Masalah Aktual Perjuangan Islam dari Landasan Perjuangan, Isu Terorisme sampai Bom Bunuh Diri
Bagian Kedelapan
Oleh: Abu Anas Ali bin Husain Abu Luz
Kewajiban Muslim untuk
Menghadapi Orang-orang yang Akan Merusak Keamanan Masyarakat dan
Mengintimidasi Orang-orang yang Berada dalam Keadaan Aman
Fadhilah asy-Syaikh al-‘Allamah Abdullah
bin Jibrin (Ket : Majmu' Fatawa wa Rasail, karya Syaikh Ibnu Jibrin,
bab al-‘Aqidah (Juz VIII).), ditanya, "Apa kewajiban seorang Muslim
untuk menghadapi orang-orang yang akan merusak keamanan masyarakat dan
mengintimidasi orang-orang yang berada dalam keadaan aman. Mereka
mencoba untuk merusak keamanan dan ketenteraman masyarakat Muslim? Apa
kewajiban seorang Muslim untuk menghadapi orang yang diketahui bahayanya
dan kemudaratannya terhadap masyarakat, dan ia merupakan salah satu
penyebab timbulnya masalah ini, dan ia berusaha untuk memerangi,
menghancurkan, dan memecah belah kaum Muslimin?
Jawabannya:
Tidak diragukan bahwa seorang Muslim
yang Mukmin, maka keimanannya akan membawanya untuk mencintai secara
tulus Allah, Rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, pemimpin kaum Muslimin, dan
masyarakat umumnya.
(Ket : Dari hadis Tamim ad-Dari, ia berkata bahwa
Rasulullah a bersabda, "Agama itu nasihat {ketulusan cinta}-(beliau
mengulangnya tiga kali)- untuk Allah, kitab-kitab-Nya, Nabi-Nya,
pemimpin kaum Muslimin, dan masyarakat umum." Dikeluarkan oleh Muslim,
hadis no.55.) Disadari bahwa ia berhutang kepada masyarakatnya yang
Muslim untuk memberikan cinta dan keikhlasan dalam muamalah
(berinteraksi), dan mencegahnya dari berbuat zalim, kemudharatan, serta
berbuat keburukan bagi masyarakat Muslim yang mempunyai hak atasnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لاَ بُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَ خِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
"Tidak dianggap beriman salah seorang
dari kalian, sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai
dirinya." (Dikeluarkan Bukhari hadis no.13, Muslim hadis no,45, dari
hadis Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu)
Maknanya, bahwa keimanan seorang Mukmin
akan membawanya untuk mencintai saudaranya, berbuat kebaikan kepada
mereka, serta menjauhkan keburukan dari mereka. Maka ketika salah
seorang dari mereka tidak memberi rasa aman bagi negerinya atau merusak
ketenteramannya, hal itu merupakan indikasi dari kelemahan imannya,
kurangnya penghormatannya kepada kaum Muslimin, dan hatinya dipenuhi
oleh kebencian dan kedendaman kepada negerinya dan warga negaranya.
Sifat-sifat tersebut akan
mengeluarkannya dari al-Ukhuwah ad-Diniyyah (persaudaran karena agama),
dan menjauhkannya dari sifat amanah dan dapat dipercaya. Jika ada warga
negara sampai kepada kondisi buruk seperti ini, maka kaum Muslimin
seluruhnya harus membencinya, mencegah perbuatan kejinya, berhati-hati
jangan sampai percaya kepada ucapannya, mempercayainya, dan jangan dekat
dengannya, sehubungan ia dianggap sebagai warga negara yang lumpuh. Hal
demikian karena Allah telah mengikat persaudaraan di antara kaum
Muslimin. Allah menyebutkan mereka dalam firman-Nya, "Sesungguhnya
orang-orang beriman itu bersaudara." (al-Hujurat: 10) dan firman-Nya,
"Dan jadilah kalian dengan nikmat-Nya itu menjadi bersaudara." (Ali
Imran: 103)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menguatkan hal itu dengan sabdanya, "Seorang Muslim adalah saudaranya
yang Muslim, ia tidak boleh menzaliminya, menghinanya, menyerahakannya.
Cukuplah keburukan seorang jika ia menghina saudaranya yang Muslim.
Setiap Muslim bagi Muslim lainnya adalah haram darahnya, hartanya, dan
kehormatannya." (Dikeluarkan Bukhari hadis no.2442, Muslim hadis
no.2580, dari hadis Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma.)