Sabtu, 10 Desember 2011

DA'I, POLITIK??


(Soal-Jawab: Majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun VI)
PERTANYAAN:
Anda telah menyebutkan bahwa dakwah Salafiyah mendakwahkan Islam dengan keseluruhannya, mendakwahkan rukun Islam, jihad, dan politik. Maka apakah kaidah untuk memasuki medan politik? Sifat-sifat apakah yang harus dipenuhi da'i sehingga dapat memasuki medan politik? Berilah jawaban kepada kami, semoga Allâh memberkahi anda semua.

JAWABAN:
Syaikh Salim bin I'ed Al-Hilali*) menjawab:
Aku katakan dengan memohon taufik kepada Allâh, bahwa Islam adalah agama yang sempurna, Allâh meridhainya untuk kita. Dia memerintahkan kepada kita untuk berpegang-teguh dengannya.
Allâh berfirman :
(QS. 3:19)
Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allâh hanyalah Islam.
(QS Ali 'Imran/3:19)
Dia juga berfirman:
(QS. 3:85)
Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam,
maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya,
dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.
(QS. Ali 'Imran/3:85)

Demikian juga Allâh perintahkan kita untuk masuk Islam secara keseluruhan, dengan firman-Nya:
(QS.Al-Baqarah: 208)
Hai orang-orang yang beriman,
masuklah kamu ke dalam silm (Islam) keseluruhannya.
(QS Al-Baqarah/2: 208)

Makna silm menurut Ibnu Abbas adalah Islam. Maka Allâh memerintahkan kita untuk memegangi Islam semuanya atau kita semua hendaklah masuk ke dalam agama Allâh. Kedua penafsiran terhadap ayat tersebut benar, dan tidak saling bertentangan. Sehingga semua kaum muslimin wajib masuk ke dalam Islam semuanya.
Politik adalah Islam, (Yakni perkara politik juga diatur oleh Islam-red). Karena politik (siyasah) artinya adalah memelihara urusan umat dengan peraturan yang tidak menyelisihi kitab Allâh dan Sunnah Rasul-Nya Sehingga memelihara urusan umat itu membutuhkan manhaj, membutuhkan agama.
Manhaj dan agama yang khusus bagi manusia adalah Islam. Islam memiliki kitab-kitab khusus yang ditulis (para ulama) yang membahas politik. Seperti kitab-kitab:
  • Ahkam Sulthaniyah karya Al-Mawardi,
  • Siyasah Syar'iyyah karya Ibnu Taimiyah,
  • Ahkam Sulthaniyah karya Al- Maushuli,
  • Thuruqul Hukmiyyah karya Ibnul Qayyim,
  • dan lainnya
yang menjelaskan hukum Islam yang mengatur umat.
Rasulullâh bersabda:
hadits
Dahulu Bani Israil dipimpin oleh para Nabi.
Setiap seorang Nabi wafat, dia diganti Nabi yang lain.
Dan sesungguhnya tidak ada Nabi setelah aku,
tetapi akan ada khalifah-khalifah.
(HR. Bukhari -Red-)

Maka yang akan memimpin umat ini setelah Rasulullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam adalah ulil amri. Ulil amri adalah penguasa dan ulama. Kalau begitu, maka yang pantas memasuki medan politik (memelihara urusan umat) adalah para ulama' dan umara'.
Umara' memelihara urusan umat (memasuki politik) dengan melaksanakan syari'at Allâh. Adapun ulama bertugas mengarahkan umat dan umara'. Sehingga syarat bagi orang yang akan memasuki medan ini, hendaklah dia seorang yang 'alim, yang banyak ilmu terhadap syari'at Allâh. Karena memelihara urusan umat itu membutuhkan seluruh urusan agama.
Adapun politik dengan makna modern, maka hal ini tidak dibenarkan Islam, tidak dikenal oleh agama ini. Karena politik modern itu hanyalah kemampuan untuk berdebat, berdiskusi, berkelit, bersikap munafik, berubah-ubah (plin-plan), dan mengikuti setiap wadah yang politik diletakkan padanya.
Maka politik dengan makna modern berlepas diri dari agama, agamapun berlepas diri darinya, karena tidak memelihara kemashlahatan umat, tidak membangkitkan agama di kalangan umat.
Oleh karena itu kita harus membedakan antara siyasah syar'iyyah (politik Islam) yang dikehendaki oleh Allâh, yang Dia telah memilihkan agama ini untuk umat ini, dengan politik modern, yang berusaha dengan berbagai cara untuk mencapai puncak kekuasaan.
Seorang politikus (modern) akan menempuh berbagai jalan dan cara untuk itu. Dia berubah-ubah (plin-plan) bersama orang-orang yang berubah-ubah (plin-plan), dia ragu-ragu bersama orang-orang yang ragu-ragu, dan bersikap munafik bersama orang-orang munafik. Kita mohon perlindungan kepada Allâh Rabbul 'alamin. Sedangkan orang yang menggeluti siyasah syar'iyyah (politik Islam) adalah seorang 'alim rabbani.
Allâh berfirman:
(QS. 3: 79)
Akan tetapi (Nabi Allâh mengatakan):
"Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani,
karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab
dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.”
(QS Ali 'Imran/ 3: 79)

Seorang 'alim rabbani adalah yang mengajarkan umat tentang ilmu-ilmu yang kecil sebelum ilmu-ilmu yang besar. Yakni dia mengetahui apa yang dibutuhkan oleh umat, kemudian dia memerintahkan untuk beribadah (kepada Allâh) dengan ibadah yang dibutuhkan pada waktu itu. Lalu meningkat sedikit
demi sedikit, sampai kesempurnaan yang disiapkan dengan idzin Allâh. Alhamdulillâhi Rabbil 'âlamin.


*)
Soal-Jawab ini kami angkat dari sebagian soal-jawab kepada para masyayikh, murid-murid Syeikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullâh pada daurah di Surabaya, tanggal 3 Muharam 1423H (17 Maret 2002M). Pertanyaan ini dijawab oleh Syeikh Salim bin I'ed Al-Hilali hafizhahullah, pemimpin redaksi majalah Al-Ashalah, Yordania.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar