Kubuka
lembaran pagi dengan menyebut asma-Mu Yang Maha Tinggi. Ku coba meniti
hari dengan kesucian hati, meski sungguh selaksa dosa masih melekat di
jiwa. Kucoba merenda masa depan dengan benang harapan dan jarum
ketulusan. Meski kadang perih menusuk, perjuangan ini harus tetap
berlanjut.
Terbentang di depan mata padang
ujian kehidupan, luas…, seolah tanpa batas, namun fana seumur akal yang
sempit. Ia tak dapat diarungi oleh jiwa-jiwa yang kerdil iman, karena
panasnya nafsu telah menyeretnya ke lembah-lembah oase fatamorgana.
Namun, hati yang bertabur syukur, penuh kerinduan kepada Rabbnya,
berhiaskan cahaya iman akan menuntunnya menuju negeri akhir kebahagiaan.
Wahai
saudariku kaum muslimah, engkau laksana pilar kebijaksanaan. Di
tanganmulah kelak tumbuh generasi-generasi yang tangguh. Di pundakmu ada
amanah besar, bersamanya tersimpan berjuta asa, penentu arah sebuah
generasi menuju kejayaan umat.
Wahai kaum muslimah, engkaulah calon-calon ibu masa depan. Ada
ketegaran di balik kelembutanmu. Tersimpan jiwa ksatria di balik lemah
tubuhmu. Sungguh Islam telah memuliakanmu. Dengan indah, Rasulullah
menggambarkan betapa agung engkau wahai ibu…
Ketika
suatu saat salah seorang sahabat Beliau bertanya tentang target bakti
paling tinggi (Setelah Allah dan Rasul-Nya)? Lantas beliau menjawab
“Ibumu,” lalu kepada siapa lagi? “Ibumu”, kemudian? “Ibumu”, kemudian?
“Ayahmu”. Begitulah Islam telah menempatkanmu pada kedudukan yang mulia,
di saat dalam agama dan bangsa lain engkau dihina dan direndahkan.
Saudariku!
Hidup ini bukan tanpa makna dan tujuan. Sebagaimana firman Allah yang
tersirat dalam Al-Qur’an Al-Karim, bahwa tujuan dari penciptaan manusia
dan jin adalah untuk beribadah kepada Allah.