Manusia
idaman sejati adalah makhluk langka. Begitu banyak ujian dan rintangan
untuk menjadi seorang idaman sejati. Kebalikannya, yang bukan idaman
malah tersebar ke mana-mana. Inilah yang akan kita bahas pada kesempatan
kali ini. Siapakah pria yang tidak pantas menjadi idaman dan tambatan
hati? Apa saja ciri-ciri mereka? Mudah-mudahan -dengan izin Allah- kami
dapat mengungkapkannya pada tulisan yang singkat ini.
Ciri Pertama: Akidahnya Amburadul
Di antara ciri pria semacam ini adalah ia punya prinsip bahwa jika
cinta ditolak, maka dukun pun bertindak. Jika sukses dan lancar dalam
bisnis, maka ia pun menggunakan jimat-jimat. Ingain buka usaha pun ia
memakai pelarisan. Jika berencana nikah, harus menghitung hari baik
terlebih dahulu. Yang jadi kegemarannya agar hidup lancar adalah
mempercayai ramalan bintang agar semakin PD dalam melangkah.
Inilah ciri pria yang tidak pantas dijadikan idaman. Akidah yang ia miliki sudah jelas adalah akidah yang rusak.
Ibnul Qayyim mengatakan, “Barangsiapa yang hendak meninggikan
bangunannya, maka hendaklah dia mengokohkan pondasinya dan memberikan
perhatian penuh terhadapnya. Sesungguhnya kadar tinggi bangunan yang
bisa dia bangun adalah sebanding dengan kekuatan pondasi yang dia buat.
Amalan manusia adalah ibarat bangunan dan pondasinya adalah iman.” (Al
Fawaid)
Berarti jika aqidah dan iman seseorang rusak -padahal itu adalah pokok atau pondasi-, maka bangunan di atasnya pun akan ikut rusak. Perhatikanlah hal ini!
Berarti jika aqidah dan iman seseorang rusak -padahal itu adalah pokok atau pondasi-, maka bangunan di atasnya pun akan ikut rusak. Perhatikanlah hal ini!
Ciri Kedua: Menyia-nyiakan Shalat
Tidak shalat jama’ah di masjid juga menjadi ciri pria bukan idaman.
Padahal shalat jama’ah bagi pria adalah suatu kewajiban sebagaimana
disebutkan dalam al Qur’an dan berbagai hadits. Berikut di antaranya.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, seorang lelaki buta datang kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan berkata,
يَا
رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ لَيْسَ لِى قَائِدٌ يَقُودُنِى إِلَى
الْمَسْجِدِ. فَسَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ
يُرَخِّصَ لَهُ فَيُصَلِّىَ فِى بَيْتِهِ فَرَخَّصَ لَهُ فَلَمَّا وَلَّى
دَعَاهُ فَقَالَ « هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلاَةِ ». فَقَالَ
نَعَمْ. قَالَ « فَأَجِبْ ».
”Wahai
Rasulullah, saya tidak memiliki penunjuk jalan yang dapat mendampingi
saya untuk mendatangi masjid.” Maka ia meminta keringanan kepada
Rasulullah untuk tidak shalat berjama’ah dan agar diperbolehkan shalat
di rumahnya. Kemudian Rasulullah memberikan keringanan kepadanya. Namun
ketika lelaki itu hendak beranjak, Rasulullah memanggilnya lagi dan
bertanya, “Apakah kamu mendengar adzan?” Ia menjawab, ”Ya”. Rasulullah
bersabda, ”Penuhilah seruan (adzan) itu.” (HR. Muslim). Orang buta
ini tidak dibolehkan shalat di rumah apabila dia mendengar adzan. Hal
ini menunjukkan bahwa memenuhi panggilan adzan adalah dengan menghadiri
shalat jama’ah. Hal ini ditegaskan kembali dalam hadits Ibnu Ummi
Maktum. Dia berkata,
يَا
رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ الْمَدِينَةَ كَثِيرَةُ الْهَوَامِّ وَالسِّبَاعِ.
فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « أَتَسْمَعُ حَىَّ عَلَى
الصَّلاَةِ حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ فَحَىَّ هَلاَ ».
“Wahai
Rasulullah, di Madinah banyak sekali tanaman dan binatang buas. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kamu mendengar seruan
adzan hayya ‘alash sholah, hayya ‘alal falah? Jika iya, penuhilah seruan
adzan tersebut”.” (HR. Abu Daud. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Lihatlah laki-laki tersebut memiliki beberapa udzur: [1] dia adalah
seorang yang buta, [2] dia tidak punya teman sebagai penunjuk jalan
untuk menemani, [3] banyak sekali tanaman, dan [4] banyak binatang buas.
Namun karena dia mendengar adzan, dia tetap diwajibkan menghadiri
shalat jama’ah. Walaupun punya berbagai macam udzur semacam ini, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap memerintahkan dia untuk memenuhi
panggilan adzan yaitu melaksanakan shalat jama’ah di masjid. Bagaimana
dengan orang yang dalam keadaan tidak ada udzur sama sekali, masih
diberi kenikmatan penglihatan dan sebagainya?!
Imam Asy Syafi’i sendiri mengatakan, “Adapun shalat jama’ah, aku tidaklah memberi keringanan bagi seorang pun untuk meninggalkannya kecuali bila ada udzur.” (Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, hal. 107)
Jika pria yang menyia-nyiakan shalat berjama’ah di masjid saja bukan
merupakan pria idaman, lantas bagaimana lagi dengan pria yang tidak
menjalankan shalat berjama’ah sendirian maupun secara berjama’ah?!
Seorang ulama besar, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, dalam kitabnya Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, hal. 7, mengatakan, ”Kaum
muslimin tidaklah berselisih pendapat (sepakat) bahwa meninggalkan
shalat wajib (shalat lima waktu) dengan sengaja adalah dosa besar yang
paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta
orang lain, zina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang
meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta
mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.”
Ciri Ketiga: Sering Melotot Sana Sini
Inilah ciri berikutnya, yaitu pria yang sulit menundukkan pandangan
ketika melihat wanita. Inilah ciri bukan pria idaman. Karena Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ
لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ
ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
“Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan
pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih
suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka
perbuat”.” (QS. An Nur: 30)
Dalam ayat
ini, Allah memerintahkan kepada para pria yang beriman untuk menundukkan
pandangan dari hal-hal yang diharamkan yaitu wanita yang bukan mahrom.
Namun jika ia tidak sengaja memandang wanita yang bukan mahrom, maka
hendaklah ia segera memalingkan pandangannya.
Dari Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan,
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى.
“Aku
bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang
pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar aku segera
memalingkan pandanganku.” (HR. Muslim no. 5770)
Boleh jadi
laki-laki tersebut jika telah menjadi suami malah memandang lawan
jenisnya sana-sini ketika istrinya tidak melihat. Kondisi seperti ini
pun telah ditegur dalam firman Allah,
يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ
“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (QS. Ghofir: 19)
Ibnu ‘Abbas ketika membicarakan ayat di atas, beliau mengatakan bahwa
yang disebutkan dalam ayat tersebut adalah seorang yang bertamu ke suatu
rumah. Di rumah tersebut ada wanita yang berparas cantik. Jika tuan
rumah yang menyambutnya memalingkan pandangan, maka orang tersebut
melirik wanita tadi. Jika tuan rumah tadi memperhatikannya, ia pun
pura-pura menundukkan pandangan. Dan jika tuan rumah sekali lagi
berpaling, ia pun melirik wanita tadi yang berada di dalam rumah. Jika
tuan rumah sekali lagi memperhatikannya, maka ia pun pura-pura
menundukkan pandangannya. Maka sungguh Allah telah mengetahui isi hati orang tersebut yang akan bertindak kurang ajar. Kisah ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya (12/181-182).
Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Allah itu mengetahui setiap mata yang memandang apakan ia ingin khianat ataukah tidak.” Demikian pula yang dikatakan oleh Mujahid dan Qotadah. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 12/182, Darul Qurthubah)
Ciri Keempat: Senangnya Berdua-duaan
Inilah sikap pria yang tidak baik yang sering mengajak pasangannya yang
belum halal baginya untuk berdua-duaan (baca: berkhalwat). Berdua-duaan
(khokwat) di sini bisa pula bentuknya tanpa hadir dalam satu tempat,
namun lewat pesan singkat (sms), lewat kata-kata mesra via FB dan
lainnya. Seperti ini pun termasuk semi kholwat yang juga terlarang.
Dari Ibnu Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ
“Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali jika bersama mahromnya.” (HR. Bukhari, no. 5233)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ لاَ تَحِلُّ لَهُ ، فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ ، إِلاَّ مَحْرَمٍ
“Janganlah
seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal
baginya karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara
mereka berdua kecuali apabila bersama mahromnya.” (HR. Ahmad no. 15734. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan hadits ini shohih ligoirihi)
Ciri Kelima: Tangan Suka Usil
Ini juga bukan ciri pria idaman. Tangannya suka usil menyalami wanita yang tidak halal baginya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun ketika berbaiat dan kondisi lainnya tidak pernah menyentuh tangan wanita yang tidak halal baginya.
Dari Abdulloh bin ‘Amr, ”Sesungguhnya Rasulullah tidak pernah berjabat tangan dengan wanita ketika berbaiat.” (HR. Ahmad dishohihkan oleh Syaikh Salim dalam Al Manahi As Syari’ah)
Dari Umaimah bintu Ruqoiqoh dia berkata, ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya aku tidak pernah menjabat tangan para wanita, hanyalah perkataanku untuk seratus orang wanita seperti perkataanku untuk satu orang wanita.” (HR. Tirmidzi, Nasai, Malik dishohihkan oleh Syaikh Salim Al Hilaliy)
Dari Umaimah bintu Ruqoiqoh dia berkata, ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya aku tidak pernah menjabat tangan para wanita, hanyalah perkataanku untuk seratus orang wanita seperti perkataanku untuk satu orang wanita.” (HR. Tirmidzi, Nasai, Malik dishohihkan oleh Syaikh Salim Al Hilaliy)
Zina tangan adalah dengan menyentuh lawan jenis yang bukan mahrom sehingga ini menunjukkan haramnya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُتِبَ
عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ
فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا
الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا
الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى
وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Setiap
anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang
pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat.
Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara.
Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan
melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu
kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925)
Ciri Keenam: Tanpa Arah yang Jelas
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يَحْبِسَ عَمَّنْ يَمْلِكُ قُوتَهُ
“Seseorang dianggap telah berdosa jika ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Muslim no. 996)
Berarti kriteria pria idaman adalah ia bertanggungjawab terhadap istrinya dalam hal nafkah.
Sehingga seorang pria harus memiliki jalan hidup yang jelas dan tidak boleh ia hidup tanpa arah yang sampai menyia-nyiakan tanggungannya. Sejak dini atau pun sejak muda, ia sudah memikirkan bagaimana kelak ia bisa menafkahi istri dan anak-anaknya. Di antara bentuk persiapannya adalah dengan belajar yang giat sehingga kelak bisa dapat kerja yang mapan atau bisa berwirausaha mandiri.
Begitu pula hendaknya ia tidak melupakan istrinya untuk diajari agama. Karena untuk urusan dunia mesti kita urus, apalagi yang sangkut pautnya dengan agama yang merupakan kebutuhan ketika menjalani hidup di dunia dan akhirat. Sehingga sejak dini pun, seorang pria sudah mulai membekali dirinya dengan ilmu agama yang cukup untuk dapat mendidik istri dan keluarganya.
Sehingga seorang pria harus memiliki jalan hidup yang jelas dan tidak boleh ia hidup tanpa arah yang sampai menyia-nyiakan tanggungannya. Sejak dini atau pun sejak muda, ia sudah memikirkan bagaimana kelak ia bisa menafkahi istri dan anak-anaknya. Di antara bentuk persiapannya adalah dengan belajar yang giat sehingga kelak bisa dapat kerja yang mapan atau bisa berwirausaha mandiri.
Begitu pula hendaknya ia tidak melupakan istrinya untuk diajari agama. Karena untuk urusan dunia mesti kita urus, apalagi yang sangkut pautnya dengan agama yang merupakan kebutuhan ketika menjalani hidup di dunia dan akhirat. Sehingga sejak dini pun, seorang pria sudah mulai membekali dirinya dengan ilmu agama yang cukup untuk dapat mendidik istri dan keluarganya.
Sehingga dari sini, seorang pria yang kurang memperhatikan agama
dan urusan menafkahi istrinya patut dijauhi karena ia sebenarnya bukan
pria idaman yang baik.
Mudah-mudahan tulisan ini bisa sebagai
petunjuk bagi para wanita muslimah yang ingin memilih laki-laki yang pas
untuk dirinya. Dan juga bisa menjadi koreksi untuk pria agar selalu
introspeksi diri. Nasehat ini pun bisa bermanfaat bagi setiap orang yang
sudah berkeluarga agar menjauhi sifat-sifat keliru di atas. Semoga
Allah memudahkannya.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.com
Artikel Rumaysho.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar