya untuk kita ikuti. Katakan, katakan, Layla. Jangan tunda-tunda lagi. Saya tidak ingin seorang pun melihatmu dengan penampilan dan gaya seperti ini, tanpa berjilbab rapi.

Layla : Pelan-pelan, Aisyah Bus sudah mau sampai terminal. Insya Allah kita akan bertemu lagi untuk memperdebatkan hal-hal ini.

Layla lantas meninggalkan Aisyah dan turun dari bus, setelah sebelumnya ia berjanji akan bertandang ke rumah Aisyah untuk menuntaskan dialog mereka dan karena rasa cintanya telah merasuk ke dalam hati.

Seminggu setelah perjumpaan yang tidak disangka itu, tiba-tiba Aisyah dikejutkan dengan ketukan pintu di rumahnya.

Aisyah : Siapa di luar?

Layla : Layla, temanmu!

Aisyah : Selamat datang, silakan. Sungguh aku sangat bahagia dengan kunjungan ini. Mari ke ruang tamu khusus wanita.

Layla : Apa kalian mempunyai ruang tamu khusus pria dan wanita?

Aisyah : Tentu, dan begitulah seharusnya rumah muslim karena Allah mengharamkan ikhtilat (pembauran laki-laki dan wanita). Dahulu saya sering berdoa agar dikaruniai suami yang saleh yang akan membantu dan mendorong saya untuk menaati Allah. Lalu Allah pun mengaruniakan suami yang saya anggap baik dan bertakwa, serta mengaruniakan rumah yang luas dan lapang. Semuanya ini adalah karunia Allah.

Layla: Mari kita lihat-lihat tatanan rumahmu?

Aisyah: Oh, silakan, tetapi ada baiknya kamu mendapatkan hak bertamu terlebih dahulu, baru kemudian kita berkeliling (untuk melihat-lihat) rumah.

Aisyah segera menyuguhkan aneka makanan kecil kepada Layla. Ia duduk untuk memakannya sambil tidak henti-hentinya mengucapkan kata-kata yang ramah.

Layla: Setahuku, tidak ada penghormatan semacam ini yang pernah aku dapatkan dari teman-temanku maupun kerabat-kerabatku.

Aisyah: Karena menghormati tamu termasuk salah satu sifat-sifat orang mukmin. Rasullullah saw. Bersabda: Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya.8

Setelah beristirahat sejenak, dengan dipandu Aisyah, Layla mulai keliling-keliling melihat seisi rumah. Sementara tuan rumah dengan telaten menjelaskan ruangan demi ruangan di rumahnya.

Aisyah : Ruangan besar ini adalah ruang khusus untuk wanita. Di sebelahnya ada kamar mandi khusus wanita, aula dan teras. Ini wilayah khusus wanita di rumah.

Ini adalah ruang khusus anak laki-laki saya : Faris, Ahmad, dan Anas.

Sementara ini adalah ruang khusus anak gadisku : Umamah dan Ar-Rumaisha
Ini adalah beranda besar dan ujungnya ada ruang tidur. Di ruang tengah ini ada pintu menuju kamar mandi khusus. Tujuannya agar jauh dari ruang tidur anak-anak.

Adapun di sayap yang lain ada ruang tamu khusus laki-laki dewasa. Di sampingnya ada ruang makan tamu. Di sebelah ruang tamu ada kamar mandi khusus laki-laki dan perpustakaan khusus suamiku. Di sana ada buku-buku induk. Taman rumah mengelilingi rumah dari segala sudut.
Segala puji bagi Allah, penguasa alam semesta.

Layla: Alangkah indahnya rumah ini!! Ngomong-ngomong Kemana suamimu?

Aisyah: Dia sekarang sedang bekerja, dan nanti menjelang sore baru pulang.

Layla dan Aisyah kembali dan duduk di majelis untuk wanita.

Layla: Aku sangat ingin menuntaskan dialog yang kita awali di kendaraan tempo hari. Sebagai pembuka, aku ingin melontarkan pertanyaan, mengapa kita harus memperhatikan hal-hal furu’iyyah seperti ini, Aisyah?

Aisyah : Ini bukan masalah furru’iyyah, akan tetapi hal ini justru merupakan prinsip dan dasar-dasar agama Islam.

_To be continue Insya Allah_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar