Oleh
Syaikh Abu Usamah Salim bin Id Al-Hilali
Syaikh Abu Usamah Salim bin Id Al-Hilali
Sesungguhnya termasuk hal yang sangat menggembirakan, kita bisa
bersua kembali dalam masjid ini, di universitas ini, di tengah
saudara-saudara kami, kita bersatu dikalimat yang sama, yaitu kalimat
tauhid dan di atas kebesaran Islam. Tema kita di pagi hiri yang cerah
ini ialah kebesaran milik Allah dan RasulNya dan orang-orang yang
beriman. Maksudnya, kebesaran hanya milik Islam semata.
Dalil-dalil yang menunjukan bahwa kejayaan hanya milik Allah,
RasulNya dan kaum muslimin serta Islam banyak sekali. Firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَٰكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ
Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi RasulNya dan bagi
orang-orang yang beriman, tetapi orang-orang munafik tidak mengetahui.
[Al-Munafiqun : 8]
Ayat ini menegaskan bahwa kejayaan hanya milik Allah, RasulNya dan kaum mukminin.
فَلَا تَهِنُوا وَتَدْعُوا إِلَى السَّلْمِ وَأَنتُمُ الْأَعْلَوْنَ وَاللَّهُ مَعَكُمْ وَلَن يَتِرَكُمْ أَعْمَالَكُمْ
Janganlah kamu merasa lemah dan meminta perdamaian, padahal kamulah
yang di atas dan Allah (pun) beserta kamu dan dia sekali-kali tidak akan
mengurangi (pahala) amal-amalmu. [Muhammad : 35]
Dan sudah di ketahui bagi orang yang mendalami Al-Quran, ia
menetapkan bahwa kalimatullah adalah paling tinggi, sedangkan kalimat
orang kafir berada dalam tingkat yang paling rendah. Jadi kebesaran
milik Islam dalam kitabullah. Demikian juga, hal ini di tegaskan oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga pernyataan dari
generasi salaf, sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
لَا يَنْبَغِي لِمُسْلِمٍ أَنْ يُذِلَّ نَفْسَهُ
Tidak selayaknya seorang mukmin menghinakan dirinya” [Hadits Riwayat Ahmad]
Ini dalil agar setiap muslim merasa mulia dengan agamanya. Karena Islam mengajarkan al ‘izzah kepadanya.
Perhatikan dialog antara Abu Sufyan yang masih dalam kekufurannya
-padawaktu itu- dengan Umar bin Khaththab, tatkala kaum musyrikin
mendapatkan kemenangan dalam perang uhud.
Abu Sufyan berkata: Agungkanlah Hubal, kemudian nabi memerintahkan
Umar bin Khaththab untuk menyanggah dengan (perkataan) : ”Allah lebih
besar dan lebih tinggi”.
Ini merupakan sebagian dalil dari al kitab dan as Sunnah yang
menunjukan bahwa izzah (kebesaran) hanya milik Allah, RasulNya dan
Islam.
Apabila kita telah mengetahui bahwa kebesaran itu milik Islam, apakah
yang dimaksud dengan izzah dalam Islam, dan bagaimana Islam bisa
mengangkat kaum muslimin dari konsep kebesaran jahiliyah menuju kosep
izzah imani. Renungkanlah ayat ini, kita lihat dan bandingkanlah.
“Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi
orang-orang mu’min, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui”
[Al–Munafiqun : 8]
Lihatlah, Abdullah bin Ubay bin Salul, pimpinan kaum munafqin dalam
perang bani Musthaliq. Setelah orang-orang pulang dari perang tersebut
–termasuk Rasulullah- dia memunculkan ide penyebaran hadits ifk (berita
palsu). Dia menuduh ummul mukminin ash Shiddiqah bin ash Shiddiq
(‘Aisyah) dengan tuduhan zina. Wal iyyadzu billah.
Lihatlah, ia mengalihkan peperangan ke rumah beliau, pada kehormatan
beliau. Dalam suasana panas penuh isu, simpang-siur sarat berita bohong,
orang munafik ini ingin memanfaatkan kesempatan ini, atau ingin
menghantam beliau, atau ingin memancing dalam air keruh.
Pada situasi demikian ia mengatakan: لَئِن رَّجَعْنَآ إِلَى
الْمَدِينَةِ لَيُخْرِجَنَّ اْلأَعَزُّ مِنْهَا اْلأَذَلَّ (Sesungguhnya
jika telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir
orang-orang yang lemah darinya). Yang ia maksud dengan orang yang kuat
adalah dia sendiri. Sedangkan yang ia maksud orang yang lemah adalah
Rasullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Inilah konsep izzah dalam kaca mata jahiliyah, membanggakan diri,
membanggakan kedudukan sosial, dengan nasab, nenek moyang, golongan,
banyaknya pengikut, banyaknya harta, dengan jabatan dan harta. Inilah
izzah menurut jahiliyah.
Dalam masalah berita palsu ini, Allah tidak membiarkan ada orang yang
membantah para penyebar isu berita palsu tersebut. Yang membantah
adalah langsung Allah sendiri. Allah merehabilitasi nama baik Ummul
Mukminin dalam sebelas ayat pertama dari surat An-Nur. Sementara di
dalam surat Al-Munafiqin, Allah membantah Abdullah bin Ubay bin Salul
(dengan firmanNya).
وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَٰكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ
“Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi RasulNya dan bagi
orang-orang mu’min, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui”
[Al-Munafiqun : 8]
Firman Allah ini seolah-olah mengatakan, tidak ada kebesaran kecuali
milik Allah. Dialah yang maha perkasa dan bijak, Maha kuat dan
perkasa.Tidak ada kebesaran, kecuali milik Allah. Tidak ada kejayaan,
kecuali bersama dengan Allah.
Siapa saja yang tergantung dengan yang maha kuat, niscaya ia menjadi
insan yang kuat. Oleh karena itu, Rasulullah berpegang dengan Allah,
sehingga ia menjadi kuat. Dan demikian pula dengan kaum mukminin, mereka
berpegang kepada Allah dan RasulNya, mereka menjadi insan–insan yang
kuat.
Inilah makna izzah dalam kosep imani, bangga diri dengan agama,
dengan Allah, Rasul, amal shalih, ilmu yang bermanfaat, serta dakwah
kepada Allah. Lihatlah, bagaimana konsep Islam mengangkat manusia dari
permukaan bumi menuju ketinggian izzah. Menuju tingginya tekad.
Kendatipun jasad-jasad mereka bersentuhan dengan yang ada di bumi,
tetapi jiwa-jiwa mereka terikat dengan malail a’la (majlis yang paling
tinggi), dengan kenikmatan-kenikmatan yang ada di sisi Allah. Jadi izzah
milik Islam.
Apakah (yang menjadi) sumbernya?
Sudah kami katakan tadi, bahwa tidak ada kebesaran kecuali milik Allah.
Dan siapa saja yang bersama dengan yang maha perkasa, ia menjadi perkasa
Dan siapa saja yang mencari kejayaan dengan selain Allah, niscaya akan
hina.
Faktor paling besar yang mendukung kukuhnya izzah ini, adalah aqidah
Islamiyyah. aqidah ini bertumpu pada tauhidullah (mentauhidkan Allah),
terhadap dzatNya, tindakan-tindakanNya dan asma wa sifatNya,Tidak ada
dzat yang berhak di sembah kecuali Allah. Karena itu, barang siapa
menyambah Allah, ia menjadi insan yang perkasa. Dan orang yang
meyekutukan Allah, akan menjadi manusia hina. Allah-lah yang mengangkat
derajat atau menghinakan seseorang. Allah berfirman .
وَتُعِزُّ مَن تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَاءُ
Dan Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki, dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. [Ali–Imron : 26]
Barang siapa konsisten pada aqidah yang benar dan tauhid yang lurus,
niscaya Alloh akan memuliakannya dengan aqidah dan agama ini. Dan barang
siapa yang menyimpang darinya, hendaknya tidak mencela kecuali dirinya
sendiri saja.
Faktor lain yang juga dapat mewujudkan ‘ izzah adalah manhaj. Oleh karena itu, Alloh berfirman.
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang yang menyeru
kepada Allah, mengerjakan amal sholeh dan berkata : “Sesungguhnya aku
termsuk orang–orang yang berserah diri.” [Fushiliat : 33]
Lihatah, setelah ia berpegangan dengan manhaj dan dakwah, kemudian
mempunyai rasa bangga dengan agama. Dia mengumandangkan suaranya, bahwa
ia seorang muslim, termasuk yang bertauhid kepada Allah dan mengikuti
Allah dan RasulNya. Firman Allah :
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا
(Dan siapakah yang lebih baik perkataannya …), maka jawabannya, tidak
ada seorang pun yang lebih baik darinya. Dalam ayat ini Allah mengikat
dakwah dengan manhaj. Baru kemudian mengerjakan amalan shalih. Setelah
itu, akhirnya ia bangga dengan Islam.
Oleh karena itu, berkaitan dengan syarat diterimanya amalan shalih, ada syarat sah dan syarat kamal (kesempurnaan).
Tentang syarat sah diterimanya amal adalah ikhls bagi Allah dan
ittiba’ kepada Nabi. Sedangkan syarat kesempurnaannya amal ialah.
Pertama : Seseorang harus menggenggam agamanya dengan kuat. Allah berfirman.
يَا يَحْيَىٰ خُذِ الْكِتَابَ بِقُوَّةٍ
Hai, Yahya. Ambillah Al–Kitab (Taurat) itu dengan sungguh–sungguh. [Maryam : 12]
Allah berfirman :
خُذُوا مَا آتَيْنَاكُم بِقُوَّةٍ
“Pegangilah dengan teguh apa yang Kami berikan kepadamu” [Al–Baqarah : 63]
Dan yang dimaksud dengan quwwah ini adalah berbangga diri dengan agama Islam.
Kedua : Tidak malas beramal shalih dan menyegerakan diri dalam mengerjakan amal kebaikan maupun ketaatan.
Sumber kemuliaan Islam yang lain, yaitu menjadi seorang muslim yang
mempunyai ciri khas tersendiri dalam aqidah, cara–cara beribadah,
penampilan lahiriah atau batiniah.
Dalam seluruh aspek, seorang muslim memiliki ciri khas tersendiri.
Umat Islam memiliki nilai istimewa dengan menonjolnya kebaikannya. Allah
berfirman :
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ
“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia” [Al–Imran : 110]
Memiliki nilai tersendiri sebagai umat yang adil dan pilihan. Allah berfirman :
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kami (umat Islam), sebagai umat yang adil dan pilihan” [Al–Baqarah : 143]
Mereka menjadi saksi–saksi Allah di bumi. Lihatlah nilai istimewa yang dimiliki kaum Muslimin dalam ayat.
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
“Tunjukilah kami jalan yang lurus. (Yaitu) jalan orang–orang yang
telah Engkau anugerahkan kenikmatan kepada mereka, bukan (jalan) yang
dimurkai Allah (yaitu : Yahudi) dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat
(yaitu : Nashara” )” [Al–Fatihah : 6–7]
“Tunjukilah kami wahai Rabb ke jalan yang benar dan lurus, bukan
jalan orang–orang yang dimurkai Allah, yaitu kaum Yahudi. Juga bukan
jalan orang–orang yang sesat, yaitu kaum Nashara. Seorang muslim berbeda
dengan Yahudi dan Nashara, penganut agama dan golongan lain. Oleh
karena itu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salaam melarang tasyabbuh
(berserupa) dengan orang–orang kafir. Larangan itu tertuang dalam
nasihat beliau yang sangat mengagumkan.
بُعِثْتُ بَيْنَ يَدَيْ السَّاعَةِ بِالسَّيْفِ حَتَّى يُعْبَدَ اللَّهُ
وَجُعِلَ الذُّلُّ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي وَجُعِلَ
رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Aku diutus dengan pedang, saat hari Kebangkitan sudah dekat, supaya
Allah saja yang disembah. Ditimpakan kehinaan dan kerendahan pada orang
yang menentang perintahku. Rezekiku ditetapkan berada di bawah ujung
tombak. Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, niscaya ia termasuk
dari mereka” [Hadits Riwayat Ahmad]
بُعِثْتُ بَيْنَ يَدَيْ السَّاعَةِ بِالسَّيْفِ حَتَّى يُعْبَدَ اللَّهُ
“Aku diutus dengan pedang saat hari Kebangkitan sudah dekat, supaya Allah saja yang disembah”
Ini adalah ‘izzatul Islam. Kita memperjuangkan Islam sampai
orang–orang menyembah Pencipta mereka. Kita berjuang untuk mengeluarkan
orang–orang dari kegelapan menuju cahaya. Kita memperjuangkan Islam
dengan kata–kata, dakwah, dengan hujjah dan burhan sebelum memasuki
perjuangan dengan pedang, di setiap tempat dan moment.
Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa salaam mengatakan :
بُعِثْتُ بَيْنَ يَدَيْ السَّاعَةِ بِالسَّيْفِ حَتَّى يُعْبَدَ اللَّهُ
(Aku diutus dengan pedang, saat hari Kebangkitan sudah dekat, supaya Allah saja yang disembah).
Jadi, kita berjuang sampai orang–orang menyembah Allah, yang menciptakan mereka.
وَجُعِلَ الذُّلُّ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي
(Ditimpakan kehinaan dan kerendahan pada orang yang menentang
perintah Ku). Jadi barang siapa mengikuti perintah Rasul Shallallahu
‘alaihi wa sallam, ia akan menggenggam izzah (kebesaran) dan rif’ah
(ketinggian kedudukan). Barang siapa menentang manhaj Rasul Shalallahu
‘alaihi wa sallam, ia akan ditimpa kehinaan. Setelah itu Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan. وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ
فَهُوَ مِنْهُمْ (Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, niscaya ia
termasuk dari mereka). Maksudnya, barang siapa menyerupai musuh, niscaya
akan terhina. Barang siapa silau dengan para musuh, ia akan tersesat.
Barangsiapa mengikuti manhaj para musuh, ia akan terhina. Tetapi, orang
yang mengikuti manhaj Nabi, tidak ada kesesatan dan tidak ada kehinaan
yang menimpanya. Ringkasnya, seorang muslim harus berbeda jati dirinya
dari orang lain, dalam hal aqidah, jati diri dalam setiap urusannya.
Insan yang mandiri. Tidak ke timur juga tidak ke barat.
Bagaimana kita mengetahui bahwa Islam itu besar di mata manusia atau
sebaliknya ? atau bagaimana kita mengetahui bahwa kaum muslimin itu
agung atau lemah ?
Ada beberapa hal yang menunjukkan bahwa kemuliaan Islam ada di tengah
kehidupan kaum Muslimin dan kemuliaan kaum Muslimin ada di tengah umat
manusia.
Bukti kemuliaan Islam yang pertama. Semaraknya dan tersebarnya panji–panji Islam yang banyak.
Jika Anda ingin mengetahui tegaknya izzah Islam di tengah kaum
Muslimin, maka perhatikanlah, apakah syiar–syiar agama, seperti adzan,
shalat, pelaksanaan rukun Islam, amar makruf nahi mungkar terlihat jelas
di tengah kaum Muslimin ? Apakah berwasiat dalam kebaikan dan kesabaran
ada di tengah kaum Muslimin ?
Kalau Anda melihat nilai–nilai ada, melihat amal shalih, ilmu yang
bermanfaat ada. Jika anda menyaksikan kondisi–kondisi seperti ini dan
akhlak yang shalih ada, berarti manusia dalam keadaan baik, dan agama
Islam masih dalam keadaan mulia.
Oleh karena itu, Rasulullah menghubungkan kemuliaan Islam dengan
pelaksanaan syiar–syiar agama Islam, berkembangnya Sunnah di kalangan
umat Islam. Dan anda sekalian mengetahui, bahwa orang yang berpuasa,
tatkala matahari telah terbenam, maka hendaknya langsung berbuka.
Sebabnya, menyegerakan berbuka puasa termasuk sunnah. Nabi Shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda.
لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ
“Agama ini senantiasa akan tegak, selama orang–orang menyegarakan berbuka puasa”
Sabda beliau yang lain : “Agama ini akan selalu mulia selama umatku tidak menunggu terbitnya bintang dalam berbuka puasa”
Disini, beliau Shalallahu ‘alaihi wa sallam menghubungkan tegaknya
agama dengan tumbuhnya syiar–syiar agama. Kalian melihat ada semangat
emosional bagi Islam. Orang–orang masih memilikinya, alhamdulillah,
belum padam. Tetapi kita menginginkan tumbuhnya syiar–syiar Islam dalam
kehidupan nyata kaum Muslimin. Kita ingin semangat yang ada di kalbu
umat tersebut menjelma menjadi tumbuhnya syiar–syiar Islam.
Lihatlah, kasus sang pelukis kafir tatkala berbuat aniaya terhadap
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salalm, melukis karikatur–karikatur
buruk lagi dusta yang melecehkan beliau Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Di
timur dan barat, utara dan selatan, umat tergerak untuk mengingkarinya.
Sebagian tindakan mereka dapat dibenarkan syariat. Namun sebagian yang
lain tidak dapat dibenarkan oleh agama. Ada pemboikotan kepada
negara–negara kafir dalam bidang ekonomi. Ini berarti masih ada semangat
agama pada mereka. Kita tidak ingin ini saja. Tapi bersama ini, kita
ingin tegaknya syiar–syiar agama.
Kita memang mencintai Rasulullah dengan sepenuh perasaan kita. Tapi
pembelaan kita yang hakiki kepada Rasul adalah membela Sunnah Rasul,
dengan menghidupkan sunnahnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menjanjikan
pertolongan kepada orang yang menolong agamaNya.
وَلَيَنصُرَنَّ اللَّهُ مَن يَنصُرُهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ
“Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama) Nya.
Sesungguhnya Allah benar–benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa” [Al–Hajj :
40]
Barang siapa yang menolong agama Allah Subhanahu wa Ta’ala, niscaya
Allah membelanya. Barang siapa menolong Rasul, niscaya Allah akan
membelanya. Allah berfirman.
وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ
“Dan kami sekalian menguatkan (agama) nya dan menghormatiny” [ Al–Fath : 9]
Menurut mayoritas ulama tafsir, kata ganti ketiga (pada ayat di atas) ini mewaikili Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Kalau umat ingin benar–benar membela Rasul, maka harus konsisten
dengan agamanya. Kita mendukung adanya pemboikotan produk musuh. Tetapi
sebelum itu, kita harus memboikot pemikiran musuh, kebudayaan barat,
aqidah musuh, kebudayaan asing. Dengan ini, syiar–syiar agama akan
terlihat di tengah khalayak.
Tanda Kemuliaan Umat Yang Lainnya.
Yaitu adanya sikap mandiri, tidak bergantung kepada umat lain ; sebagai
umat merdeka dengan aqidah, manhajnya, ekonominya, kebudayaannya, tidak
meniru barat, umat kafir atau umat lainnya. Bukan berarti kita tidak
boleh mengambil manfaat dari produk ilmu–ilmu mereka. Imu–ilmu teknologi
tersebut bukan monopoli mereka saja, milik siapa saja, dapat diraih
oleh siapa saja yang menekuninya. Dan umat Islam, diperintahkan untuk
menyatukan dua kebaikan, dunia dan akhirat.
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari
(kenikmatan) duniawi” [Al–Qashash : 77]
Jadi, seorang mukmin beramal untuk akhiratnya, dengan amal shalih ;
dan beramal untuk dunia, dengan membangunnya. Oleh karena itu terlihat
kembali hadits Nabi Shalallahu ‘slaihi wa sallam. “Agama ini akan selalu
mulia selama umatku tidak menunggu terbitnya bintang dalam berbuka
puasa.”
Siapakah yang menunggu terbitnya bintang–bintang saat akan berbuka
puasa ? (Mereka) ialah : Yahudi dari orang kafir dan golongan Rafidhah
(Syi’ah). Artinya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
apabila umatku menunggu terbitnya bintang–bintang untuk berbuka puasa,
maka mereka telah mengekor umat lain yang mengakibatkan jati diri umat
ini menjadi lemah.
Tanda Kemuliaan Islam Yang Lain.
Orang–orang memberlakukan syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala pada denyut
kehidupan mereka, para penguasa menetapkan Al–Qur’an dan As–Sunnah
sebagai aturan perundang–undangan. Karena, aplikasi syari’at hukumnya
wajib dan fardhu ‘ain atas setiap muslim. Perhatikanlah sabda Nabi.
ألَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَ كُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Ketahuilah, bahwa setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin ditanya tentang pertanggung jawabannya”
Dari sini, setiap muslim adalah pemimpin. Dan sebagai pemimpin,
bertanggung jawab untuk menerapkan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi Wa Salaam. Jadi, menegakkan hukum Allah sebagai
undang–undang adalah wajib, fardhu ‘ain sesuai kedudukan dan tanggung
jawabnya. Allah berfirman.
وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِن شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ
“Dan tentang perkara apa saja yang kamu perselisihkan, maka putusannya (terserah) kepada Allah” [Asy-Syura : 10]
إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ
“Menetapkan hokum itu hanyalah hak Allah” [Al-An’am : 57]
Jadi, penerapan syari’at, hukum Allah dan penegakan Negara Islam
merupakan kewajiban atas umat Islam. Sedangkan meremehkan atau lemah
dalam mengusahakan masalah ini, tidak akan membuahkan hasil sama sekali.
Tetapi dalam hal menyeru kepada hal ini, harus sesuai dengan metode
Nabi. Kita menyeru agar ditetapkan syarat, agama dan hokum Allah dengan
cara Rasulullah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ
“Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu, dengan hikmah dan pelajaran
yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik” [An-Nahl : 125]
قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا
وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah : Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang
mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha
Suci Allah dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik” [Yusuf :
108]
Jadi, kita menyeru dengan hujjah, burhan, dalil dan penjelasan. Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berhasil menegakkan sebuah Negara Islam,
tetapi tidak dengan pedang. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mampu
menegakkannya tatkala berhasil menanamkan aqidah pada umat. Setiap umat
yang telah berhasil mengekkan tauhid dan kalimat Laa Ilaaha Illallah
dalam kehidupan mereka, niscaya Allah menegakkan daulah Islam di negeri
mereka.
Oleh karena itu tatkala Nabi menawarkan dakwah Islam kepada
kabilah-kabilah saat musim haji, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengatakan. “Katakanlah sebuah pernyataan! Dengan itu, bangsa Arab akan
tunduk kepada kalian, dan kalian akan menguasai bangsa Asing. Katakanlah
Laa Ilaaha Illa Allah, niscaya kalian akan selamat”.
Jadi umat yang menegakkan tauhid, menegakkan sunnah Allah Subhanahu
wa Ta’ala akan menganugrahkan kekuasaan bagi mereka di bumi ini. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن
قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ
وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا
يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara
kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh
akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia akan meneguhkan
bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan Dia
benar-benar akan merubah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam
ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahKu dengan tiada
mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku” [An-Nur : 55]
Istikhlaf dan Tamkin (kekuasaan dan kemenangan) adalah sebuah janji
dari Allah bagi orang-orang beriman yang berusaha. Kemudian lihatlah :
وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ
(Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Allah ridhai untuk mereka)
Sebelum Allah menegakkan Negara di bumi, Allah menegakkan agama di
hati manusia. Tatkala agama telah tertanam di hati kita masing-masing,
kita sudah menegakkan hukum Allah di hati masing-masing, kita telah
menegakkan hukum Allah dalam kehidupan sesuai dengan kemampuan kita,
niscaya Allah akan memberikan anugrah berupa Istikhlaf dan Tamkin.
Apakah Islam Akan Kembali Agung Seperti Semula ?
Perkara ini telah di beritahukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang shahih.
لَيَبْلُغَنَّ هَذَا الْأَمْرُ مَا بَلَغَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ
بِعِزِّ عَزِيزٍ أَوْ بِذُلِّ ذَلِيلٍ عِزًّا يُعِزُّ اللَّهُ بِهِ
الْإِسْلَامَ وَأَهْلَهُ وَذُلًّا يُذِلُّ اللَّهُ بِهِ الْشِّرْكَ
وَأَهْلَهُ
“Agama ini akan menyebar sejauh jarak yang dicapai malam dan siang,
dengan kemulian orang yang mulia dan kehinaan orang yang terhjina ;
yaitu kemuliaan yang dengannya Allah akan memuliakan Islam dan
penganutnya, dan menghinakan kesyirikan dan pengikutnya”.
(Dalam hadits ini) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengabarkan bahwa Islam, meskipun tertekan dalam kehidupan manusia dan
lemah di jiwa sebagian kaum muslimin, (tetap ia) akan kembali agung,
menang, bercahaya sebagaimana disebutkan Rasul dalam hadits yang mulia.
Ini juga menunjukkan, masa depan hanya milik Islam. Tidak syak lagi, ini
pasti datiang dan tiba, tidak bisa tidak ! Karena kita mengimani Allah
dan RasulNya. Maha Benar Allah, demikian juga RasulNya. Peristiwa yang
diberitahukan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam pasti tiba, tidak ada
yang bisa mengingkarinya.
Tapi ada faktor-faktor yang menghalangi menuju kebesaran Islam dan jalan ke sana, di antaranya yang paling penting ialah.
Pertama : Fanatisme Daerah Dan Sukuisme
Di tengah kaum muslimin tumbuh seruan-seruan kepada fanatisme daerah dan sukuisme. Seruan ini telah mencerai beraikan kaum muslimin. Juga merupakan perkara yang menekan dan menghinakan mereka.Bangsa Arab menyeru kepada fanatisme golongannya sendiri. Demikian juga bangsa Persia, Turki. Bangsa Urdu berperang untuk memperjuangkan fanatisme golongannya. Kaum muslimin terpecah belah menjadi berbagi macam golongan. Bahkan dalam satu golongan pun bercerai berai, muncul banyak faksi. Satu pihak menyeru ke arah selatan dan pihak lainnya menyeru kea rah utara. Ini menyeru kepada barat dan itu menyeru kea rah timur, padahal mereka berasal dari negara yang sama, keturunan yang sama.
Di tengah kaum muslimin tumbuh seruan-seruan kepada fanatisme daerah dan sukuisme. Seruan ini telah mencerai beraikan kaum muslimin. Juga merupakan perkara yang menekan dan menghinakan mereka.Bangsa Arab menyeru kepada fanatisme golongannya sendiri. Demikian juga bangsa Persia, Turki. Bangsa Urdu berperang untuk memperjuangkan fanatisme golongannya. Kaum muslimin terpecah belah menjadi berbagi macam golongan. Bahkan dalam satu golongan pun bercerai berai, muncul banyak faksi. Satu pihak menyeru ke arah selatan dan pihak lainnya menyeru kea rah utara. Ini menyeru kepada barat dan itu menyeru kea rah timur, padahal mereka berasal dari negara yang sama, keturunan yang sama.
Kaum muslimin bercerai berai menjadi berbagai golongan dan sekte,
padahal sebelumnya mereka adalah umat yang satu. Tatkala mereka terpecah
belah, maka kekuatannya melemah dan menjadi pengekor musuh serta
makanan yang diperbutkan musuh-musuh Islam. Inilah sebagian penghalang
yang menghadang jalan menuju keagungan Islam.
Dengan pandangan yang tajam, kita bisa mengetahui dampak yang muncul
bahwa penguasaan yang dilakukan orang-orang kafir bukan berbentuk dzati,
tetapi merupakan penguasaan yang sifatnya efek dari kejadian lainnya.
Maksudnya, lantaran kelemahan iman dan kelemahan umat Islam. Kita
melihat factor penunjang kekuatan barat adalah kekuatan politik militer
dan ekonomi serta kelemahan kaum muslimin.
Kalau kita memperhatikan kekuatan politik barat, ternyata konsep
politik mereka telah terbuka kedoknya, terbongkar boroknya, politik yang
tertumpu pada dusta, nifak, memainkan standard yang pincang, mengukur
dengan timbangan ganda, memainkan dua benang. Mereka menuntut penerapan
sesuatu, tetapi justru mereka yang mempecundanginya. Mereka menuntut
negara-negara Islam menerapkan demokrai, tetapi ketika negara-negara
kaum muslimin memenangkannya, mereka mengingkarinya. Ini menunjukkan
bahwa politik mereka bedasarkan kedustaan dan kepalsuan, Allah Subhanahu
wa Ta’ala telah membuka kedok mereka.
Mari kita lihat kekuatan ekonomi barat. Kekuatan ekonomi mereka
hancur. Kekuatan ekonomi mereka menjadi kuat lantaran menguasai
kekuasaan alam negara-negara Islam, mengeruk kekayaannya. Mereka
menjajah negara-negara Islam. Minyak bumi kita, mereka rampok. Emas-emas
kita, mereka curi. Minyak bumi dan kekayaan negara kita dikeruk, dijual
dipasar dengan nilai rendah. Tidak ada yang mengetahui berapa banyaknya
kecuali Allah.
Adapun kekuatan militer mereka, Allah-lah yang akan mengatasinya.
Lihatlah, di penghujung abad sebelumnya, ada dua kekuatan yang menguasai
dunia. Kekuatan Timur yang terwakili oleh kekuatan komunisme Soviet dan
kekuatan Barat yang kapitalisme dengan Amerika sebagai pemimpinnya.
Bagaimana Uni Soviet bisa terkoyak, padahal memiliki persenjataan
yang canggih? Allah mendatangi mereka dari sudut yang tidak mereka
sangka, dan melemparkan rasa takut di hati-hati mereka. Mereka hancurkan
rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan kaum
muslimin. Ambillah pelajaran dari kejadian ini, wahai orang-orang yang
berakal.
Amerika tidak menyerang Uni Soviet dengan nuklirnya (sehingga
hancur). Kehancuran kekuatan Uni Soviet berasal dari dalam. Sebab,
adanya factor-faktor yang memaksanya hancur. Demikian juga, Amerika
sudah berada di ambang kehancuran dari dalam. Melemahnya ekonomi,
kerusakan dan degradasi moral, kekalahan kekiuatan militer.
Kekuatan-kekuatan ini sudah tidak bertaji lagi. Kekuatan mereka yang
tersisa adalah kelemahan kaum muslimin. Oleh karena itu, mereka berusaha
mengkondisikan agar kaum muslimin dalam keadaan lemah. Lemah dalam
agama, duniawi, pemikiran dan harapan. Jika kaum muslimin kembali pada
agama mereka, niscaya kesyirikan akan runtuh, kekufuran akan lenyap.
Kekuatan yang menakutkan dunia ini akan sirna dengan kalmatut tauhid,
Laa Ilaaha Illallah.
Jadi, penghalang yang paling besar demi mencapai kebesaran Islam adalah terpecah belahnya umat Islam.
Apa Jalan Menuju Kebesaran Islam ?
Konsepnya adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti tercantum dalam hadits Ibnu Umar Radhiyallahu anhu.
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ
وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ
عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ
“Jika kalian berjual beli dengan cara ‘inah, memegangi ekor-ekor
sapi, dan menyenangi pertanian dan meninggalkan jihad, niscaya Allah
akan menimpakan pada kalian kehinaan, tidak akan mencabutnya dari kalian
sampai kalian kembali kepada agama kalian”.
Jika demikian, jalan menuju ke sana, wahai saudara-saudaraku, wahai
pemuda Islam, wahai harapan umat, wahai orang yang menjadi bekal harapan
bagi masa depan yang terang ; jalan menuju keagungan Islam adalah degan
kembali memegangi agama kita ini yang dahulu dipegangi Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam, para sahabat dan generasi Salafush Shalih. Tatkala
mereka konsisten berada di atas agama ini, mereka menjadi umat manusia
yang terbaik, para pemimpin wilayah, guru bagi umat manusia,
mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju ke cahaya terang. Dengan
kembali kepada agama kita, agama kita akan menjadi besar lagi. Masa itu
pasti akan dating, tetapi membutuhkan kesabaran dan ketabahan.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah
kesabaranmu dan tetaplah bersiap-siap siaga (diperbatasan negerimu) dan
bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung” [Ali-Imran : 200]
Semoga Allah Al-Qawiyyu Al-Aziz menolong Islam dan kaum Muslimin,
menampakkan Al-Haq dan menegakkan negeri Islam dengan Al-Kitab dan
As-Sunnah. Allah-lah yang akan mewujudkannya dan Dia Maha Kuasa untuk
itu.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun X/1427H/2006.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar