Rabu, 07 Desember 2011

Ups,,, Hati-Hati dengan kata2 'TALAK'!!

<postingan ini tindak lanjut dari hasil diskusi pada saat forum liqo>

(wajib diketahui oleh Suami dan perlu untuk Istri)

Berikut ini postingan hasil tanya jawab seputar hukum talak, agar kita sebagai muslim dapat mengetahui perkataan-perkataan apa saja yang dapat membuat jatuh talak terhadap Istri. Sebab talak adalah perkara yang dapat membuat status seorang suami tidak lagi berhak (halal) atas istrinya, demikian juga sebaliknya. Oleh sebab itu baik yang sudah menikah maupun yang belum menikah wajib mengetahui perkara ini. agar saat suami mengatakan perkataan yang mengandung makna talak, istri dapat memberi peringatan bahwa hal itu bukanlah main-main di mata Allah, demikian pula suami tidak dengan mudahnya mengatakan hal-hal yang dapat bermakna jatuh talak terhadap istri (meskipun dilakukan dalam gurauan).
Sebab masalah tersebut sangat berbahaya yang bisa merusak akad nikah, sedangkan akad nikah termasuk akad yang sangat sakral. Tidak ada akad yang paling mendapat perhatian besar dari syariat Islam kecuali akad nikah, karena akad nikah mempunyai konsekwensi hukum yang sangat banyak seperti warisan, nasab, berbesan dan masalah-masalah kemasyrakatan besar lainnya. Sehingga seseorang dianggap tidak berakal sehat apabilah harus menjatuhkan talak kepada istrinya hanya dikarenakan masalah kecil. Berapa banyak orang yang mentalak istrinya setelah itu berkeliling mendatangi para ulama meminta pendapat untuk mencari jalan keluar dan akhirnya menyesal. Nasehat saya kepada setiap kaum laki-laki agar tidak tergesa-gesa menjatuhkan talak.

Hadits dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw, beliau bersabda:
”Ada tiga hal  yang sungguh-sungguh, jadi serius dan gurauannya jadi serius (juga) yakni: nikah, talak, dan rujuk.” (Hasan: Irwa-ul Ghalil no:1826 dan Tirmidzi II:328 no:1195).


Berikut pertanyaanya:
Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Pak Ustadz, mohon nasehatnya. Saya sudah beristeri, beranak satu tapi keluarga kami tidak harmonis. Saya orangnya keras. Dulu saya suka membentak-bentak istri, dan dulu saya dengan gampangnya mengucapkan cerai ketika kami bertengkar hebat. Entah sudah berapa banyak kata cerai yang saya ucapkan. Hal tersebut terjadi karena pengetahuan agama saya dangkal. Setelah bertengkar hebat paling lama 2 minggu kamiberbaikan kembali dan pertengkaran disertai kata cerai itu terjadi berulang-ulang.
Dulu istri saya orangnya lemah lembut, jika saya bentak tidak pernah membalas. Sekarang saya kena karmanya. Saya yakin istri saya jadi dendam sama saya akibat saya suka berlaku keras sama dia. Istri saya berubah tabiatnya menjadi keras, suka melawan suami, berbohong, berhutang di mana-mana dan ujung-ujungnya diayangsekarang suka mengucapkan cerai/meminta cerai. Saya mengakui itu hasil didikan saya sehingga istri berubah jadi tidak baik. Saya menyesal saya gagal sebagai suami. Saya mengakui dulu saya adalah Islam KTP tapi sekarang pelan-pelan saya mulai belajar Islam.
Puncaknya entah kenapa istri saya marah-marah, minta cerai dan diam-diam tanpa seizin saya pulang ke orangtuanya di Jawa bersama anak kami . Akhirnya saya biarkan dia tinggal bersama orangtuanya. Saya harap istri saya dapat berpikir tenang/jernih tentang keinginannya untuk bercerai. Saya tunggu sampai satu bulan lamanya apakah ada perubahan pada istri saya ternyata dia tetap menginginkan cerai. Akhirnya setelah menunggu satu bulan buat saya berpikir dan merenung, saya putuskan SMS ke dia, isinya Saya jatuhkan talak tiga kepadamu, kita bukan suami istri lagi. Istri saya membalasnya dgn mengatakan Aku senang kamu ceraikan. Dan talak tiga ini saya pertegas lagi dengan mengatakan lewat telpon.
Pak Ustadz, akhir-akhir ini dia menyesal dan ingin rujuk kembali ke saya. Saya mengatakan itu tidak mungkin, karena dari artikel yang saya baca kalau sudah talak tiga haram hukumnya kalau kembali kecuali istri menikah dahulu dgn orang lain. Dan pernikahan itu tidak boleh main-main.
Pertanyaan saya Pak Ustadz:
1. Apakah talak tiga yang saya ucapkan itu syah? Karena saya sudah begitu banyak mengucapkan cerai ketika bertengkar sehingga tidak tahu lagi apakah itu talak satu, dua atau tiga. Hal tersebut karena waktu itu pengetahuan agama saya masih dangkal dan belum tahu akibat dari ucapan cerai tersebut. Sekarang saya begitu menyesal dengan perkataan cerai saya.
2. Jika talak tiga tersebut syah, apakah ada jalan lain untuk kami rujuk kembali tanpa istri saya menikah dengan orang lain.
3. Apakah syah talak tiga diucapkan lewat sms atau telpon? Karen a sebelum rujuk kembali saya minta istri saya untuk menanyakan kepada ustadznya yang di Jawa tentang talak tiga. Katanya tidak syah tanpa berhadapan langsung alias harus ada saksi yaitu istri saya sendiri.
Pak Ustadz, mohon ditolong dengan dijawab secepatnya karena kami ingin ada kepastian. Kami berniat jika kami dapat rujuk kembali, kami ingin membentuk keluarga sakinah. Kami telah menyesal dan ingin kembali ke jalan Allah.
Terimakasih sebelumnya Pak Ustadz.
BP
Jawaban
Asassalamu ‘alakikum warahmatullahi wabarakatuh,
Dengan sangat menyesal kami memang harus mengatakan terus terang dan secara apa adanya kepada Anda dan istri, yaitu bahwa hubungan pernikahan Anda berdua memang telah usai. Lantaran Anda sudah menceraikannya, baik pada masa lalu yang Anda sebutkan berkali-kali, maupun karena kiriman SMS dan dipertegas lagi dengan pembicaraan lewat telepon.
Kiranya semua itu sudah cukup secara syar’i memisahkan serta membubarkan pernikahan Anda berdua. Di mata Allah SWT, Anda berdua sudah bukan lagi suami istri. Bahkan Anda pun telah menyampaikan talak 3 meski hanya lewat SMS.
Kami menyarankan sekarang ini Anda sudah terlanjur basah, maka sebaiknya memang tidak perlu lagi berpikir untuk rujuk kembali. Pertengkaran Anda berkali-kali itu sudah cukup menjadi bukti bahwa perjalanan pernikahan Anda sudah tidak mungkin lagi diteruskan.
Barangkali sudah saatnya Anda berpikir sekarang ini untuk menikah lagi dengan wanita lain. Demikian juga mantan istri anda, sebaiknya dia melupakan saja kenangan pahit hidup bersama Anda selama ini dengan cara menikah dengan laki-laki lain. Barangkali Allah memang punya kehendak yang tidak terpikirkan oleh kita. Dan barangkali di balik semua itu ada hikmah rahasia yang terpendam dan tidak pernah terkuak kecuali setelah terjadi.
Sekarang ini di depan Anda terbentang jalan lapang, carilah wanita shalihah yang sesuai dengan karakter anda. Jadikan pengalaman pahit selama ini sebagai guru yang paling baik buat pernikahan kedua anda. Lupakan saja semua jalan hidup Anda selama ini dan kubur dalam-dalam.
Demikian juga dengan istri anda, sebaiknya dia segera mencari calon suami yang shalih dan cocok dengan karakternya. Agar kehidupan berikutnya akan menjadi lebih baik. Dan sebaiknya dia melupakan Anda sekarang ini. Semua kenangan itu sudah waktunya untuk dihapus dengan berumah tangga baru lagi.
Sebab yang terjadi di antara Anda berdua secara hukum syariah memang sebuah jalan satu arah yang tidak ada arah untuk berputar kembali. Bahwa Anda selama ini kurang memahami masalah hukum nikah dan berkali-kali menceraikan istri, tidak bisa dijadikan alasan dari tidak berlakunya perceraian di antara Anda berdua.
Bahwa secara hukum negara hubungan Anda dianggap masih belum cerai, lupakan saja. Sebab kalau kita mau jujur dengan syariah Islam, yang menentukan cerai atau tidaknya bukan pengadilan agama atau negara, melainkan apa yang terniat di hati suami pada saat mengucapkan kata cerai kepada istrinya. Tidak ada bedanya, apakah ucapan itu main-main atau serius. Juga tidak ada pengaruhnya, apakah seseorang paham konsekuensinya atau tidak, tetapi yang jelas secara syar’i sudah terjadi. Ikatan perkawinan itu telah terurai tanpa pernah bisa tersambung lagi.
Kecuali…
Kecuali Allah SWT Yang Maha Tahu dan Maha Mengatur berkehendak lain di masa yang akan datang. Misalnya. siapa tahu mantan istri Anda itu suatu ketika dicerai oleh suami barunya. Setelah habis iddahnya, lalu bertemu dengan Anda kembali, maka saat itu nanti Anda dimungkinkan secara syar’i untuk menikah kembali.
Tapi sekarang ini rasanya masih terlalu mengada-ada untuk berpikir kesana. Meski bukan tidak mungkin.
Semoga Allah SWT menerangi jalan hidup anda. Manfaatkan kesempatan kedua kali ini untuk Anda jalani hidup dengan sebaik-baiknya, di bawah naungan cahaya Allah. Amien Ya Rabbal ‘alamin.
Wallahu a’lam bishshawab wassalamu ‘alakikum warahmatullahi wabarakatuh 

<Ahmad Sarwat, Lc.>

N/B :
berikut beberapa pernyataan yang mengandung makna talak yang harus diketahui:
Klasifikasi Talak  

1.      Talak dilihat dari Segi Lafadz
Talak ditinjau dari segi lafadz terbagi menjadi talak sharih (yang dinyatakan secara tegas) dan talak kinayah (dengan sindiran).
  • Talak sharih ialah talak yang difahami dari makna perkataan ketika diharapkan, dan tidak mengandung kemungkinan makna yang lain. Misalnya, ”Engkau telah tertalak  dan dijatuhi talak. Dan semua kalimat yang berasal dari lafazh thalaq.
Dengan redaksi talak di atas, jatuhlah talak, baik bergurau, main-main ataupun tanpa niat. Kesimpulan ini didasarkan pada hadits dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw, beliau bersabda,  
”Ada tiga hal  yang sungguh-sungguh, jadi serius dan gurauannya jadi serius (juga) : nikah, talak, dan rujuk.” (Hasan: Irwa-ul Ghalil no:1826 dan Tirmidzi II:328 no:1195).
  • Talak kinayah, ialah redaksi talak yang mengandung arti talak dan lainnya. Misalnya ”Hendaklah engkau kembali kepada keluargamu”, dan semisalnya.
Dengan redaksi talak di atas maka tidak terjadi talak, kecuali diiringi dengan niat. Jadi apabila sang suami menyertai ucapan itu dengan niat talak maka jatuhlah talak; dan jika tidak maka tidak terjadi talak.
Dari Aisyah r.a. berkata, Tatkala puteri al-Jaun menikah dengan Rasulullah saw. dan beliau (kemudian) mendekatinya, ia mengatakan, ”’Auudzubillahi minka (aku berlindung kepada Allah darimu). Maka kemudian beliau bersabda kepadanya, ”Sungguh engkau telah berlindung kepada Dzat  Yang Maha Agung, karena itu hendaklah engkau bergabung dengan keluargamu.” (Shahih: Shahih Nasa’i no:3199, Fathul Bari IX:356 no:5254, Nasa’i VI:150).
 
Dari Ka’ab bin Malik r.a., ketika ia dan dua rekannya tidak bicara  oleh Nabi saw, karena mereka tidak ikut bersama beliau pada waktu perang Tabuk, bahwa Rasulullah saw pernah mengirim utusan menemui Ka’ab (agar menyampaikan pesan Beliau kepadanya), ’Hendaklah engkau menjauhi isterimu!” Kemudian Ka’ab bertanya, ”Saya harus mentalaknya, ataukah apa yang harus aku lakukan?” Jawab Beliau, ”Sekedar menjauhinya, jangan sekali-kali engkau mendekatinya.” Kemudian Ka’ab berkata, kepada isterinya, ”Kembalilah engkau kepada keluargamu.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari III: 113 no:4418, Muslim IV:1120 no:2769, ’Aunul Ma’bud VI:285 no:2187 dan Nasa’i VI:152).

2.      Talak Dilihat dari Sudut Ta’liq dan Tanjiz
Redaksi talak adakalanya berbentuk Munajazah dan adakalanya berbentuk mu’allaqah.
Redaksi talak munajazah ialah pernyataan talak yang sejak dikeluarkannya pernyataan tersebut pengucap bermaksud untuk mentalak, sehingga ketika itu juga jatuhlah talak. Misalnya: ia berkata kepada isterinya : ’Engkau tertalak’.
Hukum talak munajazah ini terjadi sejak itu juga, ketika diucapkan oleh orang yang bersangkutan dan tepat sasarannya.
Adapun talak mu’allaq, yaitu seorang suami menjadikan jatuhnya talak bergantung pada syarat. Misalnya, ia berkata kepada isterinya: Jika engkau pergi ke tempat, maka engkau ditalak.
Hukum talak mu’allaq ini apabila dia bermaksud hendak menjatuhkan talak ketika terpenuhinya syarat. Maka jatuh talaknya sebagaimana yang diinginkannya.
Adapun manakala yang dimaksud oleh sang suami dengan talak mu’allaq, adalah untuk menganjurkan (agar sang isteri) melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu atau yang semisalnya, maka ucapan itu adalah sumpah. Jika apa yang dijadikan bahan sumpah itu tidak terjadi, maka sang suami tidak terkena kewajiban apa-apa, dan jika terjadi, maka ia wajib membayar kafarah sumpah.
 
3.      Talak Dilihat dari Segi Argumentasi
Ditilik dari sisi ini talak terbagi kepada talak sunni dan talak bid’i
Adapun yang dimaksud talak sunni ialah seorang suami menceraikan isterinya yang sudah pernah dicampurinya sekali talak, pada saat isterinya sedang suci dari darah haidh yang mana pada saat tersebut ia belum mencampurinya.
Allah SWT berfirman, ”Talak yang dapat dirujuk dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan do’a yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (Al-Baqarah:229).
”Hai Nabi apabila kamu akan menceraikan isteri-isterimu, maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya yang wajar.” (At-Thalaq:1).

Nabi saw menjelaskan maksud ayat di atas sebagai berikut :
Ketika Ibnu Umar menjatuhkan talak pada isterinya yang sedang haidh, maka Umar bin Khattab menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah saw lalu beliau menjawab,
”Perintahkan anakmu supaya ruju’ (kembali) kepada isterinya itu kemudian teruskanlah pernikahan tersebut hingga ia suci dari haidh, lalu haidh kembali dan kemudian suci dari haidh yang kedua. Lalu jika berkehendak ia boleh menceraikannya sebelum ia diceraikan.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari IX:482 no:5332, Muslim IOI:1093 no:1471, ’Aunul Ma’bud VI:227 no:2165 dan lafazh ini adalah riwayat Imam Abu Daud, dan Nasa’i VI:138).

Adapun talak bid’i ialah talak yang bertentangan dengan ketentuan syari’at. Misalnya seorang suami mentalak isterinya ketika ia dalam keadaan haidh, atau pada saat suci namun ia telah mencampurinya ketika itu atau menjatuhkan talak tiga kali ucap, atau dalam satu majlis. Contoh, : Engkau ditalak tiga atau engkau ditalak, engkau ditalak, engkau ditalak. Hukum talak ini adalah haram, dan pelakunya berdosa. Jadi, jika seorang suami mentalak isterinya yang sedang haidh, maka tetap jatuh satu talaknya. Namun jika itu adalah talak raj’i, maka ia diperintahkan untuk rujuk kepada isterinya kemudian meneruskan perkawinannya hingga suci. Kemudian haidh lagi, lalu suci kedua kalinya. Dan kemudian kalau ia mau teruskanlah ikatan pernikahannya, dan jika ia menghendaki, ceraikanlah sebelum mencampurinya. Sebagaimana yang Nabi saw perintahkan kepada Ibnu Umar r.a..
Adapun dalil tentang jatuhnya talak bid’i ialah riwayat Imam Bukhari:
Dari Sa’id Jubir dari Ibnu Umar ra, ia berkata, ”Ia (isteriku) terhitung untukku satu talak.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no:128 dan Fathul Bari IX no:5253).
 
Al-hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari IX:353 menulis sebagai berikut :
”Sesungguhnya Nabi saw. yang memerintahkan Ibnu Umar untuk rujuk kepada isterinya dan beliau pulalah yang membimbingnya mengenai apa yang hendak ia lakukan bila ia ingin mentalak isterinya setelah suci dari haidh yang kedua. Dan manakala Ibnu Umar menginformasikan, bahwa ia telah menjatuhkan talak satu pada isterinya itu maka kemungkinan, bahwa pihak yang menganggap jatuh talak satu dari Ibnu Umar itu, selain Nabi adalah kemungkinan yang amat sangat jauh, karena dalam  kisah ini banyak perintah isyarat yang menunjuka kepada, jatuhnya talak satu itu. Bagaimana mungkin bisea dikhayalkan bahwa Abdullah bin Umar dalam kasus ini mengerjakan sesuatu berdasar rasional semata, padahal di yang meriwayatkan bahwa Nabi saw pernah marah atas perbuatannya itu?

Bagaimana mungkin ia tidak mengajak beliau musyawarah mengenai apa yang ia lakukan dalam kisah itu?”
Lebih lanjut al-Hafizh mengatakan, ”Dalam Musnadnya, Ibnu Wahib meriwayatkan:
Dari Ibnu Abi Dzi’b bahwa Naf’i pernah menginformasikan kepadanya bahwa Ibnu Umar r.a. pernah mencerai isterinya yang sedang haidh. Kemudian Umar menanyakan hal itu kepada Rasulullah saw, maka jawab Beliau, ”Perintahkanlah dia supaya ruju’ kepada isterinya, kemudian teruskanlah pernikahannya hingga isterinya suci.” Kemudian Ibnu Abi Dzi’b dalam hadits ini  meriwayatkan dari Nabi saw, Beliau bersabda, ”Itu talak satu.” Ibnu Abi Dzi’b meriwayatkan (lagi) dari Hanzhalah bin Abi Sufyan bahwa ia pernah mendengar Salim meriwayatkan dari bapaknya, dari Nabi saw tentang pernyataan itu.
Lebih lanjut al-Hafizh mengatakan, ”Daruquthni meriwayatkan dari jalu Yazid bin Harun dari Ibnu Abi Dzi’b dan Ibnu Abi Ishaq keduanya dari Naf’i:
Dari Ibnu Umar ra dari Nabi saw., Beliau saw. bersabda, ”Itu talak satu”  (sanadnya Shahih Irwa-ul Ghalil VII:134 dan Daruquthani IV:9 no:24).
Dan ini adalah (yang sudah jelas) dalam permasalahan yang  diperselisihkan, maka (bagi kita) untuk mengikuti nash ini.

Talak Tiga
Adapun seorang suami yang mencerai isterinya dengan talak tiga dengan satu kalimat, atau dalam satu majelis, maka jatuh satu berdasar riwayat Imam Muslim:
Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata, ”Talak pada periode Rasulullah saw, Abu Bakar dan beberapa tahun pada masa khalifah Umar talak tiga, (sekaligus) jatuh satu. Kemudian Umar bin Khattab ra berkata, ”Sesungguhnya orang-orang benar terburu-buru dalam memutuskan urusan (thalak) ini, yang dahululnya mereka sangat hati-hati. Maka kalau kami berlakukan mereka, lalu diberlakukanlah hal itu atas mereka.” (Muslom II: 1099 no:1472).

Pendapat Umar ini adalah ijtihad dia sendiri yang tujuannya demi terwujudnya kemaslahatan menurut pandangannya, namun tidak boleh meninggalkan fatwa Rasulullah saw. dan yang menjadi pegangan para sahabat beliau pada masa Beliau dan pada masa khalifah Beliau. Selesai.

4. Talak Ditinjau dari Segi Boleh Tidaknya Rujuk
 
Talak terbagi menjadi dua yaitu talak raj’i (suami berhak untuk rujuk) dan talak bain (tak ada lagi hak suami untuk rujuk kepada isterinya). Talak bain terbagi dua, yakni bainunah shughra dan bainunah kubra.

  • Talak raj’i adalah talak isteri yang sudah didukhul (dicampuri) tanpa menerima pengembalian mahar dari isteri dan sebagai talak pertama atau talak kedua.

Allah SWT befirman, ”Talak (yang dirujuki) dua klia. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (Al-Baqarah:229).

Wanita yang dijatuhi talak raj’i suami berhak untuk rujuk dan dia berstatus sebagai isteri yang sah selama dalam masa iddah, dan bagi suami berhak untuk rujuk kepadanya pada waktu kapan saja selama dalam massa iddah dan tidak dipersyaratkan harus mendapat ridha dari pihak isteri dan tidak pula izin dari walinya. Allah SWT berfirman, ”Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya jika mereka beriman  kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujuknya dalam masa menanti (berakhirnya masa iddah) itu jika mereka (para suami) itu menghendaki ishlah.” (Al-Baqarah:228).

  • Talak bain adalah talak 3 yang mana tak ada lagi hak suami untuk rujuk kepada isterinya, kecuali keduanya telah pernah menikah lagi dengan orang lain namun bukan dengan pernikahan palsu yang diniatkan untuk rujuk dengan pasangan yang lama.
Berangkat dari firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 230 yang berbunyi:
”Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui

Imam Ibnu Katsir menjelaskan makna ayat: ”kemudian jika suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua, maka perempuan itu tidak halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain”…Maksudnya apabila seorang suami mentalak/menceraikan istrinya yang ketiga kalinya dan sebelumnya dia sudah memutuskan 2 kali talak, maka siistri haram dirujuk oleh suami sebelum wanita itu kawin dengan orang lain.artinya, hingga wanita itu dijima(disetubuhi) oleh orang lain melalui perkawinan yang sah.Begitu pula apabila siistri menikah tetapi belum dijima’ oleh suaminya (suami yang menikahinya) maka ia tidak halal bagi suami pertama.Kemudian makna firman Allah”Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya” maksudnya adalah suami kedua menceraikannya setelah didukhul/dijima’.”maka tiada dosa bagi keduanya” yaitu suami pertama dan mantan istrinya,”untuk rujuk jika keduanya beranggapan dapat menegakkan hukum-hukum Allah” artinya jika keduanya dapat berinteraksi dengan harmonis.Mujahid berkata,”jika keduanya beranggapan bahwa pernikahan keduanya tidak palsu” kemudian ayat berikutnya :”Itulah hukum-hukum Allah” yakni syariat dan hukum-hukum-Nya ”Yang dijelaskannya bagi orang-orang yang mengetahui”.Wallahu a’lam bishawwab.


 
Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 627 - 635.
Subhanallah Allah sangat ingin menjaga hubungan antar umat manusia agar tidak sembarangan, sehingga ditetapkanlah hukum-hukum untuk mengaturnya.

Semoga setelah membaca postingan ini, kita dapat mengambil pelajaran dari kisah nyata di atas agar berhati-hati dalam perkara talak, tentunya kita tidak mau hanya karena hal-hal sepele, yang biasanya bersifat sesaat karena emosi, dan tidak mampu bersabar atau mungkin karena ketidaktahuan (jahil) kita menjatuhkan talak terhadap Istri. 
Dan dari jawaban di atas kita telah mengetahui bahwa tidak ada alasan bahwa ketidaktahuan tentang ilmu mengenai talak dapat membatalkan talak yang sudah dijatuhkan (dengan berbagai redaksi). sehingga meskipun kita belum mengetahui ilmunya, maka syariat Islam menetapkan jatuhnya talak, dan apabila itu telah dilakukan sampai tiga kali atau bahkan berkali-kali (meskipun tidak mengetahui), maka di mata syariat Islam konsekuensinya status laki-laki yang mentalak bukanlah lagi suami bagi istrinya, begitu juga sebaliknya sehingga haram jika bersama-sama apalagi berada dalam satu rumah. Waiyadzubillah 

_ulivinalfaris_(11Muharram1433H)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar