Pada artikel mahram sebelumnya, telah dibahas siapa saja mahram bagi
wanita, kali ini akan diterangkan siapa saja yang bukan termasuk mahram
bagi wanita.
Mengenali siapa saja orang yang bukan termasuk mahram kita sama
pentingnya dengan mengenali siapa saja yang termasuk mahram kita. Karena
dalam praktek di kehidupan sehari-hari, banyak kita jumpai beberapa
anggapan keliru mengenai mahram bagi wanita.
Hal ini akan berakibat fatal, karena kaum wanita akan bergaul dengan
orang-orang yang bukan mahramnya dengan adab pergaulan ketika dia sedang
bersama dengan mahramnya, seperti membuka aurat, khalwat, safar, dan
lainnya.
Laki-laki yang Bukan Mahram bagi Wanita
1. Ayah Angkat Dan Anak Angkat
Hukum pengangkatan anak telah dihapuskan dalam Islam sehingga
seseorang tidak dapat mengangkat anak kemudian dinasabkan kepada
dirinya. Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Dan Allah tidak
menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). yang
demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. dan Allah mengatakan
yang sebenarnya dan dia menunjukkan jalan (yang benar).” (Qs. Al-Ahzab: 4)
Anak angkat tersebut juga tidak dapat menjadi ahli warisnya, karena pada hakikatnya anak tersebut dinilai sebagai orang lain.
2. Sepupu (Anak paman/bibi dari ayah maupun dari ibu)
Allah Ta’ala berfirman tentang hal ini setelah menyebutkan tentang macam-macam orang yang haram dinikahi, artinya, “Dan
(diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali
budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai
ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian…” (Qs. An-Nisa’: 24)
Syaikh Abdurrahman Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata dalam menjelaskan ayat tersebut, “Hal itu seperti anak paman/bibi (dari ayah) dan anak paman/bibi (dari ibu).” (Taisir Karimir Rohman fii Kalamil Mannan hal 138-139)
3. Saudara Ipar
Hal ini berdasarkan pada keterangan hadits, “Waspadailah oleh kalian, menemui para wanita,” Berkatalah
seseorang dari Anshor, “Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu kalau dia
adalah Al-Hamwu (kerabat suami)?” Rasulullah bersabda, “Al-Hamwu adalah merupakan kematian.” (HR. Bukhari no. 5232 dan Muslim no. 2172)
Imam Al-Baghawi berkata, “Yang dimaksud dalam hadits ini adalah
saudara laki-laki suami (ipar) karena dia tidak termasuk mahram bagi si
istri. Dan seandainya yang dimaksud adalah mertua padahal ia termasuk
mahram, lantas bagaimanakah pendapatmu terhadap orang yang bukan
mahram?” Lanjutnya, “Maksudnya, waspadalah terhadap saudara ipar
sebagaimana engkau waspada dari kematian.”
4. Mahram titipan
Kebiasaan yang sering terjadi adalah apabila ada seorang wanita yang
akan bepergian jauh (safar) seperti berangkat umrah, dia mengangkat
seorang lelaki yang ‘berlakon’ sebagai mahram sementaranya. Ini
merupakan musibah yang sangat besar.
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani menilai dalam Hajjatun Nabi (hal
108), “Ini termasuk bid’ah yang sangat keji, sebab tidak samar lagi
padanya terdapat hiyal (penipuan) terhadap syari’at. Dan merupakan
tangga kemaksiatan.”
Hukum Wanita dengan Mahramnya
Beberapa di antaranya ialah:
1.Tidak boleh menikah dengan mahramnya.
Berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Dan janganlah kamu kawini
wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa
yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci
Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). Diharamkan atas kamu
(mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan ; saudara-saudaramu
yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara
ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang
laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan;
ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu
isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari
isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan
isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu
mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu
(menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang
bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. An Nisa’ ayat 22-23)
2. Mahram boleh menjadi wali pernikahan.
Wali adalah syarat sah sebuah pernikahan, riwayat dari Abi Musa Al Asy’ari berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak sah nikah kecuali ada wali.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ad Darimi, Ibnu Hibban. Hadits shahih)
Namun tidak semua mahram berhak menjadi wali pernikahan, begitu juga
sebaliknya, tidak semua wali harus dari mahramnya. Contoh wali yang
bukan dari mahram ialah seperti anak laki-laki paman (saudara sepupu
laki-laki), orang yang telah memerdekakannya, sulthan. Adapun mahram
yang tidak bisa menjadi wali ialah seperti mahram karena mushoharoh (pernikahan).
3. Wanita tidak boleh safar (bepergian jauh) kecuali dengan mahramnya.
Banyak sekali hadits tentang larangan safar bagi wanita tanpa mahramnya.
Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam sebuah peperangan bersabda, “Tidak
halal bagi wanita yang beriman pada kepda Allah dan hari akhir untuk
mengadakan safar sehari semalam tidak bersama mahramnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Syaikh Salim Al-Hilali berkata, “Para ulama berpendapat bahwa batasan
hari dalam hadits di atas tidak dimaksud untuk batasan minimal.”
4. Tidak boleh khalwat (berdua-duaan), kecuali bersama mahramnya.
Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, beliau berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah
seorang laki-laki berkhalwat (berduaan) dengan seorang wanita kecuali
bersama mahramnya, juga jangan safar dengan wanita kecuali bersama
mahramnya.” Seorang laki-laki berdiri lalu berkata, “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya istri saya pergi haji, padahal saya ikut dalam
sebuah peperangan.” Maka Rasulullah menjawab, “Berangkatlah untuk berhaji dengan istrimu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
5. Tidak boleh menampakkan perhiasannya (auratnya) kecuali kepada mahramnya
6. Tidak boleh berjabat tangan kecuali dengan mahramnya
Di zaman sekarang ini, jabat tangan dengan wanita sudah manjadi hal yang lumrah, padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mengancam keras pelakunya.
Dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya kepala orang ditusuk jarum dari besi itu lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani dan Rauyani. Hadits Hasan)
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah pernah ditanya
tentang hal tersebut, maka beliau menjawab, “Tidak boleh berjabat tangan
dengan wanita yang bukan mahramnya, baik wanita tersebut baik wanita
tersebut masih muda ataukah sudah tua renta, baik lelaki yang berjabat
tangan tersebut masih muda ataukah sudah tua renta, karena berjabat
tangan ini bisa menimbulkan fitnah. Juga tidak dibedakan apakah jabat
tangan ini ada pembatasnya atau tidak (langsung bersentuhan dengan kulit
ataupun dilapisi dengan kain), hal ini dikarenakan keumuman dalil
(larangan jabat tangan) juga untuk mencegah timbulnya fitnah.” (Fatawa
Islamiyah)
Wahai saudariku muslimah, perhatikanlah dengan baik dan benar masalah
mahram ini. Karena dengannya engkau tahu bagaimana beradab dengan
mereka sehingga terjagalah kehormatanmu sebagai seorang muslimah
Ditulis ulang dari artikel Mahrom bagi Wanita 2 (Ahmad Sabiq bin ‘Abdul Lathif), majalah Al Furqon, Edisi 4/ II, Dzulqa’idah 1423 H, hal 29-31 oleh Ummu Shofiyyah
***
Artikel muslimah.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar