Buku Karya : Ibrahim bin Fathi bin Abd Al-Muqtadir
Judul Asli : Munazharah Mubhijjah Baina Muhajjabah wa Mutabarrijah
Penerbit: Dar Al-Aqidah
Penerjemah : Khasan Aedi,ss.
PERSEMBAHAN
·
Untuk orang yang mengira pohon besar Islam telah
layu dan minuman lezatnya telah mengering , dan mengira bahwa jilbab
ketinggalan zaman...
Jangan siapkan kain kafanku, hai pencelaku
Sungguh aku terikat janji dan konvensi dengan fajar
·
Untuk cucu-cucu ideologis Asma’ dalam mengemban
kesopanan, kesucian, dan kemurnian.
·
Untuk wanita-wanita suci, yang murni, bertakwa
dan menjaga diri
·
Untuk wanita-wanita yang mengikuti jejak Nasibah
yang antusias menutup diri seantusias Ummu Salamah
·
Untuk setiap wanita yang takut kepada Tuhannya,
lantas menutup tubuhnya dan menjaga kehormatannya.
·
Untuk wanita-wanita yang terpesona dengan
hiasan-hiasan palsu dari Barat dan Timur
·
Untuk wanita-wanita yang silau dengan peradaban
orang-orang terbelakang
·
Untuk setiap wanita yang membangkang kepada
Tuhannya dan merobek tabir penutup ruang khususnya, lalu keluar dari rumah
dengan berpakaian namun telanjang, sembari berjalan melenggak-lenggokkan kaki
dan tubuhnya dengan menebar pesona fitnah.
·
Kepada setiap wanita yang bersemangat menjaga
kehormatan umat dan harkat wanita-wanitanya, ingin kami katakan :
Kujaga kehormatanku dengan hartaku
Dan tak akan ku mengotorinya
Sebab tidak ada keberkahan dari Allah setelah kehormatan
Untuk mereka semua kami lontarkan teriakan peringatan dan
kami persembahkan buku ini. Semoga Allah membukakan jiwa mereka untuk menerima
karya ini Aamiin.
Abu Ismail
PENDAHULUAN
Jilbab
Jilbab adalah titel bagi sekumpulan hukum-hukum sosial yang
berhubungan dengan posisi wanita dalam sistem Islam yang disyariatkan Allah
agar menjadi benteng yang kokoh yang mampu melindungi kaum wanita, menjadi
pagar dan menjadi framework yang
mengatur fungsi wanita sebagai pelahir generasi, pembentuk umat masa depan dan
lebih lanjut sebagai penyumbangsih kemenangan dan kekokohan Islam di muka bumi.
Syarat-Syarat Jilbab
Ada beberapa syarat wajib yang harus dipenuhi agar pakaian
bisa disebut hijab/ jilbab syar’i, antara lain:
1. Menutupi seluruh tubuh (QS. Al-Ahzab(33): 59)2. Terbuat dari bahan kain yang tebal dan tidak tipis menerawang, karena tujuan hijab adalah menutupi sehingga jika tidak menutupi maka ia tidak disebut hijab, mengingat ia tidak bisa mencegah pandangan mata orang lain.3. Tidak menjadi hiasan by desaign atau overdecorated dengan berbagai warna menyolok yang membuat mata melirik. (QS. An-Nur(24):31). Jika busana hijab sudah berubah fungsi menjadi hiasan by desaign, maka ia tidak boleh dipakai dan idak dapat dinamakan hijab, karena hijab adalah busana yang menutupi perhiasan dari (pandangan) orang lain.4. Longgar, tidak ketat, tidak memperlihatkan lekuk-lekuk badan, tidak menonjolkan aurat, dan tidak memperlihatkan bagian-bagian tubuh yang memancing fitnah/ pesona seksual.5. Tidak disemprotkan parfum yang dapat membangkitkan gairah lai-laki. Hal ini didasarkan hadits Nabi saw. “Sesungguhnya apabila seorang wanita memakai parfum, kemudian melintas dihadapan kaum laki-laki agar mereka mencium aromanya, maka ia adalah wanita pezina” 16. Tidak menyerupai busana laki-laki. Ini didasarkan pada Hadits Abu Hurairah ra. Nabi melaknat laki-laki yang berpakaian ala busana wanita dan wanita yang berpakaian ala pakaian laki-laki.”2 semoga Allah menyelamatkan kita dari mereka.7. Bukan pakaian kebesaran. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah saw: “Barangsiapa yang mengenakan busana kebesaran di dunia, maka Allah akan mengenakan pakaian kehinaan di hari kiamat, dan menyalakan api di dalamnya.”3. Adapun yang dimaksud pakaian keb esaran adalah pakaian yang dimaksudkan untuk mrncari ketenaran dan reputasi di tengah masyarakat, baik busana mahal yang dipakai untuk memamerkan kekayaan ataupun busana gembel yang dipakai untuk dinilai zuhud dan riya’8. Tidak mirip dengan pakaian wanita kafir. Hal ini didasarkan sabda Nabi: “Barangsiapa meniru-niru (menyerupai) suatu kaum, maka ia adalah bagian dari mereka”4
Kebiasaan
Suatu hari, sebagaimana kebiasaannya setiap minggu, ukhti
Aisyah bersama sang suami, Akhi Muhammad –semoga Allah menjaga keduanya- pergi
mengunjungi keluarganya. Dan sebelum keluar rumah ia berdiri di depan cermin
untuk memperhatikan penampilan dirinya dan memperhatikan busana yang ia kenakan
untuk bertemu dengan orang.
Ia berdiri di depan cermin bukan untuk memakai kosmetik, manicure, maupun olesan-olesan penghias
lainnya yang membangkitkan nafsu, na’udzubillah.
Ukhti Aisyah bukanlah sosok demikian. Sepanjang pengetahuan kami, ia
berkomitmen menjaga keislamannya, sebagaimana wanita-wanita mulia di masa lalu
selalu menjaga sifat malu, iffah dan wibawa. Ia berdiri dicermin untuk
mengencangkan hijabnya , ia berdiri di depan cermin untuk melihat apakah masih
tersisa perhisannya yang haram dilihat oleh orang lain.
Ia berdiri di depan cermin untuk melihat apakah pakaian yang
dipakainya diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya.
Ia berdiri di depan cermin untuk merealisasikan firman Allah
soal pakaian, dalam QS. Al-Ahzab (33): 59. Ia berdiri di depan cermin untuk
menghindarkan dirinya dari larangan Alla, dalam QS. Al-Ahzab (33) : 33.
Ia berdiri di depan cermin untuk mempersiapkan dirinya
keluar dengan penampilan terbaik, dimana seharusnya wanita muslimah keluar
dengan penampilan demikian.
Ketika ia yakin bahwa pakaian yang dikenakannya secara
syariat benar. Ia pun lantas memasrahkan dirinya kepada Tuhan dan keluar dari
rumahnya. Tidak lupa ia memanjatkan doa keluar rumah, seperti yang diajarkan
Rasulullah saw.
“Dengan meneyebut nama
Allah. Aku berserah diri kepada Allah. Tidak ada daya dan upaya dari Allah. Ya
Allah sesungguhnya aku berlindung kepadamu agar jangan sampai tersesat atau
disesatkan, tergelincir atau digelincirkan, berbuat zalim atau dizalimi, dan membodohi
atau dibodohi.”5
Ia tidak lupa melafalkan doa tersebut karena ia sadar dan
percaya bahwa bila doa tersebut diucapkan saat keluar rumah, maka ada yang
berkata “Engkau diberi petunjuk, dicukupi dan dilindungi”. Setan akan
meninggalkannya. Apabila ada setan lain yang akan mengganggunya atau
membisikkan keburukan kepadanya, maka setan yang pertama tadi akan berkata,
“bagaimana kamu akan mengganggu Aisyah, padahal ia telah diberi petunjuk,
dicukupi dan dilindungi.”
Setelah mengucapkan doa ini, Aisyah pun keluar dari rumahnya
dalam penjagaan Allah ditemani suaminya menuju rumah keluarganya.
Perjumpaan
Begitu kendaraan umum datang, Aisyah dan suaminya langsung
naik. Di dalam secara tidak sengaja ia bertemu dengan teman lamanya. Di dalam
secara tidak sengaja ia bertemu dengan teman lamanya, Layla yang melanjutkan
studinya di sekolah umum yang bercampur baur antara pria dan wanita (coeducation), berbeda dengan Aisyah yang
memilih sekolah khusus wanita. Ayahanda Aisyah –semoga Allah merawat dan
melindunginya- adalah sosok yang taat beragama. Ketika ia telah menstruasi dan
memulai masa kedewasaannya, ia dipingit di rumah. Ia pun mampu menyelesaikan
hafalan al-Qur’annya dan sebuah kitab fikih dengan bimbingan orangtuanya.
Kemampuan baca dan pengetahuannya selalu mengalami kemajuan hingga ia
dikaruniai seorang suami saleh dan berkecukupan. Ia menikah dan melahirkan lima
orang anak. Sementara Layla yang suka bersolek dan menjadi wanita karier masih
belum menikah.
Layla selalu menghabiskan waktu sejam penuh duduk di depan
cermin. Ia duduk di depan cermin tidak untuk melakukan apa yang dilakukan oleh
Aisyah. Akan tetapi ia berdiri di depan cermin hanya untuk memilih jenis
kosmetik yang sesuai dengan warna gaunnya. Ia berdiri di depan cermin untuk
memilih jenis pantofel yang selaras dengan celana jeans barunya.
Ia berdiri di depan cermin untuk memilih gaya sisiran
rambutnya yang lembut dan panjang, yang begitu ia sayang dan perhatikan betul
perawatannya.
Ia berdiri di depan cermin untuk memilih satu di antara
sekian jenis celana ketat dan menempel dengan kulit.
Ia berdiri di depan cermin seolah-olah ia hendak pergi untuk
menari di panggung.
Baru setelah melakukan bermacam proses untuk mempercantik
dirinya ini, ia akan keluar dari rumahnya. Kesibukan mengurusi dirinya pun
membuatnya lupa untuk memanjatkan doa keluar rumah sebagaimana yang biasa
diucapkan Aisyah –semoga Allah merawat dan melindunginya-
Begitu keluar, setan langsung membuntutinya. Ia pun menjadi
objek mata-mata liar, menjadi fokus pandangan-pandangan nista, dan menjadi
tumpahan dambaan hati para lelaki hidung belang.
Ia keluar dengan perhiasan yang sempurna lengkap dengan
kegenitannya agar setiap orang melihatnya tertarik dan mengaguminya tanpa mau
menundukkan pandangan darinya, sehingga mereka pun beroleh dosa satu, sementara
ia sendiri memanen dosa sejumlah orang yang memandanginya.
Ketika melihat daging terbuka yag ditampilkan teman lamanya,
Layla, di hadapan laki-laki hidung belang dan mata-mata jelalatan penuh nafsu,
Aisyah merasa sangat sedih dengan temannya yang ia lihat begitu jatuh dan turun
dari level kehormatan diri dan kemanusiaan ke level kenistaan yang tidak sesuai
dengan kapasitasnya.
Tekad dan Niat
Aisyah bertekad
mengingatkan teman dan saudaranya seiman, Layla, akan Allah dan bersumpah kelak
di hadapan –Nya. Ingin ia ingatkan kepadanya bahwa seorang wanita tidak boleh
keluar rumah dengan rupa seperti itu. Ia tidak boleh memperlihatkan perhiasan
yang terbuka, tubuh yang bahenol, rambut yangpanjang, kecuali kepada suami atau
mahramnya. Ia pun bertekad kuat untuk menegurnya.
Setelah sedikit berbasa-basi, maka terjadilah dialog berikut
ini:
Aisyah : Ukhti Layla, kita, kaum wanita, kelak akan menjadi
ibu yang mengasuh anak-anak. Kita adalah pencipta generasi dan garba pelahir
para pahlawan, ibu orang-orang besar, dan pendidik para pemimpin terkemuka, kita
adalah kebanggaan zaman, dasar bangunan dan inti masyarakat. Jika kita baik,
seluruh masyarakat akan menjadi baik dan seluruh generasi akan hidup
berbahagia. Namun jika kita bobrok, na’udzubillah, akan runtuhlah entitas umat
Islam dan hancurlah bangunannya. Kita adalah tulang punggung bangunan di mana
penopang-penopang kebaikan tegak di atasnya. Kita adalah pendidik generasi yang
akan memimpin umat Islam di masa mendatang.
Karena itu, senantiasa belajar dan begadang malam unuk
menuntut ilmu dmi mengharap ridha Allah dan kebahagiaan akhirat. Perlu kita
camkan, Layla, di fase usia kapanpun kamu hidup dan melintasi satu jalan
kebahagiaan kamu sesungguhnya tengah hidup dalam keasingan di mana kebenaran jarang
dijumpai dan orang yang menapakinya pun sedikit, sementara kebodohan dan
kefasikan merajalela dan beragam pula media-media pembujuk. Jalan-jalan
kesesatan beraneka macam sementara kebaikan dan kebajikan begitu sedikit.
Sekarang ini kita hidup di dunia yang tidak mengacuhkan,
tidak menghargai kita, dan tidak mengenalkan kebaikan dan keutamaan pada kita,
sehingga praktis hanya saldo fitrah kita saja yang bisa membimbing kita ke jalan yang benar dan lurus. Ya kita kini hidup di dunia yang memusuhi kita
habis-habisan dan menyesatkan kita melalui semua celah, jalan, lorong serta
melalui stiap kanal kejahatan dan kerusakan. Dunia masa kini memasang
perangkapnya dan mengirimkan bala tentara dan setan-setannya untuk memburu kita
di setiap tempat untuk mengajak kita atas nama kebebasan yang menjadikan wanita
Barat merintih (mengerang) karena bara apinya. Wanita Barat telah melihat
dengan mata kepalanya sendiri kilauan palsu peradaban yang mereka banggakan.
Kini, Barat menggembar-gemborkan kepada kita wacana yang
dahulu mereka serukan pada wanita mereka. Bedanya mereka mengajak anda dengan label nama
yang palsu dan gelar-gelar yang populer. Mereka dibantu oleh beragam media
massa mereka pegang kendalinya dan mereka arahkan sesuka hati mereka. Mereka
kampanyekan dan kibarkan mode, fashion, gaya hidup westernis, kebebasan, cinta,
keindahan, seni, perhiasan dan dengan hal yang menggiurkan kewanitaan dengan
segala label namanya. Semua ini adalah perangkap keji yang akan membunuh iffah kita, menciderai rasa malu kita,
membahayakan kehormatan kita, mengotori harga diri dan kemuliaan kita, membunuh
muru’ah kita, dan mengguncangkan
akidah kita. Ia lantas melemparkan kita ke dalam lumpur-lumpur kehinaan,
rawa-rawa kejahatan, dan jurang kehancuran.
Maka bangun dan waspadalah, saudaraku. Jangan terpedaya
dengan label-label yang kering: mode, urbanisme, kemajuan, dan westernis.
Jangan terpedaya dengan nama-nama yang bersinar dan popularitas gadungan.
Niscaya kamu akan menangis dan menyesal seumur hidup dan menangis meminta
bantuan, tanpa ada seorang pun yang mau membantu.
Coba kita pikir, apa yang diinginkan para pemilik dan
redaktur majalah-majalah fashion, seni, film, dan sinetron, juga
majalah-majalah porno yang memamerkan keindahan wanita dan menghiasi sampulnya
dengan wanita-wanita asusila yang berlenggak-lenggok? Apa mereka menginginkan
kebaikan kita? Apa mereka mengjari kita akhlak yang lurus dan etika yang baik?
Apakah mereka ingin menunjukkan kebenaran kepada kita? Apakah mereka ingin
menjaga dan memelihara agama, istiqomah, iffah, dan kehormatan kita?
Apakah mereka mengingatkan kita akan firman Allah yang hak.
Allah berfirman : Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliah yang dahulu. (QS. Al-Ahzab: 33)
Demi Tuhan, jelas tidak mungkin!
Sumpah demi Allah yang tiada Tuhan selain-Nya, saya sama
sekali tidak meragukan kehalusan akhlak kamu, kebaikan etika kamu, dan
kehormatan keluarga kamu. Kamu adalah teman studi saya selam sembilan tahun
sekaligus kawan kecil saya. Tak pernah satu hari pun saya lihat kamu bobrok dan
bejat . mengutip kata seorang penyair :
Tidak kulihat aib manusia padamu
Layaknya kelemahan orang yang mampu mencapai kesempurnaan.
Akan tetapi saudaraku, mengapa tidak kamu tutupi saja
perhiasan yang menyolok ini? Agar kamu tidak menjadi objek perangsang naluri
seksual laki-laki yang bisa-bisa saja terjerumus ke dalam hal-hal yang dilarang
agama?!
Tidak sadarkah kamu bahwa dengan memperlihatkan perhiasanmu
yang atraktif itu kamu berarti kamu telah menyalakan bara syahwat di hati para
pemuda, bahkan bara syahwat di hatimu.
Berkobarnya api di
perut bumi
Adalah perangsang
kemarahan gunung berapi
Layla, tampaknya kamu telah menghabiskan waktu sejam penuh
di depan cermin hanya untuk memakai kosmetik-kosmetik ini ya?!
Layla : Benar!
Aisyah: Demi Allah, sebagai makhluk yang diciptakan Allah
untuk menyembah-Nya pantaskah kamu menyia-nyiakan waktu satu jam penuh untuk
memasang kosmetik yang akan luntur begitu terkena percikan air? Untuk apa semua
derita ini? Lupakah kamu akan pernyataan seorang penyair:
Hai pelayan tubuh,
Betapa menderitanya
kamu melayaninya
Apakah kau cari
laba?
Dalam sesuatu yang
jelas-jelas rugi?
Songsonglah jiwa
dan sempurnakanlah keutamaan-keutamaannya
Sebab kau menjadi
manusia bukan karena tubuh,
Tetapi karena jiwa.6
Layla, saya harap kamu memperhatikan pakaian dan
penampilanmu sesuai dengan syariat Allah. Jadikanlah Ummahatul Mukminin,
istri-istri Nabi sebagai suri teladan bagimu.
Layla : (meregangkan tubuhnya di atas jok mobil sembari
mengurai rambutnya hingga penggungnya memenuhi bangku itu) Aisyah, kamu ingin
aku bersikap puritan sepertimu?!?
Aisyah: Aku tidak ingin kamu seperti itu! Lagi pula siapa
yang mengatakan kalau jilbab itu puritan? Adakah seseorang yang mengatakan
bahwa iffah itu kaku? Pantaskah kita menyebut jilbab yang diperintahkan Allah
sebagai puritan? Kalau demikian, lalu mau disebut apa aksi tabarruj (berdandan
menor), buka-bukaan, dan asusila?
Layla : (kemarahan tampak menyeringai di wajahnya) Aisyah,
saya ini bukan wanita yang suka buka-bukaan maupun bertindak asusila. Ini
adalah peradaban. Apa kamu tidak tahu, kita ini hidup di awal abad dua puluh
satu, abad peradaban dan keterbukaan, bukan abad kemunduran dan
keterbelakangan?!
Aisyah : (tersenyum simpatik) Tenang sayang. Apakah kamu
percaya seperti saya bahwa Allah telah memerintahkan wanita muslimah untuk
berjilbab sebagaimana yang difirmankan-Nya dalam ayat: Dan hendaklah kalian menutupkan kain kerudung ke dada mereka (QS.
An-Nuur(24) : 31)
Layla: Pasti,
memangnya siapa yang menyangkal ini?
Aisyah : Lalu, mana di antara keduanya yang lebih pantas
kita sebut peradaban dan keterbukaan; perintah Allah ataukah kebobrokan abad
dua puluh?!
Layla terdiam seribu bahasa dan tidak mampu menjawab sepatah katapun. Pernyataan itu sangat jelas dan tepat. Namun sejurus kemudian dia bersuara.
Layla : Akan tetapi, apa salahnya jika wanita seperti kita
memperlihatkan kecantikan dan perhiasannya dan hidup dengan bebas di masa
mudanya sambil menikmati kesenangan hidup?
Aisyah : Kita terhalang oleh sabda Nabi saw :
Pandangan sekilas adalah salah satu anak panah beracun dari sekian banyak anak panah Iblis7
Layla, setiap kamu singkap keelokan-keelokanmu dan keluar
rumah, coba hitung berapa banyak laki-laki hidung belang yang memandangimu
dalam sehari?!
Layla : Wah banyak sekali, sampai tak terhitung.
Aisyah : Taruhlah, kita pasang angka minimal seribu
laki-laki. Bayangkanlah, Layla, setiap laki-laki yang memandangimu dan tidak
menundukkan pandangannya mendapatkan satu dossa, sementara kamu mendapatkan
satu dosa dari setiap lelaki, jadi jika mereka pulang dengan membawa satu dosa,
maka kamu pulang dengan membawa seribu dosa. Kamu pulang setiap hari dengan
memikul dosa-dosa dunia di atas kepalamu yang tidak kamu lakukan sendiri secara
langsung, lalu di mana kamu hendak taruh wajahmu kelak saat menghadap Allah.
Bagaimana Layla?
Layla: (gugup dan kebingunan) Benarkah apa yang kamu
katakan?
Aisyah : Demi Allah saya tidak bohong!
Ketika setan menyadari bahwa Layla mulai terpengaruh dengan pernyataan Aisyah, ia segera membisikkan bahwa rahmat Allah terbuka luas.
Layla : Tuhan Maha Pengampun dan Maha Penyayang, Non.
Rahmat-Nya meliputi segala sesuatu. Lalu mengapa kita mempersempit diri kita
sendiri? Bukankah Allah telah berfirman : Kabarkan
kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Aku-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (QS. Al-Hijr (15): 49)
Aisyah : Layla, jangan keblinger dengan keluasan rahmat
Allah. Hanya orang bodoh yang terpedaya dengan keluasan rahmat Allah. Rahmat
berkonsensekuensi bahwa orang yang melakukan maksiat dan melanggar perintah
Allah harus dimasukkan ke dalam neraka dan ia tidak diurus. Bukankah setelah
ayat ini Allah langsung memfirmankan : Dan
bahwa sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih. (QS. Al-Hijr
(15): 50)
Allah juga berfirman : Hai manusia, apakah yang telah
memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhada Tuhanmu Yang Maha Pemurah. (QS.
Al-Infithar (82) : 6)
Manusia harus bersungguh-sungguh dalam beramal saleh dan
mendambakan keluasan rahmat Allah, bukan dengan mengabaikan amal saleh namun
mendambakan keluasan rahmat Allah.
Layla: Jangan bicara masalah jilbab sekarang. Kita kan masih
muda. Baru jika sudah menikah atau berusia empat puluh tahun, kita boleh
berpikir tentang jilbab dan memakainya.
Aisyah : Alangkah indahnya pernyataan itu bila ada satu hal
yang menyertainya.
Layla: Apa itu?
Aisyah : Sertifikat jaminan dari Allah bahwa sebelum umur
empat puluh tahun kamu tidak meninggal dunia.
Layla : Siapa yang menjamin hal itu, umur ada di tangan
Allah dan kematian datang secara tiba-tiba.?
Aisyah : Jadi, bila kematian selalu datang secara tiba-tiba,
maka kita pun harus mempersiapkannya setiap waktu, yaitu dengan berbusana
tertutup, menjaga kesopanan dan kehormatan.
Layla : (Di kedua bibirnya terlukis senyum sinis) Jeng, soal
ini belum waktunya dibicarakan. Sudahi saja pembincaraan tentang hal itu!
Aisyah : ( Nada suaranya meninggi, mengkhawatirkan keadaan
Layla. Ia melihat Layla [seolah-olah] sedang menuruni jurang kecabulan dan
kebobrokan dengan cepat) Sampai kapan, Layla?! Apa kamu berani menjamin umur?
Ini bukan ucapan orang-orang yang bernalar sehat!
Layla: Aku berjanji akan memikirkan ucapanmu serta dialog
yang manis dan indah ini, akan tetapi tidak ada yang lebih baik daripada
keterusterangan.
Aisyah: Layla sayang, katakan semuanya. Saya harap dengan
kemuliaan akhlakmu kamu bisa menerima dakwah orang yang mengajak kepada
kebenaran dan mendengar seruan hati yang terdalam karena kamu adalah manusia
yang berakhlak mulia dan keturunan keluarga baik-baik.
Layla: Aisyah, ada banyak hal yang harus dipertimbangkan
karena jilbab bukan hanya pakaian semata. Ia bukan hanya busana yang menutupi
badan, melainkanharus disertai dengan konsekuensi mengamalkannya (dalam bentuk
perilaku). Jilbab, seperti yang telah kamu bilang adalah titel bagi sekumpulan
hukum-hukum sosial yang berhubungan dengan posisi wanita dalam sistem Islam
yang disyariatkan Allah agar menjadi benteng yang kokoh yang mampu melindungi
kaum wanita, menjadi pagar dan menjadi framework
yang mengatur fungsi wanita sebagai pelahir generasi, pembentuk umat masa
depan dan lebih lanjut sebagai penyumbangsih kemenangan dan kekokohan Islam di
muka bumi.
Aisyah : Ya Allah, alangkah menakjubkan pengetahuanmu!
Tetapi mengapa kamu tidak berjilbab? Apa gerangan yang menghalangimu untuk
berjilbab dan menundanya hingga detik ini?
Layla: Ada banyak hal, Aisyah.
Aisyah: Katakan padaku, barangkali kita bisa mendiskusikan
dengan objektif agar kita dapat melihat titik kebenaran di dalamnya untuk kita
ikuti. Katakan, katakan, Layla. Jangan tunda-tunda lagi. Saya tidak ingin
seorang pun melihatmu dengan penampilan dan gaya seperti ini, tanpa berjilbab
rapi.
Layla : Pelan-pelan, Aisyah Bus sudah mau sampai terminal.
Insya Allah kita akan bertemu lagi untuk memperdebatkan hal-hal ini.
Layla lantas meninggalkan Aisyah dan turun dari bus, setelah
sebelumnya ia berjanji akan bertandang ke rumah Aisyah untuk menuntaskan dialog
mereka dan karena rasa cintanya telah merasuk ke dalam hati.
Seminggu setelah perjumpaan yang tidak disangka itu,
tiba-tiba Aisyah dikejutkan dengan ketukan pintu di rumahnya.
Aisyah : Siapa di luar?
Layla : Layla, temanmu!
Aisyah : Selamat datang, silakan. Sungguh aku sangat bahagia
dengan kunjungan ini. Mari ke ruang tamu khusus wanita.
Layla : Apa kalian mempunyai ruang tamu khusus pria dan
wanita?
Aisyah : Tentu, dan begitulah seharusnya rumah muslim karena
Allah mengharamkan ikhtilat (pembauran
laki-laki dan wanita). Dahulu saya sering berdoa agar dikaruniai suami yang
saleh yang akan membantu dan mendorong saya untuk menaati Allah. Lalu Allah pun
mengaruniakan suami yang saya anggap baik dan bertakwa, serta mengaruniakan
rumah yang luas dan lapang. Semuanya ini adalah karunia Allah.
Layla: Mari kita lihat-lihat tatanan rumahmu?
Aisyah: Oh, silakan, tetapi ada baiknya kamu mendapatkan hak
bertamu terlebih dahulu, baru kemudian kita berkeliling (untuk melihat-lihat)
rumah.
Aisyah segera menyuguhkan aneka makanan kecil kepada Layla.
Ia duduk untuk memakannya sambil tidak henti-hentinya mengucapkan kata-kata
yang ramah.
Layla: Setahuku, tidak ada penghormatan semacam ini yang
pernah aku dapatkan dari teman-temanku maupun kerabat-kerabatku.
Aisyah: Karena menghormati tamu termasuk salah satu
sifat-sifat orang mukmin. Rasullullah saw. Bersabda: Barangsiapa yang beriman
kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya.8
Setelah beristirahat sejenak, dengan dipandu Aisyah, Layla
mulai keliling-keliling melihat seisi rumah. Sementara tuan rumah dengan
telaten menjelaskan ruangan demi ruangan di rumahnya.
Aisyah : Ruangan besar ini adalah ruang khusus untuk wanita.
Di sebelahnya ada kamar mandi khusus wanita, aula dan teras. Ini wilayah khusus
wanita di rumah.
Ini adalah ruang khusus anak laki-laki saya : Faris, Ahmad,
dan Anas.
Sementara ini adalah ruang khusus anak gadisku : Umamah dan
Ar-Rumaisha
Ini adalah beranda besar dan ujungnya ada ruang tidur. Di ruang
tengah ini ada pintu menuju kamar mandi khusus. Tujuannya agar jauh dari ruang
tidur anak-anak.
Adapun di sayap yang lain ada ruang tamu khusus laki-laki
dewasa. Di sampingnya ada ruang makan tamu. Di sebelah ruang tamu ada kamar
mandi khusus laki-laki dan perpustakaan khusus suamiku. Di sana ada buku-buku
induk. Taman rumah mengelilingi rumah dari segala sudut.
Segala puji bagi Allah, penguasa alam semesta.
Layla: Alangkah indahnya rumah ini!! Ngomong-ngomong Kemana
suamimu?
Aisyah: Dia sekarang sedang bekerja, dan nanti menjelang
sore baru pulang.
Layla dan Aisyah kembali dan duduk di majelis untuk wanita.
Layla: Aku sangat ingin menuntaskan dialog yang kita awali
di kendaraan tempo hari. Sebagai pembuka, aku ingin melontarkan pertanyaan,
mengapa kita harus memperhatikan hal-hal
furu’iyyah seperti ini, Aisyah?
Aisyah : Ini bukan masalah furru’iyyah, akan tetapi hal ini justru merupakan prinsip dan
dasar-dasar agama Islam.
_To be continue Insya Allah_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar