Penulis: Al-Ustadz Abul Faruq Ayip Syafruddin
Emansipasi sejatinya hanyalah salah satu jalan yang
digunakan oleh musuh-musuh Islam untuk mempreteli bahkan mengubur
syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Al-Qur`an dan hadits ditelikung,
dipahami sepotong-sepotong, untuk kemudian ditafsirkan secara sembrono.
Syariat bahkan dianggap sebagai ajaran lama yang perlu direkonstruksi
atau dikontekstualisasikan. “Ahli” tafsir dan hadits yang menjadi
rujukan, siapa lagi kalau bukan kalangan akademisi Barat.
Kata emansipasi bukan lagi menjadi kata yang asing di
telinga masyarakat. Kata ini menjadi lekat seiring era keterbukaan di
setiap lini kehidupan. Slogan emansipasi seakan menjadi taji bagi setiap
wanita. Ketertindasan, keterkungkungan, keterbelakangan dan ketiadaan
harkat menjadi belenggu kaum wanita. Kehidupan wanita seakan terpasung
di tengah eksploitasi kaum Adam terhadapnya. Sebagian wanita pun menjadi
gamang menatap rona kehidupan. Hilang keyakinan diri untuk menapaki
laju zaman.
Di tengah kepungan kemelut, wanita pun tersulut
bangkit. Mendobrak tatanan yang ada, meneriakkan slogan-slogan
persamaan. Mencoba memberangus keterpurukan nasibnya. Maka, lamat-lamat
teriakan itu terus bergulir. Menggelinding bak bola salju. Presiden
Republik Indonesia yang pertama, Ir. Soekarno, pun ikut berbicara.
Melalui bukunya yang berjudul Sarinah, ia menguak sejarah kelam
kehidupan wanita di belahan Eropa, terkhusus Perancis. Dituturkan bahwa 6
Oktober 1789 merupakan tonggak awal munculnya aksi-aksi para wanita.
Mereka menyuarakan kesetaraan jender. Menuntut perlakuan yang sama
dengan kaum pria. Pemberontakan kaum wanita Perancis dilatari perlakuan
sewenang-wenang berbagai pihak terhadap para wanita. Mereka diperlakukan
tidak adil, dihinakan, bagai seonggok tubuh yang tiada lagi guna.
Setelah aksi para wanita Perancis, 6 Oktober 1789, di depan Gedung Balai
Kota Paris yang lantas bergeser ke depan istana raja, Versailles,
bermunculan organisasi-organisasi kewanitaan. Menjamurnya berbagai
organisasi kewanitaan tak semata di Perancis, tapi menyebar ke Inggris,
Jerman, dan belahan Eropa lainnya. Gaung slogan emansipasi pun makin
membahana.
Dari kacamata sejarah, gerakan emansipasi
kelahirannya berawal dari akibat rasa ‘frustrasi’ dan ‘dendam’ terhadap
sejarah kehidupan Barat yang dianggap tidak memihak kaum perempuan.
Supremasi masyarakat yang feodal pada abad ke-18 di Eropa, dominasi
filsafat dan teologi gereja yang cenderung meremehkan dan melecehkan
kaum wanita, telah ikut andil menyulut kemarahan kaum wanita untuk
menyuarakan gagasan-gagasan tentang emansipasi. Tuntutan persamaan,
kebebasan, dan pemberdayaan hak-hak perempuan terus diletupkan seiring
dengan semangat pemberontakan terhadap dominasi dan kekuasaan gereja
oleh para pemikir ilmu pengetahuan. Inilah yang dikenal dalam lintasan
sejarah sebagai masa renaissance (revolusi ilmu pengetahuan). Masa itu
merupakan masa ‘rame-rame’ menggoyang arogansi gereja.
