by : Abu Harun
Waktu
itu kurasakan berat hidup ini. Bukan dikarenakan perihnya mengais
rizki, bukan pula karena kesulitan ekonomi, dan bukan pula karena
banyaknya hutang negeri. Namun dikarenakan aku merasakan keterasingan
diri.
Masih
terngiang di telingaku bagaimana kerabat dan keluarga mengolok-olok
sunnah ketika pertama kali, dahulu, sunnah demi sunnah yang kutampakkkan
hingga aku harus mengelus dada. Dari sini aku berpikir bahwa aku harus
memiliki tempat untuk mencurahkan segala perasaanku, teman yang akan
memberikan inspirasi dan pelipur lara, dan teman untuk mau berjalan
bersama denganku di atas sunnah nabi Shallallahu’alaihi wasallam. Ya,
aku berpikir bahwa aku harus menikah.
Sebelum
menikah, aku membekali diriku dengan membeli kitab Adab Az Zifaf (Edisi
Terj. Indonesia) yang ditulis oleh Asy Syaikh Muhammad Nashiruddin Al
Albani [1]. Aku membacanya lembaran demi lembaran hingga selesai.
Keinginanku adalah pernikahanku haruslah yang Islami dan sesuai dengan
sunnah nabi, tidak ada bid’ah dan selainnya. FYI, ketika menikah aku
berusia 25 tahun dan genap 2 tahun aku mengenal manhaj salaf.
Adapun
calon istriku juga baru mengenal manhaj salaf.
Maka
insya Allah, kami yakin bahwa ketika menjalani kehidupan bersama dengan
istriku nanti, segalanya akan mudah terobati. Saling mendukung dan
saling menjaga, saling mengingatkan, dan saling memberikan motivasi
untuk menjaga iman dan amal shalih.
Namun
apa daya, ternyata bahwa pesta ini bukan hanya pestaku seorang, namun
juga dianggap menjadi pestanya keluargaku dan keluarga calon mertuaku.
Kesedihanku
luar biasa. Berkata aku di dalam hati, “Bagaimana mungkin aku bisa
menjadikan kehidupan rumah tanggaku di atas sunnah, sedangkan aku
mengawalinya dengan cara-cara yang tidak disyariatkan.”
Sebagaimana dikatakan dalam sebuah syair:
تَرْجُو النَّجَاةَ وَلَمْ تَسْلُكْ مَسَالِكَهَا إِنَّ السَّفِيْنَةَ لاَ تَجْرِي عَلىَ الْيَبَسِ
Kau dambakan keselamatan tapi engkau tak menempuh jalurnya.
Sungguh bahtera tak kan pernah berlayar di daratan.
Sungguh bahtera tak kan pernah berlayar di daratan.
Aku
tidak bisa melawan kehendak mereka, sedangkan di hati mereka terbesit
bahwa ini adalah pesta mereka juga. Mereka yang mengadakan, mereka yang
merencanakan, mereka yang membuat list undangan, mereka yang membuat
konsep, dan memang….. mereka sih yang mendanai.
Dalam keadaan situasi seperti itu, muncul dalam otakku untuk menggunakan salah satu kaidah dalam kaidah-kaidah ushul fiqih.
إذا تعارض ضرران دفع أخفهما
“Jika ada dua mudharat (bahaya) saling berhadapan maka ambillah yang paling ringan.” [2]
Maka
mulailah aku melobi keluarga, baik keluargaku maupun calon mertua dalam
setiap perkara dari rencana-rencana mereka. Tujuanku adalah memperingan
atau memperkecil perkara-perkara yang sekiranya menyelisihi syariat.
Di
antaranya adalah ketika sudah mafhum sebuah pesta penikahan pasti full
musik. Dan so pasti keluargaku menolak pernikahanku sepi tanpa musik. Ya
udah kalo gheto maka aku sarankan jangan pakai musik pop, dangdut, atau
semacamnya, tapi pakailah nasyid atau musik Islami supaya pernikahan
ini bernuansa pernikahan Islami. [3]
Maka akhirnya inilah hasil dari walimah kami:
Plan | OK / Tidak OK | Keterangan |
---|---|---|
Lamaran tidak ribet, tidak rame, tanpa ada cincin pengikat sampai hari H. | OK. | Alhamdulillah lamaran hanya bertiga (saya, ibu, dan bapak) yang datang. |
Panpel (panitia pelaksana) adalah ikhwan dan akhwat (teman-teman ngaji). | OK. | Alhamdulillah ikhwah bersedia membantu. Ketua panitia adalah kakak ipar (teman satu kampus) |
Jamuan makanan dan minuman yang sederhana (tidak mubazir). | OK. | Alhamdulillah makanan dan minuman sederhana tapi cukup sehingga tidak ada yang ndak kebagian makanan dan kue. |
Mahar (maskawin) sederhana dan ndak neko-neko, tapi berkesan. | OK. | Alhamdulillah mas kawin 1 set Kitab Tafsir Ibnu Katsir (Edisi Indonesia 8 jilid) |
Tempat duduk tamu lelaki dan wanita dipisah. | OK dan Tidak OK | Di awal hari sampai siang alhamdulillah terpisah, namun menjelang sore tatkala sebagia panpel (panitia) pulang, mulailah bercambur baur tamu lelaki dan wanita. Adapun tempat pengantin HARUS berjejer (ndak boleh pisah). |
Busana pengantin yang sesuai dengan sunnah. | OK dan tidak OK | Pertama-tama ketika akad nikah HARUS pakai pakaian adat. Menjelang sore baru boleh ganti baju pakai gamis dan jubah terserah. |
Tidak ada foto-fotoan. | Tidak OK | Di luar rencana, ternyata kerabat ada yang mendatangkan fotographer. Namun saya meminta foto sekedarnya saja ndak usah banyak-banyak moto. |
Tidak ada Shooting video | Tidak OK | ibid |
Sholat sunnah 2 rakaat setelah sah menjadi suami istri. | OK | Siiip. |
Tidak Dirias (Make up) | OK dan Tidak OK | Alhamdulillah aku tidak dirias. tetapi istri HARUS dirias. Menjelang siang ia hapus seluruh riasannya karena sholat Zhuhur. Setelah itu polos sampai akhir acara. Ploooong rasanya… |
Tidak ada acara adat | OK | Mantabs. |
Tidak ada musik. | Tidak OK. | Pernikahanku disetel musik Islami semisal nasyid dan sejenisnya |
Di
balik layar ada kakak iparku (kakaknya istri) yang berjuang dari awal
sampai akhir untuk mengurus segalanya. Beliaulah yang menjadi ketua
panitia, siang dan malam ia lalui dalam persiapan pernikahan kami.
Barokallahu lahu wajazahullahu khoiron, iapun rela untuk didahului oleh
adiknya. Ya, ia belum menikah waktu itu. Dan 2 tahun setelah kami
menikah barulah terwujudkan baginya untuk menikahi seorang akhwat,
walhamdulillah.
Demikianlah aku menikah, sulit sekali untuk mewujudkan pernikahan Islami yang betul-betul disyariatkan.
Tidak setiap dambaan seseorang akan tercapai.
Angin bertiup tidak searah dengan yang dimaukan perahu.
Angin bertiup tidak searah dengan yang dimaukan perahu.
Namun
di situ aku berjanji untuk mewujudkannya dalam pernikahan anak-anak
kami di masa yang akan datang. Ya, aku melangkahkan kakiku memasuki
gerbang rumah tangga untuk kurindukan menjalani sunnah demi sunnah dalam
kehidupan yang islami bersama keluargaku.
Dan kini Alhamdulilah aku sudah dikaruniai seorang anak lelaki yang sedang belajar abata. Wallahu a’lam.
[Tulisan ini dipersembahkan untuk Ian abuhanzhalah dalam event : Saya menulis tentang nikah…]
komentar: Salut untuk perjuangannya. Beruntunglah Istri anda. Semoga Allah memberkahi pernikahan kalian. Amiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar