Hadits-hadits
Nabi shallallahu alaihi wasallam berbicara tentang wanita dengan pujian
dan penghargaan. Beliau shallallahu alaihi wasallam berkata:
إنَّ الدُّنْيَا كُلُّهَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
Beliau shallallahu alaihi wasallam juga bersabda:
لَهُ
أَلَا أُخْبِرُكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ الْمَرْءُ الْمَرْأَةُ
الصَّالِحَةُ إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهُ وَإِذَا أَمَرَهَا
أَطَاعَتْهُ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهُ
“Tidakkah ingin kukabarkan wanita apa yang paling baik? “Apabila diperintah ia taat, apabila dipandang menyenangkan hati suaminya, dan apabila suaminya tidak ada dirumah, ia menjaga diri dan harta suaminya.”
(HR.Ahmad dan An-Nasa’i, di Hasan-kan oleh Albani dalam Irwa’ no.1786)
Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
حُبِّبَ إِلَيَّ مِنْ الدُّنْيَا النِّسَاءُ وَالطِّيبُ وَجُعِلَ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ
“Dijadikan kecintaan bagiku dari dunia adalah wanita dan parfum, dan dijadikan penyejuk dalam pandanganku adalah shalat.” (HR Ahmad dan An-Nasa’i).
Kehormatan Ibu dalam Islam
Dalam sebuah peristiwa yang terkenal, seorang laki-laki datang kepada Nabi r dan bertanya:
يَا
رسول الله مَنْ أَبَرُّ؟ قَالَ : أُمَّكَ، قُلْتُ:ثُمَّ مَنْ أَبَرُّ؟
قَالَ: أُمَّكَ، قُلْتُ:ثُمَّ مَنْ أَبّرُّ؟ قَالَ : أّمَّكَ، قُلْتُ:ثُمَّ
مَنْ أَبَرُّ؟ قَالَ: أَبَاكَ، ثُمَّ اْلأَقْرَبَ فَاْلأَقْرَبَ
"Wahai Rasulullah! Siapa yang harus saya perlakukan dengan baik?" Rasulullah menjawab, "Ibumu". Saya bertanya lagi, "Siapa yang harus saya perlakukan dengan baik?" Rasulullah menjawab, "Ibumu" Lalu saya bertanya, "Siapa yang harus saya perlakukan dengan baik?" Rasulullah menjawab, "Ibumu". Saya bertanya, "Siapa yang harus saya perlakukan dengan baik?." Rasulullah menjawab, "Bapakmu, kemudian kerabat yang terdekat, lalu kerabat yang terdekat." (HR Ahmad dan Abu Dawud)[1]
Al-Qur’an juga membahas penghormatan yang besar kepada keuda orang tua, khususnya ibu:
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”
(QS Luqman [31] : 14)
Pahala Membesarkan Anak Perempuan
Pada
masa dimana telah menjadi kebiasaan untuk bersuka cita terhadap
kelahiran anak laki-laki dan menguburkan anak perempuan hidup-hidup
karena rasa malu dan taku akan kemiskinan, Nabi shallallahu alaihi
wasallam bersabda:
مَنْ عَالَ جَارِيَتَيْنِ دَخَلْتُ أَنَا وَهُوَ الْجَنَّةَ كَهَاتَيْنِ وَأَشَارَ بِأُصْبُعَيْهِ
“Barangsiapa yang memelihara dua anak perempuan sampai mereka dewasa, maka dia dak aku akan masuk kedalam Surga bersama-sama seperti kenyanya ini (jari).” (HR Muslim dan At-Tirmidzi)
Peran Laki-laki dan Perempuan di Dalam Rumah Tangga
Manakala laki-laki adalah jenis yang lebih kuat secara fisik, wanita
secara biologis diberikan kelebihan sebagai ibu rumah tangga. Dia dapat
hamil, melahirkan, dan menyusui bayi. Kelembutan, kasih sayang dan
pengorbanan dirinya adalah (karakter) yang paling sesuai dalam mengasuh
anak-anak dan mengurus rumah tangga.
Mengatakan
bahwa wanita juga harus mencari nafkah adalah sebuah ketidakadilan yang
tidak dapat diterima dan secara tidak langsung menyatakan bahwa segala
sesuatu yang dilakukannya untuk rumah tangga dan anak-anak tidak
berharga dan harus ditambah dengan kegiatan diluar untuk mencukupinya.
Seorang wanita telah memainkan peran yang sangat besar di dalam
masyarakan dan tugas yang mulia sebagai ibu dari sebuah generasi baru,
sebauh peran yang tidak seorang pun laki-laki bisa mendapatkan
kehormatan itu. Karena peran yang sangat tinggi sebagai ibu inilah maka
dia berhak untuk pendapatkan tiga kali ketaatan dari anak-anak
dibandingkan dengan sang ayah.
Peran laki-laki dan perempuan di dalam Al-Qur’an adalah demikian:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّهُ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta'at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)” (QS An-Nisaa [4] : 34)
Wahyu
di atas menerangkan bahwa laki-laki adalah Qawwam (pemimpin) dan wanita
adalah Qaanitat (taat) dan Haafizhatun lil-Ghaib (memelihara diri
ketika suaminya tidak ada). Ayat ini memberikan dua alasan mengapa
laki-laki digambarkan sebagai pemimpin.
Pertama,
karena “Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain (wanita)” yang berarti bahwa Dia telah melebihkan
laki-laki menjadi lebih kuat secara fisik dan lebih cenderung untuk
memiliki karir diluar rumah. Sejarah peradaban manusia selalu
menunjukkan bahwa laki-laki, dari yang paling primitif sampai yang
paling ‘melek’ teknologi, telah mengambil peran dalam hal memberikan
pangan, memelihara hukum dan tatanan di dalam masyarakat, menyatakan
perang terhadap musuh, dan melakukan perjalanan ekspedisi untuk mencari
daerah yang baru, petualangan, makanan dan harta karun. Wanita utamanya
tinggal di rumah untuk menyediakan lingkungan yang stabil bagi
(pertumbuhan) anak-anak.
Alasan kedua adalah
bahwa “mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”.
Adalah kewajiban laki-laki untuk menberikan nafkah kepada keluarganya,
dan juga adalah laki-laki yang dituntut untuk memberikan mahar kepada
isterinya ketika mereka menikah. Di dalam rumahnya, suami adalah
pemimpin dan isteri adalah pilar pendukungnya. Sebagaimana dalam keadaan
apapun, hanya ada satu orang pemimpin; mobil dengan dua pengendara,
negara dengan dua orang raja atau pasukan dengan dua orang komandan akan
berada dalam keadaan kacau balau dan berantakan. Oleh karena itu sang
suami telah ditempatkan sebagai penanggungjawab dalam rumahnya, tetapi
ini adalah kewajiban dan bukan hak istimewa.
[1] Lihat juga dalam Shahih Adabul Mufrad oleh Imam Al-Bukhari, muhaqqiq Syaikh Albani, hadits no. 3.
Sumber : www.Khayla.net
Sumber : www.Khayla.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar