Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
telah mengabarkan tentang akhir zaman dan apa yang terjadi di sana,
amatlah penting bagi kita untuk mengetahui kejadian-kejadian itu agar
kita dapat menyelamatkan diri dan segera menaiki perahu Nuh, karena
seorang mukmin sangat khawatir agamanya rusak, maka ia pun lari
menyelamatkan agamanya, walaupun ia harus tinggal di lembah-lembah yang
jauh.
Lalu apakah kejadian yang telah dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar kita mempelajarinya? Di antaranya adalah:
- Munculnya fitnah yang bergelombang.
Fitnah yang bergelombang bagaikan gelombang lautan, silih berganti
menerpa kehidupan manusia, fitnah ini telah dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Hudzaifah radliyallahu ‘anhu bercerita,
كُنَّا عِنْدَ عُمَرَ فَقَالَ أَيُّكُمْ سَمِعَ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ الْفِتَنَ
فَقَالَ قَوْمٌ نَحْنُ سَمِعْنَاهُ فَقَالَ لَعَلَّكُمْ تَعْنُونَ فِتْنَةَ
الرَّجُلِ فِي أَهْلِهِ وَجَارِهِ قَالُوا أَجَلْ قَالَ تِلْكَ
تُكَفِّرُهَا الصَّلَاةُ وَالصِّيَامُ وَالصَّدَقَةُ وَلَكِنْ أَيُّكُمْ
سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ الْفِتَنَ
الَّتِي تَمُوجُ مَوْجَ الْبَحْرِ قَالَ حُذَيْفَةُ فَأَسْكَتَ الْقَوْمُ
فَقُلْتُ أَنَا قَالَ أَنْتَ لِلَّهِ أَبُوكَ قَالَ حُذَيْفَةُ سَمِعْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ تُعْرَضُ
الْفِتَنُ عَلَى الْقُلُوبِ كَالْحَصِيرِ عُودًا عُودًا فَأَيُّ قَلْبٍ
أُشْرِبَهَا نُكِتَ فِيهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ وَأَيُّ قَلْبٍ أَنْكَرَهَا
نُكِتَ فِيهِ نُكْتَةٌ بَيْضَاءُ حَتَّى تَصِيرَ عَلَى قَلْبَيْنِ عَلَى
أَبْيَضَ مِثْلِ الصَّفَا فَلَا تَضُرُّهُ فِتْنَةٌ مَا دَامَتْ
السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ وَالْآخَرُ أَسْوَدُ مُرْبَادًّا كَالْكُوزِ
مُجَخِّيًا لَا يَعْرِفُ مَعْرُوفًا وَلَا يُنْكِرُ مُنْكَرًا إِلَّا مَا
أُشْرِبَ مِنْ هَوَاهُ
“Kami berada di sisi Umar, lalu ia berkata: “Siapakah diantara kalian
yang mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan
fitnah ?” Mereka menjawab: “Kami mendengarnya”. Ia berkata: “Mungkin
yang kalian maksud adalah fitnah seseorang pada keluarga dan
tetangganya?” Mereka menjawab: “Ya”. Ia berkata: “Fitnah itu dapat
ditebus dengan shalat, puasa dan shadaqah. Akan tetapi siapa diantara
kamu yang mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan fitnah
yang bergelombang seperti gelombang lautan ?” Hudzaifah berkata:
“Orang-orang diam, maka aku berkata: “Aku mendengarnya”. Ia berkata:
“Engkau, bagus sekali”. Hudzaifah berkata: ” Aku mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Fitnah akan ditampakkan kepada
hati seperti tikar seutas demi seutas, hati mana saja yang menerimanya
akan diberikan titik hitam dan hati mana saja mengingkarinya akan diberi
titik putih, sehingga menjadi dua hati: Hati yang putih bagaikan batu
shofa, tidak terpengaruh oleh fitnah selama langit dan bumi masih ada,
dan hati yang hitam seperti cangkir yang terbalik; tidak mengenal yang
ma’ruf dan tidak mengingkari yang mungkar kecuali yang sesuai dengan
hawa nafsunya”. (HR Muslim).[1]
Al Hafidz ibnu Rajab rahimahullah menjelaskan makna fitnah yang
bergelombang itu, katanya: “Adapun fitnah yang umum yaitu fitnah yang
bergelombang seperti gelombang lautan yang datang silih berganti, fitnah
yang pertama kali terjadi adalah terbunuhnya Utsman bin Affan, kemudian
munculnya perpecahan diantara kaum muslimin, sebagian kelompok
mengkafirkan kelompok lainnya dan menumpahkan darah saudaranya…”.[2]
Subhanallah, fitnah ini amat dahsyat karena berasal dari syubhat
pemikiran yang merusak atau syahwat ketamakan terhadap kesenangan dunia,
sehingga diantara manusia ada yang beriman di pagi hari dan di sore
harinya menjadi kafir, ia beriman di sore hari dan di pagi harinya ia
menjadi kafir, sebagaimana dalam hadits:
بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ
الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا أَوْ
يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ
الدُّنْيَا
“Bersegeralah beramal sebelum datangnya fitnah yang bagaikan malam
yang gelap gulita, seseorang beriman di waktu pagi dan menjadi kafir di
waktu sore, beriman di waktu sore dan menjadi kafir di waktu pagi, ia
menjual agamanya dengan kesenangan dunia”. (HR Muslim).[3]
Al Hasan Al Bashri berkata: “Beriman di waktu pagi” artinya di waktu
pagi ia masih mengharamkan darah, harta dan kehormatan saudaranya, namun
di waktu sore ia menganggapnya halal”.[4]
Ini adalah salah satu contoh yang diberikan oleh imam Al Hasan Al
bashri, beliau mengisyaratkan kepada syubhat pemikiran yang amat kuat
sehingga ia menganggap halal darah dan harta saudaranya yang sebelumnya
ia haramkan. Syahwat ketamakan menjadikan gelap mata dan pikiran, maka
ia tidak peduli dengan batasan-batasan Allah dan berusaha menghalalkan
apa yang Allah haramkan dengan berbagai macam cara.
Seorang mukmin yang hatinya bercahaya dengan iman dan telah merasakan
manisnya iman, merasa khawatir agamanya menjadi rusak oleh fitnah yang
dahsyat ini, ia berkata: “Inilah yang akan membinasakanku”. Sebagaimana
dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
وَتَجِيءُ الْفِتْنَةُ فَيَقُولُ الْمُؤْمِنُ هَذِهِ
مُهْلِكَتِي ثُمَّ تَنْكَشِفُ وَتَجِيءُ الْفِتْنَةُ فَيَقُولُ الْمُؤْمِنُ
هَذِهِ هَذِهِ
“Datang fitnah, maka seorang mukmin berkata: “Ini yang akan
membinasakanku”. Kemudian fitnah itu pergi, lalu datang lagi fitnah
lain, maka seorang mukmin berkata: “Ini yang akan membinasakanku…”. (HR
Muslim).[5]
Maka selamatkanlah dirimu wahai hamba Allah ! larilah dengan membawa
agamamu ! walaupun engkau harus tinggal di puncak gunung atau di
lembah-lembah
يُوشِكَ أَنْ يَكُونَ خَيْرَ مَالِ الرَّجُلِ غَنَمٌ
يَتْبَعُ بِهَا شَعَفَ الْجِبَالِ وَمَوَاقِعَ الْقَطْرِ يَفِرُّ بِدِينِهِ
مِنْ الْفِتَنِ
“Hampir-hampir harta seseorang yang paling baik adalah kambing yang
ia pelihara di puncak gunung dan lembah, ia lari membawa agamanya dari
fitnah”. (HR Bukhari).[6]
Ibnu Rajab berkata: “Ia lari karena khawatir agamanya akan rusak
akibat masuk ke dalam fitnah, karena orang yang masuk dalam fitnah dan
ikut berperang merebut tahta tak akan selamat dari dosa, ia akan
membunuh orang yang haram darahnya atau mengambil harta dengan tanpa hak
atau setidaknya ia membantunya baik dengan perkataan dan sebagainya…”.[7]
Sebab-sebab munculnya fitnah yang bergelombang
Yang harus kita ingat bahwa munculnya fitnah ini adalah merupakan
kehendak kauniyah dari Allah Rabbul ‘alamin, dan dibaliknya ada
hikmah-hikmah yang agung diantaranya adalah bahwa Allah ingin menguji
sebagian manusia dengan sebagian lainnya, agar diketahui orang yang
benar keimanannya dari orang yang binasa, Allah berfirman:
إِلاَّمَن رَّحِمَ رَبُّكَ وَلِذَلِكَ خَلَقَهُمْ وَتَمَّتْ
كَلِمَةُ رَبِّكَ لأَمْلأَنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ
أَجْمَعِينَ
“Kalaulah Rabbmu menghendaki, Ia akan menjadikan manusia satu umat,
namun mereka akan senantiasa berselisih. Kecuali orang yang dirahmati
oleh Rabbmu, untuk itulah Allah menciptakan mereka, dan telah sempurna
kalimat Rabbmu bahwa sesungguhnya Aku benar-benar akan memenuhi Neraka
Jahannam dengan Jin dan manusia semuanya”. (Huud : 119).
Munculnya fitnah ini pasti karena adanya sebab-sebab yang telah Allah kehendaki, diantara sebab itu adalah:
Pertama : Makar musuh islam terhadap kaum muslimin.
Semenjak munculnya islam yang menerangi pelosok-pelosok negeri,
musuh-musuh islam tak pernah diam melakukan makar dan tipu daya terhadap
kaum muslimin, makar yang pertama kali mereka lakukan adalah pembunuhan
Umar bin Khathab radliyallahu ‘anhu oleh seorang Majusi yang bernama
Abu Lulu’ah semoga Allah melaknatnya. Dengan terbunuhnya Umar pecahlah
pintu fitnah dan datanglah gelombang fitnah yang tak pernah berhenti
sampai hari ini.
Di zaman Utsman bin Affan, menyusup musuh islam yang bernama Abdullah
bin Saba orang Yahudi yang pura-pura masuk islam, ia melancarkan tipu
dayanya dengan cara memprovokasi dan memanas-manasi hati kaum muslimin
dengan seruannya yang menipu dibawah kalimat “amar ma’ruf nahi mungkar”
seraya berkoar: “Umat ini butuh kepada ishlah, dan kebaikan negeri ini
telah hilang dan rusak dan sebab utamanya adalah khalifah Utsman bin
Affan, dan tidak mungkin terjadi ishlah kecuali dengan memulai dari
kekhilafahan”.[8]
Maka berkumpullah orang-orang bodoh yang termakan oleh provokasi dan
makar busuk orang Yahudi itu di bawah bendera Abdullah bin Saba, mereka
mengepung Utsman bin Affan dan terjadilah peristiwa yang memilukan
dimana mereka membunuh Utsman dengan amat bengis dan kejam. Dan Abdullah
bin Saba terus beraksi dengan meniup api permusuhan sehingga terjadilah
perang saudara di antara kaum muslimin, disamping itu ia menyebarkan
pemikiran sesat yang mengatakan bahwa Ali adalah orang yang berhak
menjadi khalifah setelah Rasulullah, bahkan menyatakan bahwa Ali adalah
titisan Allah.
Perpecahan demi perpecahan terus muncul akibat pemikiran yang
menyesatkan, munculnya khawarij, syi’ah, murji’ah, qadariyah dan firqah
sesat lainnya semakin merobek dan mencabik-cabik kaum muslimin, sebagian
mereka mengkafirkan dan menumpahkan darah sebagian yang lainnya.
Terlebih di zaman ini, musuh-musuh islam terus menerus merusak
negeri-negeri islam baik dengan kekuatan bersenjata atau menguasai
perekonomian dan media atau menebarkan pemikiran yang menyesatkan,
menuduh islam sebagai agama teroris bahkan melecehkan Nabi Muhamad
shallallahu ‘alaihi wasallam.
Kita memohon kepada Allah agar mengagalkan segala makar dan tipu daya
mereka, dan menjadikannya senjata makan tuan untuk mereka, sesungguhnya
Dia Maha kuat lagi Maha perkasa.
Kedua: Sikap remeh untuk ittiba’ kepada Al Qur’an dan sunnah terutama dalam perselisihan.
Karena kunci kebinasaan adalah menyelisihi perintah Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Hendaklah waspada orang-orang yang menyelisihi perintah-Nya untuk
ditimpa fitnah atau ditimpa adzab yang pedih”. (An Nuur : 63).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Maksud ayat itu adalah hendaklah
orang yang menyelisihi syari’at Rasul waspada dan takut (untuk ditimpa
fitnah) di dalam hati mereka berupa kekafiran, atau kemunafikan atau
bid’ah, (atau ditimpa adzab yang pedih) di dunia dengan dibunuh, atau
ditegakkan had atau dipenjara dan sebagainya”.[9]
Ayat ini amat dalam dan tajam, memberitakan kepada kita penyakit yang
menimpa umat ini dan sebab-sebabnya, yang terbesar adalah menyelisihi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan ketika umat ini menyelisihi
Rasul datanglah bencana besar berupa fitnah yang bergelombang, kaum
muslimin pun terpecah belah karena lebih berbangga kepada ra’yunya dan
hawa nafsu kelompoknya, masing-masing kelompok mempunyai tokoh dan
fanatisan yang siap membela kelompok atau pemimpinnya bila diusik atau
dikeritik. Benar apa yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam:
فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ
“Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kamu adalah
banyak bertanya dan menyelisihi Nabi mereka”. (HR Bukhari dan Muslim).[10]
Ketiga: Munculnya maksiat dan ditinggalkannya amar ma’ruf dan nahi munkar.
Tersebarnya kesyirikan, bid’ah, khurafat, dan maksiat adalah musibah
yang melanda kaum muslimin, sampai-sampai kesyirikan dianggap tauhid dan
tauhid dianggap syirik, sunnah dianggap bid’ah dan yang ma’ruf dianggap
sebagai kemungkaran, disamping itu kaum muslimin disibukkan dengan
urusan duniawi dan mengikuti hawa nafsu dan syahwat. Cinta dunia membuat
mereka mabuk dan tak perduli dengan agama Allah sehingga mereka tak mau
bahkan enggan untuk membela agama-Nya, akhirnya kehinaanlah yang
menguasai mereka.
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ
أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ
سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى
دِينِكُمْ
“Apabila kamu berjual beli dengan cara riba, mengambil ekor sapi, rela dengan tanaman dan meninggalkan jihad (membela agama)[11],
Allah akan kuasakan kehinaan kepadamu dan Dia tidak akan mencabutnya
sampai kamu kembali kepada agamamu (yang benar)”. (HR Abu Dawud dan
lainnya).[12]
Di sisi lain, para pemuka agama banyak yang diam seribu bahasa,
bahkan menyembunyikan kebenaran karena mengharapkan suara dan sedikit
dari kesenangan dunia, sehingga gelombang fitnah semakin dahsyat, dan
bencana datang bertubi-tubi karena ulah perbuatan manusia. Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا مِنْ قَوْمٍ يُعْمَلُ فِيهِمْ بِالْمَعَاصِي
ثُمَّ يَقْدِرُونَ عَلَى أَنْ يُغَيِّرُوا ثُمَّ لَا يُغَيِّرُوا إِلَّا
يُوشِكُ أَنْ يَعُمَّهُمْ اللَّهُ مِنْهُ بِعِقَابٍ
“Tidaklah maksiat dilakukan pada suatu kaum, tetapi mereka tidak
mengingkarinya padahal mereka mampu merubahnya kecuali Allah akan
meratakan adzab kepada mereka”. (HR Abu Dawud dan lainnya).[13]
Keadaan ini membuat panas hati orang-orang yang masih ada padanya
secercah cahaya iman, mereka pun bangkit dengan semangat yang membara,
namun sayang semangat yang tidak di dampingi oleh ilmu dan ulama, yang
ada hanya semangat membabi buta, hingga islam semakin terkesan keras dan
arogan. Kita hanya bisa mengerutkan dahi dan berkata kepada mereka:
“Terima kasih untuk kalian wahai pemuda islam, semoga Allah memberikan
pahala atas niatmu yang baik dan kecemburuanmu terhadap islam, bekalilah
dirimu dengan ilmu dan cintailah para ulama, mintalah nasehat kepada
mereka sebelum melakukan aksi, agar perjuanganmu di berkahi oleh Allah
dan tidak menimbulkan mafsadah yang lebih besar…”.
Penulis: Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc.
Artikel www.cintasunnah.com
Artikel www.cintasunnah.com
[1] Muslim 1/128 no 144.
[2] Ibnu Rajab, fathul bari 3/36 tahqiq Abu Mu’adz Thariq bin ‘Audlullah bin Muhamad.
[3] Muslim 1/110 no 118.
[4] Al Baghawi, syarhussunnah 15/15 tahqiq Syu’aib Al Arnauth.
[5] Muslim 3/1472 no 1844.
[6] Bukhari no 19.
[7] Ibnu Rajab, Fathul bari 1/100.
[8] Muhamad Al ‘Aqil, Al Fitnah hal 47.
[9] Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’an Al ‘Adziem 5/435 tahqiq Hani Al Haj.
[10] Bukhari no 7288 dan Muslim 2/975 no 1337.
[11] Artinya lebih mencintai dunia dan tidak mau membela agama Allah.
[12]
Abu Dawud no 3462 dari jalan Haywah bin Syuraih dari Ishaq Abu
Abdirrahman Al Khurrasani dari ‘Atha Al Khurrasani dari Nafi’ dari ibnu
Umar. Qultu: “Sanad hadits ini lemah karena Ishaq bin Asid Abu
Abdirrahman adalah perawi yang lemah demikian pula ‘Atha Al Khurrasani.
Namun imam Ahmad no 4593 meriwayatkan dari jalan Abu Bakar bin ‘Ayyasy
dari Al A’masy dari Atha’ bin Abi Rabah dari ibnu Umar. Qultu: “Sanad
ini shahih”. Dan hadits ini dishahihkan oleh syaikh Al Bani dalam
silsilah hadits shahih no 11.
[13]
Abu Dawud no 4338 dari jalan Husyaim dari Isma’il bin Abi Khalid dari
Qais bin Abi Hazim dari Abu Bakar Ash Shiddiq. Qultu: “Sanad hadits ini
shahih”. Dan hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam silsilah
hadits shahih no 3353.
Hadits ini mengabarkan kepada kita bahwa ilmu akan dicabut dengan diwafatkannya para ulama dan bila ilmu dicabut pastilah akan tersebar kebodohan terhadap ilmu agama, dan kebodohan ini akan terus berlanjut sampai tidak dikenal lagi apa itu shalat, zakat, puasa dan haji.
Shilah berkata: “Laa ilaaha illallah tidak bermanfaat untuk mereka karena mereka tidak tahu apa itu shalat, puasa, haji dan shadaqah”. Hudzaifah berpaling darinya sementara shilah mengulang perkataanya sampai tiga kali, di kali yang ketiga Hudzaifah berkata: “Wahai shilah, kalimat itu menyelamatkan mereka dari api Neraka 3x”. (HR Ibnu Majah).[2]
Dan itu adalah tanda-tanda dekatnya hari kiamat sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
Cobalah survei, bila kita pergi ke pasar misalnya; berapa banyak pedagang yang mengetahui fiqih jual beli, berapa banyak orang yang mengetahui shalat dan wudlu yang sesuai dengan sunnah, berapa banyak yang pakaiannya sesuai dengan syari’at… sungguh benar apa yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Fenomena ini telah kita lihat dengan mata kepala, banyak orang berlomba-lomba terjun ke medan dakwah, berbicara masalah agama dengan modal kepandaian bersilat lidah, majlis yang penuh gelak ketawa menjadi trend yang dalam berdakwah, para artis dan bintang film pun tak malu untuk memposisikan diri sebagai penceramah, ajaibnya lagi anak kecil dilatih pandai berdakwah sebelum mereka menuntut ilmu Allah.. Ya Rabbi..
Di zaman ini kita melihat apa yang dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah terjadi, orang yang tidak amanah dan korup mudah naik jabatan sementara orang yang jujur dan amanah dimusuhi, diangkat seseorang untuk mengurus urusan besar padahal ia tidak mampu dan tidak cakap dalam bidangnya, para ruwaibidlah berbicara tentang urusan yang bukan bidangnya seperti masalah politik, masalah negara, atau masalah agama yang berhubungan dengan keumuman manusia, sehingga keadaan menjadi kacau balau. Andaikan orang-orang bodoh itu diam dan tahu diri, tentu Allah akan merahmatinya.
Penulis: Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc.
Artikel www.cintasunnah.com
[1] Bukhari no 100 dan Muslim 4/2058 no 2673.
[2] Ibnu Majah no 4049: Haddatsana Ali bin Muhammad haddatsana Abu Mu’awiyah dari Abu Malik Al Asyja’iy dari Rib’iy bin Hirasy dari Hudzaifah. Qultu: “Sanad ini hasan karena Ali bin Muhammad yaitu bin Abil Khashib shaduq, namun ia dimutaba’ah oleh Abu Kuraib Muhammad bin Al ‘Ala dikeluarkan oleh Al Bazzar dalam Al Bahruz Zakhor no 2467 sehingga hadits ini menjadi shahih, dan dishahihkan oleh syaikh Al Bani dalam silsilah shahihah no 87.
[3] Bukhari no 80 dan Muslim 4/2056 no 2671.
[4] No 3111, dan dishahihkan oleh syaikh Al Bani dalam silsilah shahihah no 3189.
[5] Ibnu Majah no 4036 dan sanadnya lemah karena ada perawi yang dla’if yang bernama Abdul Malik bin Qudamah Al Jumahi, namun imam Ahmad no 8105 meriwayatkan dari jalan Fulaih dari Sa’id bin ‘Ubaid bin As Sabbaq dari Abu Hurairah, dan fulaih bin Sulaiman bin Abul Mughirah dikatakan oleh Al Hafidz: “Shaduq banyak salahnya”. Sehingga sanad ini terangkat menjadi hasan. Dan hadits ini mempunyai syawahid yang menguatkannya diantaranya hadits Anas bin Malik diriwayatkan oleh Ahmad dan dalam sanadnya ada Muhamad bin Ishaq ia perawi mudallis dan telah meriwayatkan dengan lafadz ‘an sehingga menjadi lemah, namun ia mengangkat hadits di atas menjadi shahih, dan hadits ini Dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam silsilah shahihah no 1887.
2. Tersebarnya kebodohan dalam agama.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu sekaligus dari para hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan diwafatkannya para ulama, sehingga apabila ulama tidak tersisa lagi, orang-orang akan mengambil pemimpin-pemimpin (agama) yang bodoh, mereka ditanyai lalu berfatwa dengan tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan”. (HR Bukhari dan Muslim).[1]Hadits ini mengabarkan kepada kita bahwa ilmu akan dicabut dengan diwafatkannya para ulama dan bila ilmu dicabut pastilah akan tersebar kebodohan terhadap ilmu agama, dan kebodohan ini akan terus berlanjut sampai tidak dikenal lagi apa itu shalat, zakat, puasa dan haji.
يَدْرُسُ الْإِسْلَامُ كَمَا يَدْرُسُ وَشْيُ الثَّوْبِ حَتَّى لَا يُدْرَى مَا صِيَامٌ وَلَا صَلَاةٌ وَلَا نُسُكٌ وَلَا صَدَقَةٌ وَلَيُسْرَى عَلَى كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فِي لَيْلَةٍ فَلَا يَبْقَى فِي الْأَرْضِ مِنْهُ آيَةٌ وَتَبْقَى طَوَائِفُ مِنْ النَّاسِ الشَّيْخُ الْكَبِيرُ وَالْعَجُوزُ يَقُولُونَ أَدْرَكْنَا آبَاءَنَا عَلَى هَذِهِ الْكَلِمَةِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فَنَحْنُ نَقُولُهَا
فَقَالَ لَهُ صِلَةُ مَا تُغْنِي عَنْهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَهُمْ لَا يَدْرُونَ مَا صَلَاةٌ وَلَا صِيَامٌ وَلَا نُسُكٌ وَلَا صَدَقَةٌ فَأَعْرَضَ عَنْهُ حُذَيْفَةُ ثُمَّ رَدَّهَا عَلَيْهِ ثَلَاثًا كُلَّ ذَلِكَ يُعْرِضُ عَنْهُ حُذَيْفَةُ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْهِ فِي الثَّالِثَةِ فَقَالَ يَا صِلَةُ تُنْجِيهِمْ مِنْ النَّارِ ثَلَاثًا
“Islam akan punah sebagaimana hilangnya hiasan di baju hingga tidak diketahui lagi apa itu puasa, shalat, haji tidak juga shadaqah, dan suatu malam nanti Al Qur’an akan hilang sehingga tidak ada satupun ayat di muka bumi ini. Dan akan tersisa beberapa orang yang telah tua renta yang mengatakan: “Kami mendapati ayah-ayah kami di atas kalimat ini: “Laa ilaaha illallah”. Dan kami pun mengucapkannya”.Shilah berkata: “Laa ilaaha illallah tidak bermanfaat untuk mereka karena mereka tidak tahu apa itu shalat, puasa, haji dan shadaqah”. Hudzaifah berpaling darinya sementara shilah mengulang perkataanya sampai tiga kali, di kali yang ketiga Hudzaifah berkata: “Wahai shilah, kalimat itu menyelamatkan mereka dari api Neraka 3x”. (HR Ibnu Majah).[2]
Dan itu adalah tanda-tanda dekatnya hari kiamat sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يُرْفَعَ الْعِلْمُ وَيَثْبُتَ الْجَهْلُ وَيُشْرَبَ الْخَمْرُ وَيَظْهَرَ الزِّنَا
“Diantara tanda hari kiamat adalah diangkatnya ilmu, tersebarnya kebodohan, arak diminum, dan zina menjadi tampak”. (HR Bukhari dan Muslim).[3]Cobalah survei, bila kita pergi ke pasar misalnya; berapa banyak pedagang yang mengetahui fiqih jual beli, berapa banyak orang yang mengetahui shalat dan wudlu yang sesuai dengan sunnah, berapa banyak yang pakaiannya sesuai dengan syari’at… sungguh benar apa yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
3. Banyak penceramah dan sedikit ulama.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:إِنَّكُمْ أَصْبَحْتُمْ فِي زَمَانٍ كَثِيْرٍ فُقَهَاؤُهُ، قَلِيْلٍ خُطَبَاؤُهُ، قَلِيْلٍ سُؤَّالُهُ، كَثِيْرٍ مُعْطُوهُ، الْعَمَلُ فِيْهِ خَيْرٌ مِنَ الْعِلْمِ. وَسَيَأْتِي زَمَانٌ قَلِيْلٌ فُقَهَاؤُهُ، كَثِيْرٌ خُطَبَاؤُهُ، كَثِيْرٌ سُؤَّالُهُ، قَلِيْلٌ مُعْطُوهُ،الْعِلْمُ فِيْهِ خَيْرٌمِنَ الْعَمَلِ.
“Sesungguhnya kalian hidup di zaman yang ulamanya banyak dan penceramahnya sedikit, sedikit yang minta-minta dan banyak yang memberi, beramal pada waktu itu lebih baik dari berilmu. Dan akan datang suatu zaman yang ulamanya sedikit dan penceramahnya banyak, peminta-minta banyak dan yang memberi sedikit, berilmu pada waktu itu lebih baik dari beramal”. (HR Ath Thabrani dalam mu’jam kabirnya).[4]Fenomena ini telah kita lihat dengan mata kepala, banyak orang berlomba-lomba terjun ke medan dakwah, berbicara masalah agama dengan modal kepandaian bersilat lidah, majlis yang penuh gelak ketawa menjadi trend yang dalam berdakwah, para artis dan bintang film pun tak malu untuk memposisikan diri sebagai penceramah, ajaibnya lagi anak kecil dilatih pandai berdakwah sebelum mereka menuntut ilmu Allah.. Ya Rabbi..
4. Tahun-tahun yang menipu dan munculnya Ruwaibidlah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ يَتَكَلَّمُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ
“Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang menipu, orang yang dusta dianggap jujur, orang yang jujur dianggap dusta, orang yang suka berkhianat diberikan amanah, dan orang yang amanah dianggap pengkhianat, dan akan berbicara Ruwaibidlah”. Dikatakan: “Apa itu Ruwaibidlah ?” Ia berkata: “Orang bodoh berbicara dalam perkara yang berhubungan dengan keumuman manusia”. (HR Ibnu Majah dan lainnya).[5]Di zaman ini kita melihat apa yang dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah terjadi, orang yang tidak amanah dan korup mudah naik jabatan sementara orang yang jujur dan amanah dimusuhi, diangkat seseorang untuk mengurus urusan besar padahal ia tidak mampu dan tidak cakap dalam bidangnya, para ruwaibidlah berbicara tentang urusan yang bukan bidangnya seperti masalah politik, masalah negara, atau masalah agama yang berhubungan dengan keumuman manusia, sehingga keadaan menjadi kacau balau. Andaikan orang-orang bodoh itu diam dan tahu diri, tentu Allah akan merahmatinya.
Penulis: Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc.
Artikel www.cintasunnah.com
[2] Ibnu Majah no 4049: Haddatsana Ali bin Muhammad haddatsana Abu Mu’awiyah dari Abu Malik Al Asyja’iy dari Rib’iy bin Hirasy dari Hudzaifah. Qultu: “Sanad ini hasan karena Ali bin Muhammad yaitu bin Abil Khashib shaduq, namun ia dimutaba’ah oleh Abu Kuraib Muhammad bin Al ‘Ala dikeluarkan oleh Al Bazzar dalam Al Bahruz Zakhor no 2467 sehingga hadits ini menjadi shahih, dan dishahihkan oleh syaikh Al Bani dalam silsilah shahihah no 87.
[3] Bukhari no 80 dan Muslim 4/2056 no 2671.
[4] No 3111, dan dishahihkan oleh syaikh Al Bani dalam silsilah shahihah no 3189.
[5] Ibnu Majah no 4036 dan sanadnya lemah karena ada perawi yang dla’if yang bernama Abdul Malik bin Qudamah Al Jumahi, namun imam Ahmad no 8105 meriwayatkan dari jalan Fulaih dari Sa’id bin ‘Ubaid bin As Sabbaq dari Abu Hurairah, dan fulaih bin Sulaiman bin Abul Mughirah dikatakan oleh Al Hafidz: “Shaduq banyak salahnya”. Sehingga sanad ini terangkat menjadi hasan. Dan hadits ini mempunyai syawahid yang menguatkannya diantaranya hadits Anas bin Malik diriwayatkan oleh Ahmad dan dalam sanadnya ada Muhamad bin Ishaq ia perawi mudallis dan telah meriwayatkan dengan lafadz ‘an sehingga menjadi lemah, namun ia mengangkat hadits di atas menjadi shahih, dan hadits ini Dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam silsilah shahihah no 1887.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar