Dua sejoli itu duduk berdampingan di sebuah
taman yang rindang yang penuh pepohonan. Mereka berdua sebenarnya tidak
sendirian. Karena tak jauh dari tempat mereka bercengkerama, belasan
pasangan laki perempuan yang lain juga duduk menyepi.
Apakah
yang duduk-duduk ini pasangan suami istri? Bukan. Mereka adalah
pasangan muda-mudi yang menumpahkan perasaan kasmarannya. Sayangnya,
cara yang mereka tempuh adalah cara yang keliru. Pemandangan seperti itu
bukan lagi hal yang asing ditemukan. Bahkan tak jarang aktivitas
pacaran tersebut dilakukan di rumah Allah, yaitu di masjid. Kebanyakan
muda-mudi yang belum punya status nikah tetap nekad bermaksiat di tempat
mulia semacam itu.
Pacaran Sudah Jelas Jalan Menuju Zina
Wahai
muda-mudi … Jalan manakah lagi yang lebih dekat pada zina selain
pacaran? Bukankah banyak kasus zina berawal dari tindak tanduk
perkenalan diri lewat pacaran? Hal ini tidak bisa disangkal lagi,
apalagi untuk sekarang ini. Sudah banyak berita yang kita saksikan.
Hanya karena kenalan lewat media FB, hingga suka sama suka, dua sejoli
dan yang satunya masih duduk di bangku kelas 2 SMP (14 tahun) akhirnya
jalan berdua dengan kenalannya hingga si gadis kecil dibawa lari jauh
dari ortunya. Terjadilah apa yang terjadi. Si gadis kecil pun
dirayu-rayu oleh si laki-laki hingga akhirnya mau melepaskan
keperawanannya hanya karena rayuan gombal.
Lihatlah adik-adikku …
Bukankah pacaran ini benar-benar jalan menuju zina? Awalnya dari
kenalan. Lalu beranjak janjian kencan. Lalu dibawa ke tempat sepi.
Setelah itu beranjak ke yang lebih parah. Maka terjadilah zina yang
tidak disangka-sangka dari awal, hanya karena alasan true love, membuktikan cinta yang sebenarnya.
Semoga kita bisa merenungkan ayat yang mulia,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’: 32).
Ulama terkemuka yaitu Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani rahimahullah menjelaskan,
“Allah melarang mendekati zina. Oleh karenanya, sekedar mencium lawan
jenis saja otomatis terlarang. Karena segala jalan menuju sesuatu yang
haram, maka jalan tersebut juga menjadi haram. Itulah yang dimaksud
dengan ayat ini.”[1]
Coba
perhatikan penjelasan di atas wahai adikku … Kita dapat suatu pelajaran
bahwa setiap hal yang dapat mengantarkan pada yang haram atau dosa
besar, maka itu semua menjadi terlarang. Ingatlah bahwa ayat di atas
bukan hanya memperingatkan perbuatan zina yang merupakan dosa besar.
Namun ayat yang mulia di atas juga memperingatkan segala jalan yang
dapat mengantarkan pada zina. Segala jalan menuju zina saja dilarang
karena kita dilarang mendekati zina, maka melakukan zina lebih-lebih
terlarang lagi.
Namun banyak muda-mudi yang kami sayangkan belum memahami ayat tersebut. Allah Ta’ala
sebenarnya cukup menyampaikan ayat yang ringkas saja, namun cakupannya
luas untuk melarang hal-hal lainnya. Dari sini, maka aktivitas
berdua-duaan antara lawan jenis itu terlarang dan aktivitas menyentuh
lawan jenis juga terlarang. Apalagi dua aktivitas yang kami sebutkan ini
ada larangan khususnya.
Untuk aktivitas berdua-duaan antara lawan jenis, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ لاَ تَحِلُّ لَهُ ، فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ ، إِلاَّ مَحْرَمٍ
“Janganlah
seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal
baginya karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara
mereka berdua kecuali apabila bersama mahromnya.”[2] Ini menunjukkan terlarangnya kholwat (berdua-duaan antara lawan jenis).
Untuk aktivitas menyentuh lawan jenis, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tunjukkan larangannya dalam sabdanya,
كُتِبَ
عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ
فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا
الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا
الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى
وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Setiap
anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang
pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat.
Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara.
Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh).
Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan
dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau
mengingkari yang demikian.”[3] Artinya, menyentuh lawan jenis yang bukan mahrom termasuk keharaman karena dinamakan dengan zina yang juga haram.
Penjelasan
di atas sebenarnya sudah cukup menyatakan bahwa pacaran itu terlarang.
Jika ada yang masih mengatakan bahwa ada pacaran yang halal yaitu
pacaran Islami, maka cukup kami jawab, “Bagaimana mau dikatakan
halal sedangkan pelanggaran di atas masih ditemui? Jika kita nekad
mengatakan ada pacaran Islami, maka kita juga seharusnya berani
mengatakan ada zina Islami, khomr Islami, judi Islami dan sebagainya.” Hanya Allah yang beri taufik.
Lebih Parah Dari Itu
Kalau
duduk merapat, berangkulan, berciuman dan sejenisnya yang dilakukan
oleh laki perempuan non mahrom yang tak diikat tali pernikahan saja
sudah tidak boleh dan dilarang oleh ajaran Islam, bagaimana jika lebih
dari itu? Namun inilah yang disayangkan tersebar luas di kalangan
muda-mudi. Mereka begitu mudahnya membuktikan cinta, namun dengan jalan
yang keliru yaitu dengan “sex before marriage (SBM)”, atau istilah kerennya adalah dengan “making love”.
Sekeren apapun namanya namun hakekatnya tetap sama yaitu menerjang
larangan Allah dengan melakukan dosa besar zina. Inilah yang dikatakan
oleh mereka-mereka sebagai pembuktian cinta. Inilah yang katanya true love, cinta sebenarnya. Bagaimana mungkin zina dinamakan true love sedangkan di sana menerjang larangan Allah yang termasuk dosa besar?
Bukankah Allah Ta’ala telah menyebutkan dalam kitabnya yang mulia,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’: 32)? Lihatlah bahwa zina di sini disebut dengan perbuatan yang keji dan sejelek-jelek jalan.
Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ
لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ
الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ
يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا
“Dan orang-orang yang
tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa
yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar,
dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu,
niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).” (QS. Al Furqon: 68).
Artinya, orang yang melakukan salah satu dosa yang disebutkan dalam ayat
ini akan mendapatkan siksa dari perbuatan dosa yang ia lakukan.
Ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, dosa apa yang paling besar di sisi Allah?” Beliau bersabda, “Engkau menjadikan bagi Allah tandingan, padahal Dia-lah yang menciptakanmu.” Kemudian ia bertanya lagi, “Terus apa lagi?” Beliau bersabda, “Engkau membunuh anakmu yang dia makan bersamamu.” Kemudian ia bertanya lagi, “Terus apa lagi?” Beliau bersabda,
ثُمَّ أَنْ تُزَانِىَ بِحَلِيلَةِ جَارِكَ
“Kemudian engkau berzina dengan istri tetanggamu.” Kemudian akhirnya Allah turunkan surat Al Furqon ayat 68 di atas.[4] Di sini menunjukkan besarnya dosa zina, apalagi berzina dengan istri tetangga.
Dalam hadits lainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا زَنَى الرَّجُلُ خَرَجَ مِنْهُ الإِيمَانُ كَانَ عَلَيْهِ كَالظُّلَّةِ فَإِذَا انْقَطَعَ رَجَعَ إِلَيْهِ الإِيمَانُ
“Jika
seseorang itu berzina, maka iman itu keluar dari dirinya seakan-akan
dirinya sedang diliputi oleh gumpalan awan (di atas kepalanya). Jika dia
lepas dari zina, maka iman itu akan kembali padanya.” [5]
Meski
larangan-larangan zina dalam berbagai dalil di atas begitu tegas dan
ancamannya begitu berat ternyata banyak remaja yang terjebak dalam
perbuatan keji tersebut. Survey, data yang diperoleh dan dipublikasikan
oleh banyak kalangan semakin membuat hati miris. Kadang timbul
pertanyaan setelah membacanya? Sudah benar-benar rusakkah pemuda Islam
kita?
