Selasa, 31 Januari 2012

Untuk Istriku yang kucinta...


Aku tidak tahu dari mana harus memulai menuliskan beberapa rumpun  kalimat buatmu, wahai istriku. Aku juga tidak tahu apakah kepolosanku  dan ketulusanku ini akan mendapat sambutanmu. Tapi aku tiada pedulikan  itu. Yang pasti, aku hanya ingin engkau tahu bahwa aku adalah suamimu.

Aku tahu bahwa sebagai suami ternyata aku sangat membutuhkanmu, aku katakan ini sejujurnya. Lalu  apakah engkau juga sangat membutuhkan aku, suamimu, wahai istriku?  Maafkan aku atas pertanyaan ini. Bukan aku meragukan cintamu padaku, aku  hanya ingin meyakinkan diriku. Sebab, kebanyakan istri kerabat maupun  sahabat-sahabatku pun sangat besar rasa butuhnya terhadap suami mereka.  Oleh sebab itulah aku mencarimu untuk kujadikan istri, sebab engkau  adalah seorang wanita yang sholihah, lembut, sopan santun, mulia,  bertakwa, suci, menjaga diri dan penuh kasih sayang.

Istriku, aku tidak segan-segan berterus terang kepadamu,  meski hanya dalam bentuk goresan tinta kita ini di atas lembaran kertas  yang juga milik kita, bahwa aku sangat membutuhkanmu. Dan aku tidak  menginginkan dari itu semua selain agar tumbuh rasa dalam dada kita  berdua akan pentingnya saling menjaga hubungan baik di antara kita. Dan  bahwa hubungan yang baik itu jauh lebih mulia daripada kita  berlomba-lomba dengan maksud agar diketahui siapa di antara kita berdua  yang lebih unggul. Aku berharap engkau pun telah memahaminya.

Istriku, jujur aku katakan bahwa keberadaanmu sebagai istri  bagiku kurasakan sangat penting bagi diriku, akalku, hati serta jiwaku.  Bahkan sangat penting bagi kehidupanku juga setelah kematianku. Maka  kutuliskan suratku ini untukmu, semoga engkau benar-benar mengerti  betapa tingginya kedudukanmu sebagai seorang istri, betapa beratnya  wasiat agama kita yang telah dibebankan kepadaku setelah aku menikahimu,  dan betapa berartinya dirimu bagiku, suamimu.

Istriku, jujur kukatakan, bagiku engkau laksana permata yang  sangat berharga yang tadinya aku tak tahu dimana engkau berada dan ke  mana aku harus mencari. Sungguh dunia ini penuh dengan perhiasan, sampai  aku tidak kuasa memilih perhiasan mana yang harus kuambil untuk  kumiliki, sampai akhirnya Alloh azza wajalla memberikan petunjuk  kepadaku, suamimu ini, yang telah payah dan lelah mencarimu sampai  akhirnya aku menemukanmu dan menjadikanmu sebagai istri. Aku memuji  Alloh azza wajalla dengan sebanyak-banyak pujian bagi-Nya subhanahu  wata’ala. Aku tidak mengada-ada untuk sekedar membesarkan hatimu, namun  begitulah Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyatakannya.

إِنَّمَا الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَلَيْسَ مِنْ مَتَاعِ الدُّنْيَا شَيْءٌ أَفْضَلَ مِنْ الْمَرْأَةِ الصَّالِحَةِ

“Dunia ini tiada lain hanyalah perhiasan, dan tak ada  satu pun dari perhiasan dunia ini yang lebih utama daripada seorang  istri yang sholihah.”

Semoga engkau mengerti ini…

Istriku, jujur kukatakan, bagiku engkau adalah sumber kebahagiaan dan  penderitaanku. Engkau adalah penghias rumah tempat tinggalku dan  kendaraan mewahku, dan engkau adalah sebaik-baik tetanggaku. Aku memuji  Alloh azza wajalla dengan sebanyak-banyak pujian bagi-Nya subhanahu  wata’ala. Aku tidak mengada-ada untuk mendapat tempat di hatimu, namun  begitulah Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengabarkannya.

أَرْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ : الْمَرْأَةُ  الصَّالِحَةُ ، وَ الْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ ، وَ الْجَارُ الصَّالِحُ ، وَ  الْمَرْكَبُ الْهَنِيْءُ . وَ أَرْبَعٌ مِنَ الشَّقَاءِ : الجْاَرُ  السُّوْءُ ، وَ الْمَرْأَةُ السُّوْءُ ، وَ الْمَسْكَنُ الضَّيِّقُ  وَالْمَرْكَبُ السُّوْءُ” .

“Ada empat hal yang termasuk kebahagiaan; istri sholihah,  rumah yang lapang nan luas, tetangga yang sholih dan kendaraan yang  nyaman. Dan ada empat hal yang termasuk kesengsaraan; tetangga yang  jelek (akhlaknya), istri yang jelek (akhlaknya), rumah yang sempit dan  kendaraan yang tak nyaman.”

Istriku, tahukah kau bahwa aku bisa berbahagia bersamamu dan  bisa sengsara lagi menderita olehmu? Bukan aku tidak percaya kepadamu  bahwa engkau akan membahagiakanku, tentunya engkau bisa memilih. Sebab,  aku sudah tahu engkau adalah seorang wanita yang memiliki kecerdasan,  apakah engkau akan menjadi sumber kebahagiaanku atau menjadi sumber  penderitaanku? Aku memuji Alloh azza wajalla dengan sebanyak-banyak  pujian bagi-Nya subhanahu wata’ala, aku berbahagia bersamamu di atas  keberkahan hidup bersamamu yang telah dianugerahkan kepadaku, tentunya  juga kepadamu. Aku merasa bahagia meski menurut orang lain aku sengsara,  aku tidak menyesali banyaknya penderitaan, namun aku sangat berharap  keberkahannya. Semoga engkau mengerti ini.

Istriku, jujur kukatakan bahwa tiada sebuah rumah pun yang  akan kupandang indah dan kurasa nyaman meski seluas apapun rumah itu  bila aku tinggal di dalamnya tanpamu. Aku memuji Alloh azza wajalla  dengan sebanyak-banyak pujian bagi-Nya subhanahu wata’ala, sungguh aku  bangga padamu, istriku, karena kini aku rasakan rumahku begitu teduh,  tentram dan nyaman bagiku setelah engkau yang menjadi pendampingku sejak  pernikahan dulu. Semoga engkau mengerti ini.

Istriku, jujur kukatakan, tiada kendaraan mewah yang nyaman  aku kendarai meski apapun jenisnya dan berapa rupiah pun harganya jika  engkau tidak bersamaku di atas kendaraan itu. Aku memuji Alloh azza  wajalla dengan sebanyak-banyak pujian bagi-Nya subhanahu wata’ala, sebab  aku merasa tiada tetangga yang berdampingan denganku saat ini, baik di  rumahku maupun di kendaraanku yang kurasakan kesholihannya selain  dirimu. Semoga engkau mengerti ini.

Istriku, sejujurnya kukatakan, bagiku engkau adalah ukuran  kebaikanku di duniaku. Semoga engkau tahu dan memahami ini. Betapa berat  amanah yang telah dipikulkan di atas pundakku setelah aku menikahimu.  Aku diwasiati untuk menjagamu, bahkan aku diingatkan sekali lagi dan  berikutnya dan berikutnya demi kebaikanmu. Aku mengetahui hal ini bukan  sekedar mengikuti perasaanku, juga bukan berdasarkan buaian mimpiku,  bukan pula dari lamunan dan khayalanku. Namun aku mengerti dan paham  lalu seyakin-yakinnya aku yakini dari sabda seorang manusia yang tidak  didustakan kabarnya dan tidak dimaksiati perintahnya shallallahu ‘alaihi  wasallam. Tahukah dirimu bahwa beliau telah menjadikan bagaimana caraku  mempergaulimu dalam kebersamaan ini sebagai tanda baik buruknya  akhlakku? Beliau pernah bersabda:

 
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا

“Kaum mukminin yang paling sempurna imannya ialah yang  paling baik akhlaknya, dan orang yang paling baik di antara kalian ialah  yang paling baik akhlaknya terhadap istrinya"
Oleh karenanya, istriku, aku tidak ingin menjadi seorang yang  berakhlak buruk sebab tidak bisa berbuat baik kepadamu, dan aku berharap  engkau membantuku agar aku bisa memperbaiki akhlakku, (yaitu) dengan  memudahkan caraku agar bisa berbuat baik kepadamu. Semoga engkau  mengerti ini.

Istriku, bila engkau mendapati kebaikanku, sesungguhnya aku  tidak berharap perhatianmu, aku juga tidak berharap pujianmu. Namun, aku  hanya ingin semoga Alloh azza wajalla menjadikanmu istri yang sholihah  yang berbuat baik kepadaku. Dan, bila engkau mendapatiku tidak berbuat  baik kepadamu, semoga kesholihanmu bisa membuka pintu maafmu bagiku, dan  semoga Alloh subhanahu wata’ala Yang di atas sana memaafkan  kekhilafanku.

Istriku, sebenarnya masih banyak yang ingin aku goreskan  dalam lembaran ini. Namun, aku cukupkan dengan mengatakan di ujung  suratku ini, bahwa pada akhirnya engkau adalah pelabuhan bahteraku yang  aku akan merasa tenang setelah tadinya jiwaku diliputi kecemasan dan  ketakutan akan dalam dan dahsyatnya gelombang samudra kehidupan saat  masih sendiri sebelum kehadiran seorang istri, dan bagiku ialah dirimu.  Aku memuji Alloh azza wajalla dengan sebanyak-banyak pujian kepada-Nya  azza wajalla, dan semoga Dia memberkahi hari-hari kita berdua, dalam  suka maupun duka.

Dari yang mencintaimu karena Alloh dan untuk Alloh subhanahu wata’ala, aku, suamimu.

[HR]

\[1] HR. Ibnu Majah no. 1845, dishohihkan oleh al-Albani dalam Shohih Ibnu Majah no. 1504.

\[2] HR. Ibnu Hiban no: 1232 dishohihkan oleh al-Albani dalam ash-shohihah 1/509

\[3] HR. Tirmidzi no. 1082, dishohihkan oleh al-Albani dalam ash-Shohihah no. 284.
 
Tulisan Karya: Ust. Abu Ammar al-Ghoyami

Tidak ada komentar:

Posting Komentar