Begitulah awal lahir gerakan emansipasi. Kini,
emansipasi telah menjadi bara di mana-mana. Semangat untuk menyetarakan
diri dengan kaum Adam sedemikian dahsyat. Hingga melupakan batas-batas
kesejatian diri sebagai kaum Hawa. Seakan tak mau peduli, bahwa antara
wanita dan pria memiliki beragam perbedaan. Entah perbedaan yang
bersifat psikis (kejiwaan), emosional, atau yang berkenaan dengan
struktur fisik. Lantaran arus deras gerakan emansipasi, hal-hal mendasar
seperti di atas menjadi terabaikan. Maka, gerakan emansipasi yang telah
digulirkan menjadi alat perusak masyarakat. Perjuangan untuk menaikkan
harkat dan martabat kaum wanita, menjadi perjuangan untuk menggerus
sistem sosial yang ada. Ironisnya, sebagian kaum muslimah terprovokasi
gerakan ini. Tanpa memahami latar belakang sejarah gerakan emansipasi,
mereka ikut-ikutan meneriakkan persamaan hak. Yang lebih tragis, mereka
menuntut persamaan hak dalam setiap sisi aturan agama. Bahkan, untuk
menjadi khatib Jum’at pun mereka tuntut. Mereka menggugat, bahwa khatib
Jum’at bukan monopoli kaum pria semata. Sudah sejauh ini pemahaman
emansipasi menggayut di benak sebagian kaum muslimah. Ke depan, bisa
saja mereka menggugat agar kaum wanita tidak haid dan nifas.
Gerakan emansipasi wanita yang salah kaprah ini
menjadi preseden buruk bagi kehidupan bermasyarakat. Kehidupan yang
karut-marut inilah yang dicitakan Iblis la’natullah alaih. Dengan
menyusupkan gagasan-gagasan destruktif (yang merusak), Iblis berupaya
menarik kaum hawa ke dalam kubangan kehancuran. Para wanita yang telah
rusak pemikiran, perilaku, akidah, akhlak dan paham agamanya inilah yang
disukai Iblis.
Menurut Asy-Syaikh Muhammad bin Abdillah Al-Imam,
yang kali pertama menyerukan nilai-nilai kebebasan wanita adalah Iblis.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَوَسْوَسَ لَهُمَا الشَّيْطَانُ لِيُبْدِيَ لَهُمَا مَا
وُورِيَ عَنْهُمَا مِنْ سَوْآتِهِمَا وَقَالَ مَا نَهَاكُمَا رَبُّكُمَا
عَنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَا مَلَكَيْنِ أَوْ تَكُونَا
مِنَ الْخَالِدِينَ. وَقَاسَمَهُمَا إِنِّي لَكُمَا لَمِنَ النَّاصِحِينَ
“Maka setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya
untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka, yaitu
auratnya, dan setan berkata: ‘Rabb kamu tidak melarangmu dari mendekati
pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau
tidak menjadi orang yang kekal (dalam surga).’ Dan dia (setan) bersumpah
kepada keduanya: ‘Sesungguhnya saya adalah termasuk orang-orang yang
memberi nasihat kepada kamu berdua’.” (Al-A’raf: 20-21)
Maka Iblis pun memalsukan hakikat senyatanya kepada
Adam dan Hawa. Memakaikan sesuatu yang haq kepada sesuatu yang batil dan
mengenakan kebatilan terhadap kebenaran. Lantas, apakah buah dari
bisikan dan sumpahnya? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَدَلاَّهُمَا بِغُرُورٍ فَلَمَّا ذَاقَا الشَّجَرَةَ
بَدَتْ لَهُمَا سَوْآتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِنْ
وَرَقِ الْجَنَّةِ وَنَادَاهُمَا رَبُّهُمَا أَلَمْ أَنْهَكُمَا عَنْ
تِلْكُمَا الشَّجَرَةِ وَأَقُلْ لَكُمَا إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمَا
عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Maka setan membujuk keduanya (untuk memakan buah
itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu,
nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya
menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Rabb mereka menyeru mereka:
‘Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku
katakan kepadamu: Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi
kamu berdua?’.” (Al-A’raf: 22)
Dan sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
anugerahkan kepada bapak kita Adam dan ibu kita Hawa, dengan (keduanya)
melakukan taubat nashuha. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قَالاَ رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Keduanya berkata: ‘Ya Rabb kami, kami telah
menganiaya diri kami sendiri, dan jika engkau tidak mengampuni kami dan
memberi rahmat kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang
merugi’.” (Al-A’raf: 23)
فَتَلَقَّى آدَمُ مِنْ رَبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari
Rabbnya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima
taubat lagi Maha Penyayang.” (Al-Baqarah: 37)
Selanjutnya, menurut Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam
hafizhahullah, seruan (untuk menghancurkan nilai wanita) diistilahkan
dengan banyak nama. Seperti Tahrirul Mar`ah (Kebebasan Wanita), yaitu
yang arahnya membebaskan dan mengeluarkan muslimah dari Islam. Atau
dengan nama An-Nahdhah bil Mar`ah (Kebangkitan Wanita), yaitu
mengarahkan sikap membebek terhadap para wanita kafir, Barat atau Eropa.
Juga dengan istilah Tathwirul Mar`ah (Pemberdayaan/Pengentasan Kaum
Wanita). Istilah-istilah ini sengaja disebar kaum kafir dan orang-orang
yang menyimpang dari Islam dan (istilah ini) tidak terkait dengan Islam.
(Mu’amaratul Kubra ‘alal Mar`atil Muslimah, 1/21-22)
Yahudi, sebagai kaki tangan Iblis di muka bumi ini,
mengungkapkan pula tekadnya untuk menghancurkan kaum wanita melalui
slogan-slogan terkait emansipasi. Ini sebagaimana terungkap dalam
Protokolat Para Hakim Zionis, bahwa sesungguhnya kalimat-kalimat yang
bersifat meruntuhkan (menghancurkan), yang merupakan syi’ar-syi’ar kami
adalah kebebasan, persamaan, dan persaudaraan. (idem, hal. 24)
Maka, gerakan emansipasi memancangkan jargon-jargon
perjuangan dengan menggunakan kebebasan wanita dan persamaan hak antara
kaum wanita dan pria. Dengan istilah lain, memperjuangkan penyetaraan
jender.
Timbul pertanyaan, mengapa kaum wanita dijadikan
bidikan Yahudi (bahkan Nasrani) untuk menghancurkan masyarakat Islam?
Menurut Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam, salah seorang ulama terkemuka
Yaman:
Pertama, kaum muslimah umumnya lebih
minimal dalam urusan agama Allah Subhanahu wa Ta’ala dibandingkan pria.
Karena tingkat pemahaman agama yang minim tersebut sehingga mudah
terprovokasi untuk menerima hal-hal yang merusak.
Kedua, Yahudi dan Nasrani memandang
bahwa menghancurkan wanita merupakan dasar bagi kehancuran berbagai sisi
lainnya. Sebagaimana pula bila adanya perbaikan terhadap kaum wanita,
maka akan membawa dampak kebaikan bagi lainnya.
Ketiga, Yahudi dan Nasrani
berpendapat, apabila tersingkap wajah kaum wanita, maka akan tersingkap
pula aurat lainnya bila kaum wanita itu berbaur dengan kaum pria.
Keempat, mereka memandang bahwa
muslimah lebih cenderung khianat dan bertindak merusak terhadap suami.
Ini sebagaimana yang diriwayatkan Al-Bukhari rahimahullahu (no. 3330 dan
3399) dan Muslim rahimahullahu (no. 1470) dari hadits Abu Hurairah z.
Ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
وَلَولَا حَوَّاءُ لَـمْ تَخُنْ أُنْثَى زَوْجَهَا
“Dan seandainya bukan (karena) Hawa, seorang istri tidak akan mengkhianati suaminya.”
Pengertian hadits ini bahwa Hawa menerima ajakan
Iblis sebelum bapak kita, Adam ‘alaihissalam. Kemudian Adam pun
terbujuk, terjatuhlah ia pada tindak maksiat. Ini karena adanya sikap
khianat para wanita, kecuali yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman berkenaan dengan istri Nabi Nuh dan
Nabi Luth ‘alaihimassalam:
ضَرَبَ اللهُ مَثَلاً لِلَّذِينَ كَفَرُوا اِمْرَأَةَ
نُوحٍ وَامْرَأَةَ لُوطٍ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا
صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللهِ
شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلاَ النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ
“Allah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan
orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba
yang shalih di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat
kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu
mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya):
‘Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka)’.”
(At-Tahrim: 10) [Mu'amaratul Kubra ‘alal Mar`atil Muslimah, 1/147-148]
Kalau manusia mau membuka mata, walau sejenak, akan
didapati pelajaran yang demikian berharga. Akan nampak secara
transparan, betapa mereka yang termakan dengan gagasan-gagasan
emansipasi, justru mengalami keterpurukan. Berapa banyak rumah tangga
tidak terbina secara harmonis lantaran salah satu (atau bahkan keduanya)
pasangan suami istri terjerat zina di tempat kerja. Berapa banyak pula
lapangan kerja yang diisi kaum wanita, padahal bila diisi kaum pria akan
dapat mengurangi angka pengangguran. Dengan demikian, berapa juta istri
dan anak-anak bisa ternafkahi bila laki-laki mendapatkan pekerjaan.
Inilah fenomena sosial yang tentu saja tidak bisa lepas dari dampak
gerakan emansipasi. Masih banyak lagi ketimpangan sosial akibat gerakan
emansipasi yang liar dan tak terkendali.
Kerusakan-kerusakan Emansipasi
Gerakan emansipasi yang membuncah di tengah
masyarakat, bila ditelisik lebih jauh akan menimbulkan berbagai
kerusakan yang tidak ringan. Bagi kalangan muslimah, gerakan ini bisa
merusak keyakinan agama yang dipeluknya1. Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam
telah menyebutkan 66 dampak kerusakan yang diakibatkan paham ini. Dalam
tulisan ini hanya akan disebutkan beberapa hal saja. Di antara
kerusakan-kerusakan tersebut yaitu:
1. Sebuah bentuk perang terhadap Islam.
Seruan emansipasi menyimpan perseteruan terhadap
Islam. Selain itu, melecehkan, mencerca, menumbuhkan kebencian dari
berbagai sisi terhadap agama. Termuat dalam gerakan emansipasi:
kerusakan akidah, ibadah, akhlak, muamalah, dan politik. Secara akibat,
gerakan ini memuat seruan terhadap muslim untuk tidak mendekatkan diri
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sunyi dari rasa takut dan pengagungan
kepada-Nya. Menumbuhkan dalam hati sebongkah pelecehan dan olok-olok
terhadap kebenaran agama. Menjadikan seseorang bersikap ragu, menentang
dan lari dari agama. Dari sisi ibadah, nyata sekali bahwa gerakan ini
mengerdilkan, meremehkan terhadap siapa pun yang menjaga berbagai bentuk
peribadatan (yang selaras syariat).
2. Merupakan bentuk seruan yang menyeleweng dari
Islam. Bagaimana tidak dikatakan semacam ini, sementara gerakan tersebut
melakukan penolakan terhadap sesuatu yang bersifat keimanan pada hukum
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yaitu, hukum syariat terkait pada kekhususan
wanita dan pria. Maka, gerakan ini telah secara nyata melakukan
pembangkangan terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Entah
dalam bentuk tindakan langsung menolak hukum-hukum Allah Subhanahu wa
Ta’ala dan Rasul-Nya, atau dalam bentuk melakukan berbagai penafsiran
yang menyimpang sesuai dengan kepentingan dan selera gerakan emansipasi.
Bisa diambil contoh adalah lontaran-lontaran pernyataan mereka, seperti
Islam mendzalimi wanita, (atau di Indonesia mencuat istilah
rekonstruksi pemahaman agama, yang intinya melakukan aksi penolakan
terhadap syariat Islam, pen.). Islam membelenggu wanita dengan menyuruh
mereka tinggal di rumah dan ungkapan-ungkapan lainnya.
3. Menyerukan permisivisme (serba boleh) dan
menghalalkan segalanya. Maka bila diperhatikan kata “gender” akan
diketahui bahwa makna kata itu terkait wanita dan pria. Sesungguhnya ini
bentuk keserbabolehan (permisif) secara mutlak dan bebas tanpa
batasan-batasan yang selaras fitrah, agama atau akal sehat. Kebebasan
tanpa batas. Inilah yang dikehendaki para pegiat hak-hak wanita dan
emansipasi. Mereka yang menyuarakan emansipasi tidak akan mampu
menaikkan seruan mereka dari cara hidup binatang ternak. Perhatikan
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا يَتَمَتَّعُونَ وَيَأْكُلُونَ كَمَا تَأْكُلُ اْلأَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى
“….Dan orang-orang yang kafir itu bersenang-senang
(di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang-binatang dan
neraka adalah tempat tinggal mereka.” (Muhammad: 12)
Bahkan emansipasi telah menurunkan derajat mereka ke tingkatan binatang ternak. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ
وَاْلإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَ يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَ
يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌ لاَ يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ
كَاْلأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka
Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati tetapi
tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka
mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda
kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti
binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah
orang-orang yang lalai.” (Al-A’raf: 179)
4. Merupakan kumpulan dari berbagai macam kekufuran, baik secara keyakinan, ucapan, atau perbuatan.
5. Merupakan wujud seruan kekufuran Yahudi dan
Nasrani. Karena senyatanya, gerakan emansipasi yang memperjuangkan
hak-hak dan kebebasan kaum wanita merupakan (program) dakwah Freemasonry
Zionis Yahudi, yang bersenyawa dengan orang-orang Nasrani. Ketahuilah,
bahwa para penyeru emansipasi (sadar atau tidak) merupakan orang yang
taat kepada Yahudi dan Nasrani. Mulai dari bentuk organisasi,
pernyataan, pendidikan (training), penyebaran, dan dakwahnya. Semuanya
dilakukan sebagai upaya ke arah kekufuran. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تُطِيعُوا فَرِيقًا
مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ يَرُدُّوكُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
كَافِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti
sebagian dari orang-orang yang diberi Al-Kitab, niscaya mereka akan
mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah beriman.” (Ali ‘Imran:
100)
Program mereka bertujuan mengeluarkan muslimin dari agamanya. Ini berdasarkan dalil firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ
يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيْمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ
أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ
“Sebagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka
dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena
dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka
kebenaran.” (Al-Baqarah: 109)
Firman-Nya:
وَلاَ يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا
“Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai
mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran)
seandainya mereka sanggup.” (Al-Baqarah: 217)
6. Meniadakan (menolak) penerapan hukum-hukum syariat.
7. Membiarkan dan membebaskan perzinaan.
8. Membolehkan nikah antara muslimah dengan orang kafir (tentunya dengan dalil kebebasan wanita, pen.).
9. Tukar menukar atau berganti-ganti pasangan hidup.
10. Terlepasnya hijab Islami (jilbab yang syar’i).
11. Tersebarnya kemaksiatan secara terbuka.
12. Tasyabbuh (penyerupaan) antara laki-laki dan wanita (baik dalam cara berpakaian, perilaku dan lain-lain, pen.).
Demikian beberapa kerusakan yang ditimbulkan akibat gaung emansipasi. (Mu’amaratul Kubra ‘alal Mar`atil Muslimah, 2/475-511)
Tidak sepatutnya kaum muslimin mengambil sistem nilai
di luar Islam menjadi acuannya. Begitu pula seorang muslimah tidak
sepantasnya menceburkan diri menyuarakan nilai-nilai emansipasi. Bila
Islam dipelajari secara benar, maka akan memberikan kecukupan dan
keadilan. Sebaliknya, bila Islam ditinggalkan maka kehinaan akan
meliputi kehidupan kaum muslimah, bahkan masyarakat yang lebih luas.
إِنَّ الَّذِينَ يُحَادُّونَ اللهَ وَرَسُولَهُ كُبِتُوا كَمَا كُبِتَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ
“Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan
Rasul-Nya pasti mendapat kehinaan sebagaimana orang-orang yang sebelum
mereka telah mendapat kehinaan.” (Al-Mujadilah: 5)
Menurut Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di
rahimahullah, yang dimaksud “menentang Allah dan Rasul-Nya” adalah
menyelisihi serta bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
Rasul-Nya. (Taisirul Karimirrahman, hal. 845)
Karenanya, sudah tiba masanya bagi kita untuk tunduk dan patuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Wallahu a’lam.
Footnote:
Deislamisasi, mencerabut nilai-nilai Islam dari kaum muslimah hingga ke akar-akarnya.
Sumber: http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=611
Tidak ada komentar:
Posting Komentar