Haruskah Membuktikan True Love Lewat Making Love?
Mereka yang melakukan aktivitas pacaran, memberikan alasan bahwa seks sebelum nikah (sex before marriage)
adalah bukti cinta sejati. Logika mereka, yang namanya cinta itu butuh
pengorbanan. Nah, kalau wanita yang diajak pacaran, maka ia harus mau
berkorban. Apa bentuk pengorbanannya? Tak lain dan tak bukan adalah
mengorbankan kesucian mereka. Naudzu billah.
Tentu ini adalah alasan yang dibuat-buat untuk memperturutkan hawa nafsu rendahan.
Yang benar adalah bila seseorang cinta pada seseorang pasti ia akan
berusaha memberikan kebaikan kepada orang yang dicintainya dan tak rela
bila kekasihnya terjerumus dalam kesengsaraan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لاَ يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ مِنَ الْخَيْرِ
“Demi
yang jiwaku berada di tangan-Nya, seorang hamba tidak beriman (dengan
iman yang sempurna) hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia
mencintai dirinya mendapat kebaikan.”[6]
Bila
kita benar-benar cinta kepada seorang wanita dan sebaliknya, maka kita
akan bersungguh-sungguh menjaga kesuciannya karena itu adalah suatu
kebaikan sebagaimana kita pula ingin memperolehnya. Tentu hal itu tidak
ditempuh lewat jalan pacaran dan berhubungan seks di luar jalan yang
benar. Pengorbanan yang benar dalam cinta bukan berkorban untuk maksiat,
namun berkorban dengan mengerahkan seluruh kemampuan menjaga kesucian
diri dan orang yang dicinta serta berusaha meraih hubungan yang
dihalalkan oleh Allah. Yakinlah adikku, jika kita benar-benar tulus
ingin menjaga kesucian diri dan meraih yang halal, Allah pasti akan
menolong. Ingat selalu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ثَلاَثَةٌ
حَقٌّ عَلَى اللَّهِ عَوْنُهُمُ الْمُجَاهِدُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ
وَالْمُكَاتَبُ الَّذِى يُرِيدُ الأَدَاءَ وَالنَّاكِحُ الَّذِى يُرِيدُ
الْعَفَافَ
“Tiga orang yang berhak mendapatkan
pertolongan Allah, yaitu orang yang berjihad di jalan Allah, budak
mukatab yang ingin membebaskan dirinya, dan orang yang menikah yang
ingin menjaga kehormatan dirinya.”[7]
Oleh karenanya, jika seseorang betul-betul ingin menjaga kesucian
dirinya, maka tempuhlah jalan yang benar yaitu melalui jenjang
pernikahan, niscaya pertolongan Allah akan terus datang. Yakinlah!
Jadi
cinta sejati dibuktikan lewat jalan yang benar yaitu lewat jalan
menikah. Jika belum mampu, maka bersabarlah. Sibukkanlah diri dengan
hal-hal yang baik. Jauhi pergaulan dengan lawan jenis kecuali jika
darurat. Banyak memohon kepada Allah agar diberikan kemudahan untuk
terlepas dari zina dan segala jalan menuju perbuatan yang keji tersebut.
Semoga Allah senantiasa memberi taufik kepada setiap muda-mudi yang membaca risalah ini.
Disusun di Panggang, Gunung Kidul, 26 Rabi’ul Awwal 1431 H (12/03/2010)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
[1] Fathul Qodir, Asy Syaukani, 4/300, Mawqi’ At Tafaasir.
[2] HR. Ahmad no. 15734. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan hadits ini shohih ligoirihi (shahih dilihat dari jalur lainnya).
[3] HR. Muslim no. 6925.
[4] HR. Bukhari no. 7532 dan Muslim no. 86.
[5] HR. Abu Daud no. 4690 dan Tirmidzi no. 2625. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[6] HR. Ahmad (3/206). Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari Muslim.
[7] HR. Tirmidzi no. 1655. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan. Syaikh Al Albani juga mengatakann hadits ini hasan.
[8] Kami olah tulisan ini dari Majalah Elfata, edisi 12, vol 07, tahun 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar