Tatkala
sudah tumbuh azzamku untuk menikah, aku mulai mencari-cari dengan siapa
aku hendak menikah. Beragam nama sudah muncul di benak, namun hatiku
tertambat dengan seorang akhwat aktivis dakwah.
Aku
mengenalnya karena ia satu kampus denganku. Kami sama-sama aktifis
kampus. Aku sendiri semasa kuliah aktif di KAMMI, LDK, dan juga internal
kampus seperti MASIKA ICMI. Adapun akhwat tersebut adalah partnerku di
LDK dan KAMMI.
Ketika
aku hendak menikah Alhamdulillah aku sudah berada di atas manhaj salaf,
adapun ia masih aktif di harokah. Akupun menuliskan surat untuknya by
email ttg keinginanku untuk menikah dengannya.
Tidak
berapa lama kemudian aku mendapatkan jawaban via email, bahwa ia
menghargai kecintaanku kepadanya dan ia menolak menikah denganku dengan
alasan beda wajihah dakwah. Terjadi reply email berulang kali dengannya
dan sembari aku meyakinkan bahwa manhaj salaf adalah manhaj yang terbaik
dan aku yakin ia bisa menerima manhaj salaf. Namun ia tetap tidak ingin
menikah dengan ikhwan Salafy. Ia melihat bahwa aku sudah berubah dan
aku bukanlah seperti yang dulu ia kenal.
Laa
ba’sa. Aku menghargai keputusannya karena toh aku yakin bahwa Allah
telah mentakdirkan jodoh untukku sesuai dengan kehendak-Nya [1].
Asy Syaikh Yahya Al Hajuri Hafizhahullahu telah bersyair:
ما أريد أن يحبني حزبيون أريد أن يجبني الله ويحبني السنيون الصالحون الذي محبتهم على الصواب
Aku
tidak ingin dicintai oleh hizbiyyun, aku ingin dicintai oleh Allah
Ta’ala dan sunniy yang shalih yang kecintaan mereka itu berdasarkan
kebenaran.
Fyi,
aku hendak menikah dengannya bukan semata-semata karena aku
mencintainya, selain itu dikarenakan aku ingin menyelamatkan akidahnya
dan manhajnya untuk bersama-sama denganku berada di atas manhaj salaf.
Aku hendak mengkonversi seorang akhwat tarbiyah menjadi akhwat salafiyah
[2].
Jangan
sekali-kali engkau menikah hanya karena perasaan cinta, tapi hendaklah
dibangun di atas satu mabda’ (landsan), satu fikrah, satu visi dan misi,
sehingga mindset suami istri sudah sejalan dalam satu hati [3].
Karena
ditolak aktifis akhwat tadi, akupun beralih ke akhwat lainnya dan
qadarullah sampailah biodata akhwat yang rajin liqo,
tapi hendak bertransformasi menuju manhaj salaf. Akupun ta’aruf
dengannya. Aku katakan kepadanya:
“Aku
adalah seorang Salafy, dan tujuanku adalah hendak menjadikan rumah
tangga di atas Al Quran dan As Sunnah. Maukah engkau berjalan bersamaku
di atas manhaj salaf ini? karena sesungguhnya manhaj salaf adalah
kebenaran, engkau ndak liqo lagi, ndak mabit lagi, dan bersamaku untuk
menghadri kajian rutin dan daurah-daurah. Kita menyadari bahwa kita
dilahirkan dalam keluarga yang belum mengenal manhaj salaf sebelumnya.
Orang tua kita adalah awamunnas (orang awam) dan Alhamdulillah kita
mendapatkan hidayah ini. Untuk itu marilah kita memulai membuka gerbang
untuk anak cucu kita berada di atas aqidah yang benar dan di atas manhaj
yang benar, yaitu generasi yang paham Al Quran dan As Sunnah di atas
pemahaman Salafus Shalih.”
Alhamdulillah….
akhwat tersebut menganggukkan kepada dan bersedia. Demikianlah
hendaknya di awal pertemuan diucapkan visi dan misi dalam rumah tangga,
ikrar, dan menyatukan mindset di atas mabda’ yang sesuai dengan Al Quran
dan As Sunnah.
Sungguh,
aku sangat mencintaiku istriku ini karena ia adalah wanita yang penurut
kepada suaminya dan melayani kebutuhan suaminya, selalu bersama
suaminya baik suka maupun duka. Aku bersyukur menikah dengannya, setiap
saat ia menjadi penyejuk mataku dan ia adalah pendidik yang baik bagi
anakku. Sebagaimana dalam sebuah syair dikatakan:
لَوْ كَانَ حُبُّكَ صَادِقاً لَأَطَعْتَهُ
إِنَّ المُحِبَّ لِمَنْ يُحِبُّ مُطِيْعٌ
إِنَّ المُحِبَّ لِمَنْ يُحِبُّ مُطِيْعٌ
Sekiranya cintamu itu benar niscaya engkau akan mentaatinya
Karena orang yang mencintai tentu akan mentaati orang yang dicintainya
Karena orang yang mencintai tentu akan mentaati orang yang dicintainya
Rumah
tangga yang bahagia adalah rumah tangga As Salafiyun, yang dibangun di
atas satu visi dan misi. Dan yang dimaukan di sini adalah visi dan misi
yang diharapkan oleh penentu syariat, yang sejalan dengan Al Quran dan
As Sunnah [4]
Wallahu a’lam.
[Ini adalah tulisan ke-2 yang dipersembahkan untuk Ian abuhanzhalah dalam event : Saya menulis tentang nikah…]
____________
Footnote:
Footnote:
[1] Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ اللهَ قَدَّرَ مَقَادِيرَ الْخَلْقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ بِخَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ
“Sesungguhnya
Allah telah menentukan seluruh takdir makhluk lima ribu tahun sebelum
menciptakan langit dan bumi.” (HR. Muslim no. 2653 dari sahabat Abdullah
bin ‘Amr bin Al-’Ash Radhiallahu‘anhuma)
Dan nabi Shallallahu’alaihi wasalam bersabda,
عَنْ
أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ
الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ
أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ
ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ
الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ:
بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ
Dari
Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radiallahuanhu beliau berkata :
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menyampaikan kepada kami dan
beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan : “Sesungguhnya setiap
kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani
selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama
empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh
hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya
ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara : menetapkan
rizkinya, ajalnya, amalnya dan sengsara atau kebahagiaannya.” (Riwayat
Bukhari dan Muslim).
[2]
Lihat bagaimana gundah gulananya seorang hizbiy ikhwaniy tatkala
melihat fenomena banyaknya akhwat tarbiyah yang menikah dengan ikhwan
Salafy.
[3]
Al Imam Ibnu Katsir meriwayatkan sebuah kisah di dalam Al Bidayah wan
Nihayah tentang seorang ‘alim minal ‘ulama, zahidi minal zuhad, ‘abidun
minal ‘ibad. Seorang yang sudah merasakan nikmatnya Al Quran dan
lezatnya hadits nabi. Ibadah berpuasa, sholat malam, akhirnya dia
terfitnah dengan sebuah dosa. Ia tertarik dengan seorang wanita Nashrani
yang cantik yang mensyaratkan tidak akan menerima lamaran sebelum ia
masuk ke dalam agama Nashrani. Ia memperturutkan hawa nafsu, nikmat
dunia. Tidak menghargai hidayah yang diberikan oleh Allah Ta’ala.
Akhirnya ia menikahi wanita tersebut dan masuk ke dalam agama Nashrani.
Hal ini terjadi ketika beliau sedang berjihad di front terdepan melawan
orang-orang kafir, karena tertarik dengan wanita Nashrani ia tinggalkan
jihad. Beberapa lama kemudian kawan-kawanya yang terdahulu menemuinya
kemudan bertanya, “Wahai fulan, apakah masih ada Al Quran yang engkau
hapal? Kata lelaki ini, “Demi Allah tidak ada Al Quran pun yang tersisa
yang aku hapal kecuali satu ayat saja. Ayat tersebut adalah firman Allah
Subhanahu wata’ala,
رُبَمَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ كَانُوا مُسْلِمِينَ
“Orang-orang
yang kafir itu sering kali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya
mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim.” (Al Hijr: 2)
[4] Rumah tangga As Salafiyun dibangun di atas mindset Al Quran dan As Sunnah. Simak bagaimana indahnya rumah tangga Salafy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar