Senin, 12 Desember 2011

CIRI-CIRI MUKHLISIN??



بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Para sahabat rahimakumullah,

Mukhlis, artinya orang yang ikhlas. Seorang dengan kualitas mukhlis adalah orang yang hatinya bersih dari keinginan memperoleh pujian. Semua perbuatannya, perkataannya, pemberiannya, penolakannya, perkataannya, diamnya, ibadahnya dan seterusnya, semata-mata dilakukan hanya untuk Allah SWT. Oleh karena itu baginya pujian orang tidak membuatnya berbangga hati, dan kekecewaan serta caci maki orang tidak membuatnya surut dari amal kebajikan. Dari deretan predikat kualitas yang dicontohkan Nabi dengan urutan Muslim, Mu'min, 'Alim (orang terpelajar), Amil (yang beramal) dan Mukhlis, maka selain mukhlis, mereka masih berpeluang mengalami kesia-siaan (halka)
Ketahuilah bahwa semakin banyak kita berharap sesuatu dari selain Allah SWT, maka semakin banyak kita akan mengalami kekecewaan. Karena, tiada sesuatu apapun yang dapat terjadi tanpa ijin Allah. Sesudah mati-matian berharap dihargai makhluk dan Allah tidak menggerakkan orang untuk menghargai, maka hati ini akan terluka dan terkecewakan karena kita terlalu banyak berharap kepada makhluk. Belum lagi kerugian di akhirat karena amal yang dilakukan berarti tidak tulus dan tidak ikhlas, yaitu beramal bukan karena Allah.

Selayaknya kita menyadari bahwa yang namanya jasa atau kebaikan kita terhadap orang lain, sesungguhnya bukanlah kita berjasa melainkan Allah-lah yang berbuat, dan kita dipilih menjadi jalan kebaikan Allah itu berwujud. Sesungguhnya terpilih menjadi jalan saja sudah lebih dari cukup karena andaikata Allah menghendaki kebaikan itu terwujud melalui orang lain maka kita tidak akan mendapat ganjarannya.

Manusia dengan kualitas mukhlis adalah orang yang paling produktif bagi dirinya, meski boleh jadi tidak diakui oleh orang lain. Sementara seorang 'alim yang 'amil (orang pandai yang banyak berbuat) tetapi tidak mukhlis adalah kontra produktif bagi dirinya, meski boleh jadi memperoleh banyak penghargaan dari masyarakat. Seorang mukhlis lebih suka menyembunyikan perbuatannya dari penglihatan orang lain, sedangkan kebalikannya yaitu orang yang riya, ia hanya mau melakukan sesuatu jika diketahui orang, atau diliput berita. Orang mukhlis berbuat sesuatu demi Alloh, sedangkan orang riya ' melakukannya demi pujian orang.


Syaikh Abdul Qadir al-Jailani rahimahullah berkata:

"Orang yang pamer itu pakaiannya bersih tetapi hatinya najis. Lahirnya baik tetapi bathinnya rusak. Taat kepada Allah itu dengan hati, bukan dengan badan. Lepaskanlah pakaian menunda-nunda hak Allah SWT....lepaskanlah pakaian syahwat, pamer, ujub, dan nifak serta kesukaanmu untuk diterima makhluk dan pemberian mereka kepadamu. Lepaskanlah pakaian dunia dan dan pakailah pakaian akhirat. Bersimpuhlah dihadapan Allah Azza wa Jalla tanpa upaya, tanpa kekuatan, dan berdiri bersama makhluk, tanpa bersekutu dengan makhluk. Jika engkau berbuat demikian, engkau akan melihat kasih sayang Allah SWT di sekitarmu, mendatangimu. Rahmat Allah, pemberian dan kenikmatan-Nya datang memelukmu.
Allah SWT berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ هُم مِّنْ خَشْيَةِ رَبِّهِم مُّشْفِقُونَ وَالَّذِينَ هُم بِآيَاتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ وَالَّذِينَ هُم
بِرَبِّهِمْ لَا يُشْرِكُونَ وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوا وَّقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَأُوْلَئِكَ
يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ

"Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut kepada Tuhan mereka. Dan orang-orang yang beriman pada ayat-ayat Tuhan mereka. Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan suatu apa pun dengan Tuhan mereka. Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan dengan hati yang takut (karena mereka tahu) bahwa mereka sesungguhnya akan kembali kepada Tuhan mereka. Mereka itu orang-orang yang bersegera dalam kebaikan, dan mereka segera memperolehnya." (Al-Mu`minuun [23]: 57-61)


Berikut kita akan memaparkan beberapa ciri-ciri muslim yang mukhlis berdasarkan ayat di atas:

Berhati-hati dalam bertindak dan berkeyakinan karena takut kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala semata. Mukmin yang begini akan selalu berpikir sebelum berbuat, karena segala perbuatannya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Subhaanahu wa Ta'ala pada hari akhir nanti. Seorang mukmin yang selalu takut kepada Allah di mana pun dia berada akan takut untuk berbuat dosa dan maksiat lahir dan batin, dilihat manusia maupun tidak. Hal ini tentu saja berbeda dengan pengawasan manusia. Lihatlah bagaimana tumbuh suburnya badan-badan pengawas terhadap beberapa instansi negara, baik badan pemerintahan maupun independen. Tetapi nyatanya hal itu tak membuat surut para koruptor dan manipulator. Bahkan, kecurangan cenderung semakin meningkat. Lihat juga bagaimana kejahatan dan kekerasan semakin merajalela di masyarakat walaupun polisi sudah mengerahkan tenaga untuk patroli di mana-mana. Itu semua karena manusia itu sangat terbatas, dan yang penting adalah bahwa manusia tidak pantas untuk ditakuti. Hanya Allah Subhaanahu wa Ta'ala semata yang patut ditakuti.

Mereka adalah orang yang beriman kepada ayat-ayat Allah Subhaanahu wa Ta'ala, ayat-ayat Alquran dan ayat-ayat kauniyah yang berupa alam semesta ini. Mereka juga memurnikan iman mereka kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala dengan tidak menyekutukan suatu apa pun dengan Allah Subhaanahu wa Ta'ala dalam hal apa pun. Karena syirik adalah dosa paling besar yang bisa menghancurkan iman dan amal seseorang. Jika dosa selain syirik masih ada kemungkinan diampuni oleh Allah Subhaanahu wa Ta'ala, bila Dia menghendaki bagi siapa yang dikehendaki-Nya, namun syirik tidak demikian. Jika seseorang mati dalam keadaan syirik tanpa taubat maka dosa syiriknya tidak diampuni-Nya.

Mereka menafkahkan dan menyedekahkan harta yang Allah karuniakan kepada mereka di jalan yang Allah perintahkan. Mereka menafkahkan itu semua karena takut akan kotornya harta mereka karena bercampur dengan hak orang lain. Mereka memberikan hak-hak fakir miskin dan yang lainnya karena takut akan pertanggungjawaban di hadapan Allah nanti. Mereka akan ditanya dari mana memperoleh harta dan digunakan untuk apa. Sifat seperti ini akan membuat orang jauh dari kekikiran dan kebakhilan. Mereka juga tidak merasa sedih dengan sedikitnya rezeki dunia, dan tidak sombong dengan melimpahnya rezeki dunia itu. Mereka sadar bahwa mereka pasti kembali kepada Allah dan bahwa apa-apa yang ada di sisi Allah Subhaanahu wa Ta'ala adalah lebih baik dari yang ada di dunia dan tak pernah habis.

Tentunya mereka adalah orang yang bersegera dan sigap dalam berbuat baik dan menyongsong kebaikan. Mereka bukanlah orang yang menunda-nunda suatu kebaikan hingga kesempatannya berlalu. Mereka sangat antusias melakukan itu semua. Dengan begitu mereka juga cepat mendapatkan hasil dari kebaikan yang mereka lakukan itu. Berbeda dengan orang-orang munafik dan kafir yang selalu sigap dan cepat untuk berbuat kemungkaran dan dosa, mereka justru akan merasa takut untuk melakukannya. Namun, apabila terlanjur melakukan mereka akan sangat menyesal dan segera bertaubat kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala. Sepertinya kalau kita perhatikan, poin-poin di atas nampak sangat sederhana dan mudah, namun pelaksanaannya tidak semudah yang dikira. Hal itu semua membutuhkan tekad dan kesabaran yang baik dan istiqamah, serta selalu saling menasihati sesama mukmin dalam melakukan perintah Allah dan menghindari larangan-Nya. Karena manusia memiliki sifat lalai dan lupa. Pada saat itu ia butuh seseorang yang mengingatkannya. Ini secara otomatis akan membangun tali silaturahim yang kokoh dan berkesinambungan. Wallahu a'lam

Salah satu ciri orang yang ikhlas adalah senang menyembunyikan amalannya bagai menyembunyikan aib-aibnya. Dan, mudah-mudahan kita menjadi orang yang ikhlas, untuk diri sendiri maupun membantu orang lain. Insya Allah kita akan jadi hamba Allah SWT yang penuh rahmat.

Syaikh Abdul Qadir al-Jailani berkata, "
Barangsiapa yang bersabar bersama Allah SWT, maka ia akan melihat kelembutannya. Barangsiapa bersabar menerima kefakiran, tentu kekayaan akan mendatanginya. Kebanyakan para nabi adalah penggembala, dan para wali adalah pengembara. Barangsiapa merasa hina di hadapan-Nya, maka Dia akan memuliakannya. Barangsiapa tawadhu’ di hadapan-Nya, Dia akan mengangkat derajatnya. Dialah Dzat Yang Meninggikan atau menurunkan derajat, Yang menetapkan dan memudahkan urusan. Tanpa DIA, kita tidak akan pernah mengenal-Nya sebab kita mengenal-Nya melalui firman-Nya. DIA-lah yang memperkenalkan diri-Nya kepada kita, baik melalui Tauhid Asma wa Sifat maupun melalui alam penciptaan-Nya. Wahai orang-orang yang menyombongkan amal mereka, alangkah naifnya engkau. Kalaulah bukan karena taufik-Nya, tentu engkau tidak akan mampu menjalankan shalat lima waktu, puasa, atau pun sabar. Kebanyakan manusia menyombongkan ibadah dan amal mereka. Mereka mencari pujian dan sanjungan manusia. Mereka senang jika dunia dan para pencintanya datang menghadap kepada mereka. Adapun yang menyebabkan mereka dalam keadaan seperti itu adalah karena mereka masih terikat oleh nafsu dan keinginan-keinginannya. Dunia memang kekasih nafsu, akhirat kekasih hati, dan Allah kekasih nurani.
"Wahai Dzat Yang Maha Esa, murnikanlah ketauhidanku untuk-Mu. Selamatkanlah kami dari makhluk. Murnikanlah kami untuk-Mu. Benarkanlah pengakuan kami dengan bukti kemurahan-Mu dan rahmat-Mu. Perbaikilah hati kami, mudahkanlah urusan kami, dan jadikanlah kesukaan kami dengan Engkau, dan kegelisahan kami dengan selain Engkau. Ya Allah, berilah kami taufik untuk mengerjakan hal-hal yang Engkau ridhai. Ya Tuhan kami, Berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar