بسم الله الرحمن الرحيم
Hukum umum terkait masalah tasyabbuh antara lain sebagai berikut :
1. Ada beberapa perkara dari perbuatan tasyabbuh terhadap orang-orang kafir bisa dihukumi sebagai perbuatan syirik atau kufur.
Seperti tasyabbuh dalam bidang keyakinan, beberapa perkara masalah ibadah, misalnya tasyabbuh terhadap orang-orang Yahudi, Nasrani, atau Majusi dalam perkara-perkara yang berhubungan dengan masalah tauhid dan aqidah. Contohnya: seperti ta’thil yakni menafikkan dan mengkufuri nama-nama dan sifat-sifat Allah Ta’ala, meyakini kemanunggalan hamba dengan Allah Ta’ala (manunggaling kawula gusti), takdis (mensucikan) seorang nabi atau orang-orang shalih kemudian berdo’a serta beribadah kepada mereka, berhukum dengan syari’at dan perundang-undangan buatan manusia. Semua itu kalau tidak syirik pasti kufur hukumnya.
2. Ada pula dari beberapa perbuatan yang menjerumuskan kepada perbuatan maksiat dan kefasikan.
Seperti taklid kepada adat-istiadat atau budaya kafir. Contohnya, seperti makan dan minum dengan tangan kiri, laki-laki menyerupai wanita (sisay -red-) atau wanita yang menyerupai laki-laki (tomboy -red-) dan lain sebagainya.
3. Tasyabbuh bisa dihukumi sebagai perbuatan yang makruh bila timbul keragu-raguan antara mubah atau haram karena tidak ada kejelasan hukum.
Maksudnya, kadang-kadang dalam beberapa masalah tingkah laku, adat atau kebudayaan, serta beberapa masalah keduniaan masih diragukan kedudukan hukumnya. Apakah masalah tersebut termasuk suatu perkara yang dibenci ataukah sesuatu yang mubah (dibolehkan). Namun, demi menjaga agar seorang muslim tidak terperosok, maka dihukumi sebagai sesuatu yang makruh. Kini timbullah satu pertanyaan, “Apakah ada perbuatan orang kafir yang dihukumi mubah?”             Kami katakan, bahwa dinyatakannya mubah terhadap perbuatan orang kafir, karena perbuatan tersebut menyangkut masalah keduaniaan dan bukan pula merupakan ciri khusus orang-orang kafir. Di samping itu, masalah tersebut tidak pula membedakannya dari orang-orang muslim yang shalih, serta tidak menggiring kepada kerusakan yang besar terhadap kaum muslimin, atau menguntungkan orang-orang kafir sehingga menyebabkan diremehkannya kaum muslimin.

LARANGAN TASYABBUH TERHADAP HAL YANG BERSIFAT UMUM ADA 4 PERKARA

Pertama: Masalah Aqidah
Perkara ini adalah perkara yang paling besar dalam tasyabbuh. Bertasyabbuh dalam perkara ini hukumnya kufur dan syirik. Seperti mensucikan orang-orang shalih, sharf yakni salah satu cara beribadah kepada selain Allah Ta’ala. Kemudian seperti mendakwahkan “Anak” atau “Bapak” kepada Allah Ta’ala terhadap salah satu ciptaan-Nya. Hal itu sebagaimana dakwahan orang-orang Nasrani yang mengatakan bahwa Al-Masih adalah anak Allah, atau seperti dakwahan orang-orang Yahudi bahwa Uzair adalah anak Allah. Demikian juga At-Tafarruq (berpecah-pecah) dalam agama (dien), berhukum atau menghukumi dengan undang-undang yang tidak diturunkan oleh Allah Ta’ala. Dan perkara-perkara lain yang dapat digolongkan dalam bentuk kekufuran dan kemusyrikan sebab semua itu merupakan masalah aqidah.

Kedua: Yang Berhubungan dengan Hari Besar atau Perayaan-perayaan
Hari-hari besar (perayaan-perayaan) walau sebagian besar termasuk dalam perkara ibadah, tetapi kadang-kadang ada beberapa bagian yang termasuk adat-istiadat. Kecuali yang dikhususkan dalam syari’at dengan dalil-dalil yang banyak, dan mengingat pentingnya, maka dikhususkan pelarangannya dengan alasan ada unsur tasyabbuh di dalamnya.
Khusus bagi kaum muslimin, bahwa dalam satu tahun hanya ada dua hari raya saja (Idul Fitri dan Idul Adha). Adapaun hari-hari besar lainnya, seperti Maulid Nabi, tahun baru Muharram, hari-hari besar nasional, perayaan-perayaan rutin yang mengambil satu hari dalam setahun, satu kali dalam sebulan, dua hari sekali atau seminggu penuh yang selalu diperingati masyarakat, semua itu termasuk tasyabbuh sebagaimana yang dimaksud dalam nash-nash.

Ketiga: Masalah Ibadah
Seperti yang termaktub dalam syari’at bahwa Nabi  secara terperinci melarang bertasyabbuh dengan orang-orang kafir dalam perkara peribadatan. Diantaranya, seperti mengakhirkan shalat maghrib, meninggalkan makan sahur, mengakhirkan berbuka puasa, dan sebagainya yang insyaallah akan kami perinci suatu saat nanti.

Keempat: Masalah Tradisi, Akhlak, Tingkah Laku
Seperti pakaian, misalnya. Ini dinamakan sebagai petunjuk lahiriah, dan petunjuk lahir tersebut diamati dari rupa, bentuk, pola tingkah laku, dan akhlak. Telah dinyatakan pula secara nyata dan jelas tentang keharaman bertasyabbuh dalam beberapa perkara, baik secara keseluruhan maupun secara sebagian; seperti larangan mencukur jenggot, memakai bejana atau piring dari emas, memakai pakaian yang merupakan syi’arnya orang-orang kafir, bertabarruj (menampakkan perhiasan tubuh pada lelaki yang bukan mahram), ikhtilath (bergaul campur antar lawan jenis yang bukan mahram), laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki, dan segala bentuk tradisi kafir lainnya.

GOLONGAN-GOLONGAN YANG TERLARANG DITASYABBUHI
Dengan menelaah dan mengkaji nash-nash syar’i maka kita akan dapat mengenali beberapa golongan (yang dilarang untuk ditiru -red-), tidak saja secara garis besar, tetapi juga secara mendetil.

Golongan Pertama: Orang Kafir
Sebagaimana telah dinyatakan, bahwa secara umum bertasyabbuh kepada orang-orang kafir, dengan tanpa kecuali, adalah sangat terlarang. Termasuk golongan ini adalah orang-orang musyrik, Yahudi, Nasrani, Majusi, Syaibah, orang-orang Komunis, dan lain-lain. Kita dilarang bertasyabbuh terhadap setiap perkara yang merupakan ciri khas orang kafir, baik dalam ibadah, adat-istiadat, maupun pakaian. Seperti sabda Nabi  kepada Abdullah bin Umar . Ketika beliau  melihatnya berpakaian dengan dua pakaian berwarna kuning keemasan, sabda beliau , “Sesungguhnya pakaian ini adalah dari orang-orang kafir, maka janganlah kamu memakainya.” Hal ini merupakan dalil, bahwa jika pakaian itu merupakan pakaian khas orang-orang kafir maka seorang muslim tidak boleh memakainya.
Sebagian pakaian yang merupakan pakaian khas orang kafir adalah pantalon. Oleh karena itu tidak boleh memakainya di negeri-negeri muslimin, walaupun banyak dipakai oleh orang yang serba kebarat-baratan dan inilah yang banyak menimpa di sebagian negeri-negeri muslimin. Akan tetapi, ibrah (contoh pelajaran) harus diambil dari orang-orang yang istiqamah, orang-orang yang faqih dalam agama, bukan dari banyaknya orang yang memakai, karena pantalon yang ketat menampakkan bentuk aurat. Sebagian lagi ciri khas orang kafir, contohnya topi Yahudi dan lambang salib milik orang-orang Nasrani.

Golongan Kedua: Orang-orang Musyrik
Kita telah dilarang bertasyabbuh terhadap cara ibadah mereka, perayaan hari-hari besar mereka, perbuatan-perbuatan mereka, seperti muka’an wa tashdiyah yakni beribadah dengan cara bersiul-siul dan bertepuk tangan, minta syafa’at dan tawassul dengan makhluk ciptaan Allah Ta’ala di dunia, bernadzar dan berkurban di pekuburan, dan perbuatan-perbuatan lainnya. Termasuk perbuatan yang dilarang pula yakni meninggalkan padang Arafah sebelum maghrib (dalam berhaji) sebab perbuatan tersebut merupakan perbuatan kaum musyrikin.
Para pendahulu kita (as-salafus shalih) sangat membenci setiap perkara yang merupakan ciri khas milik orang-orang musyrik dan semua yang termasuk perbuatan-perbuatan mereka. Seperti kata Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash  dan yang lainnya, “Barangsiapa yang membuat bangunan di negeri orang-orang musyrik serta membuat panji-panji dan pataka-pataka (bendera lambang komando) mereka hingga akhir hayatnya, maka akan dikumpulkan bersama mereka di hari kiamat.” (Sunan Baihaqi juz IX hal. 234).
Dan Ibnu Umar  membenci meletakkan hiasan-hiasan di masjid dan melarang dari hal tersebut serta semua hal yang berhubungan dengan masalah itu, karena menurut beliau . bahwa hal itu menyerupai patung-patung orang musyrik (Iqtidla Shirathal Mustaqim oleh Ibnu Taimiyah juz I hal. 344).

Golongan Ketiga: Ahli Kitab
Yang dimaksud Ahli Kitab adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani. Kita dilarang meniru semua perkara yang merupakan ciri khas orang-orang Yahudi dan Nasrani, baik dalam bidang aqidah, ibadah, adat-istiadat (budaya), dalam berpakaian, atau hari-hari besar mereka.      Contohnya: membuat bangunan di atas kuburan, dan menjadikannya masjid, menggantungkan gambar-gambar (foto-foto), mengekspose wanita, meninggalkan makan sahur, tidak menyemir rambut yang memutih (dengan warna selain hitam, pent.), menggantung atau memasang salib, ikut memperingati dan merayakan hari-hari besar mereka dan lain-lain.

Golongan Keempat: Orang-orang Majusi
Sebagian ciri khas orang-orang Majusi adalah menyembah dan beribadah kepada api, mensucikan raja-raja dan para pembesar, mencukur rambut bagian kuduk dan membiarkan rambut bagian depan (model mohawk, dst), mencukur jenggot, memanjangkan kumis, meniup peluit atau terompet, dan memakai piring atau bejana dari emas dan perak.

Golongan Kelima: Persia dan Romawi
Termasuk golongan ini tentu saja Ahli Kitab, Majusi dan lainnya, Persia dan Romawi. Kita juga telah dilarang bertasyabbuh dengan hal-hal yang merupakan ciri khas mereka dalam peribadatan, kebudayaan, cara dan tata tertib keagamaan. Seperti, mengagungkan dan mensucikan pembesar-pembesar dan orang-orang terhormat, mentaati pendeta (alim ulama) dan rahib-rahib (orang-orang shalih) yang mensyari’atkan sesuatu yang tidak disyari’atkan Allah Ta’ala, berlebih-lebihan serta melampaui batas dalam beragama.

Golongan Keenam: Orang-orang ‘Ajam yang Bukan Muslimin
Hal ini berdasarkan sabda Nabi  ketika beliau melarang seorang laki-laki yang memakai sutera di bagian bawah pakaiannya, dengan sabda beliau , “Seperti orang ‘Ajam (bukan Arab,  non Muslim)” (HR. Abu Dawud no. 4049), atau terhadap orang yang menambahkan sutera di bagian pundak pakaiannya, dengan sabdanya , “Seperti orang ‘Ajam (bukan Arab, yang non muslim)” (lihat Iqtidla Shirathal Mustaqim oleh Ibnu Taimiyah juz I hal. 304).
Dan, beliau juga melarang berdiri menyambut pembesar sebagai penghormatan. Bahkan, beliau  melarang perbuatan yang sama bagi makmum terhadap imamnya dengan alasan yang sama, sebab dikhawatirkan mereka memahami bahwa yang demikian itu adalah salah satu cara penghormatan. Hal itu sebagaimana dinyatakan dalam asbabul wurud dari hadits tersebut, bahwa yang demikian itu bertasyabbuh dengan perbuatan orang-orang ‘Ajam yang berdiri untuk menghormati kedatangan pembesar-pembesar mereka. Hal inilah yang dilarang, karena bertasyabbuh dengan orang-orang kafir ‘Ajam, (HR. Muslim no. 413). Perkara ini dikuatkan pula oleh Umar bin Khattab  Beliau  melarang berpakaian seperti orang ‘Ajam sebagaimana halnya terhadap orang-orang musyrik. Beliau menyampaikan larangan tersebut dengan keras sekali. Demikian pula dengan yang diisyaratkan oleh para as-salaf ash-shalih.

Golongan Ketujuh: Orang-orang Jahiliyah dan Ahlinya
Kita juga telah dilarang dari segala hal yang berbau jahiliyah, baik dalam akhlak, ibadah, adat, maupun syi’ar-syi’arnya. Seperti membuka wajah dan bertabarruj bagi wanita, tidak berpakaian di bawah terik matahari pada waktu ihram sehingga dia meminta-minta pakaian. Hal ini seperti yang dilakukan oleh orang-orang Rafidlah zaman sekarang ini. Semua ini merupakan perbuatan jahiliyah dan amalan orang-orang musyrik. Demikian juga bertelanjang (tidak memakai pakaian, yakni menampakkan aurat, baik keseluruhan maupun sebagian  saja), fanatik kebangsaan, berbangga-bangga dengan kebangsawanan dan mencela nasab, meratapi mayat dan meminta hujan kepada bintang-bintang (yakni berpendapat bahwa hujan turun karena musim dan bukan karena rahmat Allah Ta’ala). Nabi  telah membantah dan membatalkan semua yang berbau jahiliyah dengan Islam, baik pahamnya, kebudayaannya, atau taklidnya (ikut-ikutan tanpa ilmu), peraturan dan perundangannya, iklan-iklan dan propagandanya.

Golongan Kedelapan: Setan
Golongan lainnya yang terlarang untuk dijadikan figur peniruan (tasyabbuh) adalah setan. Nabi  telah menerangkan perbuatan-perbuatan setan itu dan kita dilarang menirunya. Seperti, makan dan minum dengan tangan kiri. Sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dan lainnya, Bahwa Nabi  bersabda, “Janganlah kalian makan dengan tangan kiri dan jangan pula minum dengannya (tangan kiri). Sesungguhnya setan makan dengan tangan kirinya dan minum dengannya (tangan kiri pula).” (HR. Muslim no. 2019).
Tetapi sayangnya, perbuatan ini banyak dilakukan di kalangan kaum muslimin dengan menganggap bahwa perbuatan itu adalah perbuatan sepele, atau memang karena ketakabburannya terhadap kebenaran, serta iman meniru-niru auliya’u setan (teman-teman setan) dari golongan orang-orang kafir dan fasik.

Golongan Kesembilan: Orang-orang Badui yang Tidak Sempurna Agamanya
Mereka adalah orang-orang Badui (Arab) yang jahil. Banyak orang-orang Arab yang memakai hukum perundang-undangannya berdasar adat dan taklid (mengikuti nenek moyang), tidak berdasarkan Islam sama sekali. Semuanya itu merupakan warisan jahiliyah, bahkan ada orang-orang Badui yang fanatik terhadap adat-istiadat dan kebudayaannya, doktrin-doktrin hari-hari besar, taklid, serta berbagai atribut lainnya meskipun bertentangan dengan syari’at Islam. Di antaranya, fanatik jahiliyah (kebulatan tekad untuk mempertahankan kejahiliyahan), membangga-banggakan kebangsawanan, mencela nasab, menamakan maghrib dengan isya dan menamakan isya dengan al-atamah (kegelapan malam), bersumpah untuk thalak, menggantungkan thalak, tidak menikah kecuali dengan anak pamannya, dan adat-adat jahiliyah lainnya.

[Oleh: Tim Redaksi Buletin Istiqomah Rujukan: Mantasyabbaha biqoumin Fahuwa Minhum (Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka) karya Dr. Nashir Bin Abdul Karim Al-Aql]