Sabtu, 04 Januari 2014

Hukum Asal Hubungan Biologis

http://rumaysho.com/wp-content/uploads/2013/10/mandul-415x260.jpg 

Perzinaan adalah suatu hal yang diharamkan. Karenan halalnya kemaluan wanita lain haruslah lewat akad nikah. Inilah ajaran Islam yang punya maksud untuk menjaga kesucian wanita dan tidak bercampurnya nasab.

 Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di berkata,
الأصل في الأبضاع واللحوم والنفس للمعصوم
تحريمها حتى يجيء الحل فافهم هداك الله ما يحل
Hukum asal hubungan biologis dan daging, begitu pula darah dan harta orang yang terjaga
adalah haram sampai datang dalil yang menunjukkan halalnya, maka pahamilah apa yang telah didiktekan
rahimahullah mengutarakan bahwa hukum asal hubungan biologis adalah haram. Beliau menggunakan istilah budh’i (abdho’) dalam bait sya’ir beliau di atas. Namun istilah budh’i itu sendiri mencakup tiga makna:



1- Budh’i bermakna kemaluan. Maksudnya di sini adalah hukum asal kemaluan orang lain adalah haram sampai ada dalil yang membolehkannya. Dalil dari statement tersebut adalah firman Allah Ta’ala,
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (5) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (6) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (7)
Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. ” (QS. Al Mu’minun: 5-7)
Dalam hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَاتَّقُوا اللَّهَ فِى النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ بِأَمَانِ اللَّهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللَّهِ
Bertakwalah pada Allah terhadap para wanita karena kalian telah mengambil mereka dengan perlindungan dari Allah, kalian telah meminta kehalalan kemaluan mereka dengan kalimat Allah.” (HR. Muslim no. 1218)
Dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa asalnya kemaluan wanita diharamkan sampai dihalalkan dengan kalimat Allah, maksudnya adalah lewat akad nikah.
Derivat dari hal di atas, diharamkan menyetubuhi wanita jika hanya ada keraguan (bukan yakin), begitu pula jika hanya ada syubhat.
2- Budh’i bermakna jima’ (hubungan intim). Jika asal kemaluan adalah diharamkan, demikian pula jima’.
3- Budh’i bermakna akad nikah. Para ulama berpendapat bahwa hukum asal akad nikah adalah haram. Di antara yang berpendapat seperti ini adalah As Suyuthi dalam Al Asybah wan Nazhoir. Dan ini yang menjadi pendapat Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di sebagaimana dalam bait sya’irnya. Namun yang lebih tepat, hukum asal akad nikah adalah boleh dan halal. Beberapa dalil yang menunjukkan hal ini,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu” (QS. Al Maidah: 1).  Dan akad nikah termasuk bagian dari ayat ini. Maka asalnya, akad nikah itu sah dan boleh sampai ada dalil yang menyatakan rusaknya.
Allah Ta’ala berfirman,
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan …” (QS. An Nisa’: 23). Dalam ayat ini, Allah telah membatasi mana saja wanita-wanita yang haram dinikahi. Ini menunjukkan bahwa selain wanita-wanita yang disebutkan halal untuk dinikahi.
Dalam ayat selanjutnya disebutkan,
وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ
Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian” (QS. An Nisa’: 24). Dalil-dalil ini menunjukkan asal akad nikah adalah boleh dan halal sampai ada dalil yang mengharamkannya.
Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.



Referensi:
Syarh Al Manzhumatus Sa’diyah fil Qowa’id Al Fiqhiyyah, -guru kami- Syaikh Dr. Sa’ad bin Nashir bin ‘Abdul ‘Aziz Asy Syatsri, terbitan Dar Kanuz Isybiliya, cetakan kedua, 1426 H.

Sumber: rumaysho.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar