Kamis, 08 Desember 2011

Sikap Kaum Muslimin Menyingkapi Krisis Gaza

Pertanyaan:
Bagaimanakah sikap kita menyikapi musibah yang menimpa kaum muslimin Palestina akibat penyerangan orang–orang yahudi ? Bagaimana dengan jihad fisik dalam arti pengiriman pasukan bersenjata dari negeri berpenduduk muslim lain selain Palestina untuk membantu rakyat Palestina?

Jawab:
            Bismillah, Segala puji bagi Allah, semoga sholawat dan salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad shollallaahu 'alaihi wasallam, keluarga, para Sahabat, dan orang-orang yang mengikutinya dengan baik sampai mendekati yaumul qiyaamah……..
Amma ba'du….

            Penyerangan orang-orang yahudi ke Palestina adalah musibah yang menimpa kaum muslimin, terkhusus di Palestina. Namun, tidaklah Allah timpakan suatu musibah kecuali disebabkan kemaksiatan yang kaum muslimin lakukan.

"Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)" (Q.S asy-Syuuro:30)
           
Perlu diketahui bahwa berkaitan dengan perintah jihad fii sabiilillaah secara fisik, terdapat tahapan-tahapan pensyariatannya. Pada awalnya, kaum muslimin dalam kondisi lemah seperti periode Makkah sebelum hijrah ke Madinah. Dalam kondisi semacam ini, banyak Sahabat Nabi yang baru memeluk Islam disiksa dan dibunuh oleh orang-orang musyrikin Quraisy, seperti pembantaian terhadap keluarga Ammar bin Yaasir dan penyiksaan terhadap Bilal bin Rabah, dan masih banyak yang lain. Pada saat itu Rasul dan kaum muslimin tidak bisa berbuat banyak. Rasul hanya bisa menyaksikan mereka disiksa dalam keadaan sekedar menganjurkan agar mereka bisa bersabar dan menjanjikan Jannah (surga).

" Nabi shollallaahu 'alaihi wasallam berjalan melewati Ammar, ayah, dan ibunya dalam keadaan mereka disiksa di al-Abthah tempat terik di Makkah, dan beliau bersabda : ' Bersabarlah engkau wahai keluarga Yaasir karena sesungguhnya tempat yang dijanjikan untuk kalian adalah Jannah " (diriwayatkan oleh al-Baihaqy dalam Syu'abul Imaan (2/239), al-Haakim dalam al-Mustadrak (3/432)).
            Dalam kondisi lemah semacam itu, Allah Subhaanahu Wa Ta'ala justru memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menahan diri dan tidak memulai mengangkat senjata untuk membunuh orang-orang kafir.
" Tidakkah engkau lihat orang-orang yang dikatakan kepada mereka : ' Tahanlah tangan-tangan kalian dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat " (Q.S an-Nisaa':77).
            Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah menjelaskan bahwa keadaan semacam ini sama dengan keadaan Nabi Musa dulu. Nabi Musa merasa berdosa ketika tanpa sengaja membunuh orang kafir Qibty karena membela seseorang dari kaumnya. Perasaan berdosa itu timbul karena meski orang Qibty itu kafir, tapi dia termasuk orang yang tidak boleh untuk dibunuh pada saat itu. Pembunuhan terhadap kafir Qibty yang dilakukan Musa 'alaihissalaam tersebut dikisahkan dalam Al-Qur'an dalam Surat al-Qoshosh ayat 15.  Setelah diutus menjadi Rasul berdakwah kepada Fir'aun, dan Fir'aun mengungkit–ungkit kesalahan itu, Nabi Musa menyadari bahwa itu adalah kesalahan beliau sebelum mendapatkan wahyu dari Allah. Sebagaimana disebutkan dalam Quran Surat Asy-Syu'aroo': 20. Nabi Musa juga menganggap itu sebagai dosa sehingga merasa tidak berhak memberikan syafaat saat orang-orang mendatanginya dan meminta syafaat kepadanya pada hari kiamat (sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim). 

            Karena itu, memulai penyerangan terhadap orang-orang kafir pada saat kondisi kaum muslimin masih lemah, adalah suatu kesalahan dan kemaksiatan. Sebagian kaum muslimin dengan semangat tanpa ilmu ada yang melakukan bom bunuh diri. Tindakan bom bunuh diri itu bisa melukai dan membunuh beberapa tentara yahudi katakanlah 3 sampai 10 orang. Namun akibat selanjutnya, tentara yahudi itu marah dan menggempur pemukiman kaum muslimin yang mengakibatkan korban jiwa yang jauh lebih besar yang menimpa kaum muslimin lain yang tidak bersalah seperti anak-anak, wanita, dan orang-orang tua. Bom bunuh diri sendiri adalah suatu tindakan bunuh diri yang diharamkan, sebagaimana Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin menjelaskannya dalam Syarh Riyadis Sholihin. Atau, meski bukan dalam bentuk bom bunuh diri, upaya-upaya serangan yang bukan serangan untuk membela diri dilakukan oleh kelompok-kelompok kaum muslimin di Palestina yang justru menimbulkan mudharat yang lebih besar.

            Kaum muslimin saat ini sangat lemah. Terutama dalam hal aqidah dan persatuan. Banyak di antara mereka yang bergelimang dalam kesyirikan. Akibat kesyirikan itu pula yang menyebabkan persatuan kaum muslimin lemah. Sebab dengan kesyirikanlah umat menjadi terpecah belah. Bukankah Allah Subhaanahu Wa Ta'ala menyatakan:

"...dan janganlah kalian menjadi orang-orang musyrikin. Yang memecah belah agamanya menjadi bergolong-golongan. Setiap kelompok merasa bangga dengan apa yang ada pada dirinya " (Q.S ar-Ruum:31).

Mereka juga banyak yang meninggalkan dan menyelisihi Sunnah Rasulullah shollallaahu 'alaihi wasallam dan melakukan kebid'ahan-kebid'ahan.
            Penjelasan di atas menunjukkan bahwa musibah yang menimpa kaum muslimin tersebut disebabkan oleh kemaksiatan yang mereka lakukan. Masalahnya, musibah itu saat ini sedang menimpa. Orang-orang yahudi sedang menyerang kaum muslimin di Palestina. Apa yang harus dilakukan?. Bagi rakyat Palestina, wajib bagi mereka untuk mempertahankan diri. Karena Rasul Shollallaahu 'alaihi wasallam bersabda :

" dari Sa'id bin Zaid dari Nabi shollallaahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: Barangsiapa yang terbunuh karena mempertahankan hartanya maka dia Syahid, barangsiapa yang terbunuh karena membela keluarganya, atau hartanya, atau agamanya, maka dia syahid " (H.R Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan an-Nasaa-i)

            Syaikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin menjelaskan dalam Syarah Riyadis Shoolihin bahwa salah satu hal yang menyebabkan jihad menjadi fardlu 'ain adalah : 'jika musuh (kafir) menyerang suatu negara dan mengepung negara tersebut maka bagi penduduk (muslim) di negara tersebut wajib untuk berperang (mempertahankan dirinya) bahkan termasuk wanita dan orang-orang tua'.

            Sedangkan bagi warga muslim di negara lain, seharusnya mereka menolong saudara-saudara mereka di Palestina dengan bantuan yang bisa diberikan semisal bantuan dana, pakaian, makanan, atau obat-obatan, dan sebagaianya sebagaimana difatwakan oleh al-Lajnah ad-Daaimah di Saudi Arabia dalam fatwa terbaru tentang masalah ini. Karena itu, kita perlu ikut serta untuk menyumbangkan bantuan yang bisa kita berikan dan kita salurkan lewat pemerintah kita. Kita juga harus selektif dalam menyalurkan bantuan tersebut. Bukannya kepada partai- partai politik yang akan memanfaatkannya sebagai komoditas politik, namun kepada pemerintah lewat lembaga-lembaga yang ditunjuknya. Sebagai contoh, Pemerintah lewat Departemen Kesehatan membuka  Posko Bantuan Bidang Kesehatan untuk menampung dan menyalurkan bantuan masyarakat Indonesia baik berupa barang atau uang bagi para korban di Palestina  tersebut. Bantuan berupa barang dapat dikumpulkan di :

Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan
Depkes RI Blok A lantai VI Ruang 601
Jl. H.R. Rasuna Said Blok X-5 Kav. No. 4-9 Jakarta Selatan
Telp. (021) 526 5043 Fax. (021) 527 1111.
e-mail:
ppkdepkes@...
atau
bantuan dalam bentuk uang dapat ditransfer pada rekening BNI atas nama:
Dr. Ira Cyndira Tresna
Bank BNI KC Tebet
No. Rek. 0161614155. (Info ini didapatkan dari situs Pusat Penanggulangan Krisis (PPK) Depkes RI di http://www.ppk-depkes.org/)
.
           
Mungkin tersisa pertanyaan: Bagaimana dengan jihad fisik dalam arti pengiriman pasukan bersenjata dari negeri berpenduduk muslim lain selain Palestina untuk membantu rakyat Palestina?
Jawabannya adalah:

(i)                  Bagi penduduk di negara lain, secara asal jihadnya adalah fardlu kifayah sebagaimana penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin di atas, bisa menjadi fardlu 'ain jika pemerintah muslim di negerinya memerintahkan untuk berangkat berjihad. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi :
       
            " dan jika diperintah kepada kalian untuk berperang, berangkatlah     
               berperang…"(H.R al-Bukhari dan Muslim).

(ii)                Keberangkatan ke medan jihad tersebut untuk jihad yang fardlu kifayah harus mendapatkan ijin dari orangtua. Sebagaimana disebutkan dalam hadits:

" dari Abdullah bin 'Amr beliau berkata : Seorang laki-laki berkata kepada Nabi shollallaahu 'alaihi wasallam : 'Aku ingin berjihad'. Rasul bertanya: 'Apakah engkau memiliki kedua orang tua?' Laki-laki itu menjawab: ' Ya'. Maka beliau bersabda : 'Maka kepada keduanyalah engkau berjihad' (Muttafaqun 'alaih).
            Imam al-Bukhari meletakkan hadits itu dalam Shahihnya pada bab yang berjudul : ' Tidak berjihad kecuali atas ijin kedua orang tua' .

(iii)       Pasukan jihad tersebut harus dibawah satu komando Ahlussunnah dan juga di bawah bimbingan Ulama' Ahlussunnah.
Kesatuan komando tersebut haruslah ada sehingga tidak terpecah-pecah menjadi kelompok-kelompok pasukan yang berjalan sendiri-sendiri. Sebagaimana kekalahan ketika perang Uhud terjadi karena ketidaktaatan kepada perintah pemimpin pasukan tertinggi yaitu Rasulullah shollallaahu 'alaihi wasallam agar pasukan pemanah tetap berada pada posisinya. Pimpinan tertinggi haruslah seorang Ahlussunnah, bukanlah seorang Syiah Rafidlah, Qodariyyah, ataupun aliran sesat yang lainnya agar jihad tersebut tetap berada pada jalur dan tidak menyimpang dari syariah. Terbersihkan dari kesyirikan dan kebid'ahan-kebid'ahan yang justru akan menghambat datangnya pertolongan Allah.

Demikianlah penjelasan tentang bagaimana seharusnya menyikapi musibah yang menimpa  kaum muslimin di Palestina saat ini berupa kebiadaban orang-orang yahudi yang menyerang mereka. Allah-lah Yang Paling Tahu tentang kebenaran, dan hanya kepadaNyalah kita memohon pertolongan. 


 Oleh: Ustadz Kharisman Kholid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar